Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Belajar Filsafat di Flores, Bertugas sebagai Formator Calon Magister Teologi di Jerman

26 Maret 2021   17:53 Diperbarui: 27 Maret 2021   09:04 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu, keahlian dan profesionalitas seseorang tidak semata-mata karena spesifikasi studi. Kemauan untuk belajar dan berkreasi dalam setiap perjumpaan baru dengan orang baru, situasi kerja yang baru, bahasa dan budaya baru dan tantangan baru tetap merupakan aspek-aspek penting lainnya, yang harus diperhatikan sungguh-sungguh. Pernah juga alami hal ini bukan? 

6. Cara adaptasi yang benar itu membutuhkan keberanian untuk klarifikasi

Benar bahwa modal cuma studi filsafat, namun saya percaya filsafat telah banyak membantu saya untuk melihat dunia dengan jernih dan kritis. Tentu, pendapat ini dari pengalaman pribadi saya. Berpandangang jernih dan kritis itu baik, namun apa jadinya jika orang tidak punya keberanian untuk membuat klarifikasi terhadap apa yang salah atau tidak sesuai kenyataan dan data-data. Penting lho klarifikasi.

Salah profesi bisa menjadi begitu fatal, jika tanpa punya kemampuan komunikasi dan klarifikasi. Nah, itulah pengalaman salah profesi yang bagi saya telah menjadi sesi sejarah hidup pribadi, di mana saya mengalami dan menemukan bahwa 6 cara adaptasi di atas itu begitu penting pada saat harus alami yang namanya "salah profesi."

Apa kata orang?

Dari pengalaman, orang tidak ribet dengan salah profesi sekurang-kurang dalam hal menjadi Formator. Bisa jadi yang penting adalah keterbukaan, kematangan pribadi untuk terbuka terhadap semua proses yang ada, lalu selalu belajar mengenal lebih mendalam lagi siapa yang dibimbing atau Formandi. 

Saya punya cerita tentang apa kata orang. Pada suatu kesempatan saya memberikan suara yang berbeda, sekalipun suara mayoritas itu setuju, termasuk bos saya. Suara itu saya berikan dalam suatu pertemuan vote untuk kelanjutan dari seorang calon lain lagi yang dibimbing orang lain. 

Satu-satunya suara kontra berasal dari saya. Semua mata tercengang atau bahkan bengong melihat saya. Seorang yang duduk di samping bertanya, mengapa? Ya, tentu dari pengalaman saya melihat dan mengalami serta mengenal dia, jawab saya sederhana seperti itu. 

Oleh karena ukuran penilaian adalah suara terbanyak, maka menanglah yang suara terbanyak itu. Saya juga menerima sih. Prinsip saya, boleh juga beda kan, namanya juga pilihan. Nah, tiga bulan berlalu mahasiswa yang mendapatkan suara terbanyak itu mengundurkan diri. 

Satu-satu sampai dengan pimpinan datang bertemu saya dan bertanya, kamu kok tahu sih? Bagaimana kamu tahu ya. Saya hanya bisa menjawab sederhana: Kekuatan hati itu jauh lebih penting dari keahlian yang dimiliki seseorang dalam menilai dan menjatuhkan penilaian. Katanya spontan, ya, kamu benar. Maaf ini, mungkin cocok hanya untuk bidang formasi lho. 

Demikian beberapa cerita dan poin refleksi yang bisa saya bagikan terkait tema "Salah Profesi." Salah profesi selalu mungkin terjadi dalam hidup ini, tetapi jangan lupa pakai ketenangan hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun