Kehadiran orang Jerman pada waktu itu mengubah kebiasaan masyarakat yang sudah sejak dulu kala mengambil air minum dari mata air Ae Puu ke mengambil air dari bak air dekat rumah.Â
Proyek instalasi air minum itu dikerjakan dengan sangat baik, mulai dari mata air sejauh 12 km sampai ke semua kampung, di mana masyarakat desa itu bermukim dan hasil kerja proyek itu pun masih bertahan hingga sekarang.Â
Tentu, proyek air minum itu tidak akan bertahan lama, jika tanpa sumber mata air yang tetap mengalirkan air hingga sekarang.Â
Nah, masyarakat desa Kerirea tentu bersyukur atas bantuan proyek Jerman itu. Cara perawatan yang dilakukan masyarakat adalah dengan membersihkan mata air secara berkala.Â
Selain itu, saya tetap melihat hal lain yang penting terkait air, sekali pun masyarakat itu sudah tidak susah-susah mengambil air sendiri dari mata air. Hal yang penting adalah semangat masyarakat untuk melestarikan lingkungan alam yang menjadi sumber mata air.Â
Dalam foto ini adalah gambar mata air Ae Puu yang jauhnya cuma 1 km dari perkampungan. Mata air itu memang sejak tahun 1992 sudah tidak lagi digunakan sebagai sumber air minum bagi masyarakat.Â
Pengalihan fungsi itu berdampak positif bahwa debit sumber mata air menjadi lebih besar dari sebelumnya di satu sisi, tetapi juga bahwa jalan masuk dan kebersihan mata air menjadi kurang diperhatian pada sisi lainnya.Â
Di sana ada pohon kenari, yang buahnya bisa dimakan. Selain itu, di sana tumbuh banyak sekali pohon enau, pohon yang bisa menghasilkan minuman lokal khas NTT.Â
Pada area mata air itu tumbuh juga pohon pinang, pohon kemiri, pohon ara, jenis bambu dan pohon sukun. Dan satu pohon yang berperan penting bagi kelestarian sumber air di tempat itu adalah pohon beringin.Â
Orang sudah bisa membayangkan bagaimana teduh dan damainya tempat itu. Saya tentu adalah salah seorang yang sangat menyukai alam, apalagi mata air.Â