Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Gara-Gara Ibu, "Ibu Jari" jadi Taruhan. Kok Bisa?

15 Maret 2021   16:04 Diperbarui: 16 Maret 2021   23:43 1080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita tentang anak durhaka, atau lebih santernya legenda Malin Kundang rupanya menjadi satu-satunya mitologi yang paling kuat tersimpan dalam ingatan saya. Mitologi Minangkabau, Sumatera Barat itu pertama terdengar ketika saya masih di Sekolah Dasar. Kisah Malin Kundang itu diceritakan oleh seorang ibu guru saya pada waktu itu kira-kira tahun 1985. Di mata saya waktu itu, kisah Malin Kundang adalah kisah penaklukan kemalasan dan kenakalan seorang anak. 

Sejak mendengar dongeng rakyat Malin Kundang, saya selalu ingat ibu saya, bahkan saya diam-diam berniat untuk tidak mendurhakai ibu. Saya punya tekad untuk tidak meniru teladan Malin Kundang, yang setelah menjadi kaya lalu malu mengakui ibunya dan menolak mengenali ibunya yang sudah lanjut usia. 

Dongeng sedih yang mendidik anak-anak agar memiliki budi pekerja, memiliki hati yang peduli, dan tahu menghormati sang ibu apapun rupa dan usianya. Meskipun demikian, cerita tentang anak-anak yang tidak menghormati sang ibu itu bisa ditemukan di mana saja hingga saat ini. Dongeng Malin Kundang itu sebenarnya mengungkapkan kenyataan dunia saat ini. 

Berhadapan dengan anak-anak tentu dongeng Malin Kundang bisa menjadi sarana yang ampuh untuk mengubah cara pandang mereka tentang sang ibu. Pertanyaannya bagaimana jika saya berjumpa dengan kenyataan orang dewasa yang tidak menghormati ibunya. Argumen seperti apa yang dipakai untuk mengangkat kembali nilai menghormati ibu.

Ini sebuah kisah nyata ketika saya beradu gagasan melawan rasionalitas teman saya orang Eropa. Ini hanya salah satu contoh, bahan cerita yang sama bisa juga ditemukan di mana saja. Entah kenapa, kalau saya bicara tentang ibu, teman saya itu selalu punya komentar aneh, bahkan merendahkan melalui kata-katanya. Ibu, ya cuma sebagai ibu, katanya. Refleksi tentang ibu dan apalagi kalau dia bicara tentang ibu, maka hanya akan menjengkelkan saya yang mendengarnya. 

Kebetulan sekali teman saya beberapa orang adalah orang Portugal yang berbicara bahasa Portugis. Suatu hari saya bersama teman itu berdiskusi tentang ibu. Saya memperkenal sebutan terkait ibu dalam versi saya sebagai seorang Indonesia. Saya menyebut kata pertama dalam bahasa ibuku: Ine. Katanya, kata itu saya tidak kenal. 

Lalu saya menyebut kata "mama" , dia spontan bilang: Ya saya tahu itu. Lalu saya mengatakan kata lainnyanya sinonim dari mama, yakni ibu, katanya lagi: kata itu saya belum pernah dengar. Lalu kata terakhir adalah bunda. 

Ketika saya menyebut kata bunda, ia tertawa meledak seakan menertawakan saya. "Kamu tau gak apa artinya kata bunda?" tanya teman itu. Lanjutnya, "coba kamu tanya sama teman orang Portugal itu!" Teman orang Portugis itu sangat santun, bahkan ia tidak mau menjelaskan artinya. Akhirnya, teman diskusiku itu menjelaskan artinya. Ya, artinya dengan konotasi negatif. Saya tidak terbawa emosi, tetapi tetap berusaha rasional sebisa mungkin agar debat kusir kami bisa dilanjutkan.

Benar deh, orangnya menjengkelkan kalau dia bicara tentang ibu. Syukur sih kalau teman-teman belum pernah bertemu dengan orang seperti itu. Selanjutnya, saya mulai berpikir untuk mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya. Ada 5 pertanyaan yang saya ajukan kepadanya waktu itu, sebagai berikut:

1. Seandainya kamu bertemu dengan ibumu, apa yang kamu lakukan?

2. Seandainya kamu bertemu dengan ibu gurumu, apa yang bisa kamu katakan?

3. Jika kamu bertemu ibu dari temanmu, apa yang bisa kamu katakan?

4. Jika kamu bertemu ibu bupati, perasaan apa yang ada dalam hatimu?

5. Jika kamu bertemu ibu dari sang Presiden, apa reaksimu?

Setelah mendengar 5 pertanyaan saya, dia langsung komentar. Du hast so viele Fragen, warum den? Artinya, kamu punya banyak sekali pertanyaan, kenapa sih? Teman saya itu tidak bisa menjawab satu per satu pertanyaan saya. 

Dalam hati saya hanya berkata, "Kapok lu." Oh sorry, kalau terlalu banyak, sekarang saya minta coba katakan beberapa kata saja cukup. Ia terdiam, lalu berkata begini: Ibu, ya manusia biasa. Saya bilang kepadanya, "Terima kasih atas jawabanmu." Lalu, menurutmu, siapakah ibu itu?, tanyanya pada saya. Ibu itu, luar biasa. 

Mengapa ibu itu luar biasa? Ini perumpamaan yang saya gunakan sampai teman saya tidak berdaya. Waktu itu saya mengambil satu botol Bir Bitburger 0,5 dan memberikan botol itu kepadanya. Ia harus menggenggam botol itu tanpa ibu jari. Setelah ia menggenggam botol itu, lalu memegang botol pada bagian bawah dan menariknya dan ternyata dengan mudah botol itu terlepas dari pegangannya, meskipun jari-jarinya besar. Jari bule bro.hahaha.

Dia hanya tertawa dan sedikit kesal, namun ia tampak masih rasional dan berkata, ah haaa, interessant. Lalu saya menjelaskan kepadanya bahwa ibu jari atau Mutter Finger itu sangat penting. Hal ini karena tanpa ibu jari pegangan kamu tidak bisa menjadi begitu kuat. Katanya, "Oke, du hast recht" atau ok kamu benar. 

Refleksi tentang ibu dan peran kehadiran seorang ibu menjadi semakin menarik dan bermakna. Ya, saya mengerti itu, ketika setelah perumpamaan kecil itu terjadi, teman saya itu terdiam sambil tertunduk sejenak, entah apa yang dipikirkannya. Saya menduga bahwa ia mungkin tidak memiliki hubungan yang baik dengan ibunya. Bisa jadi sih, soalnya, setiap kali ditanya, gimana kabar ibumu? Ia selalu marah dan maki-maki. Tapi, mungkin juga karena salah paham sih. 

Sebelumnya ada juga cerita tentang seorang teman lain, yang memiliki kebiasaan mengajukan pertanyaan yang sama kepada semua orang. Pertanyaan itu adalah, wie geht es deine Mutter? atau apa kabar ibumu? 

Pertanyaan apa bagaimana kabar ibumu, ditanyakan kepada siapa saja yang dia jumpai, meskipun pada teman lain yang ibunya sudah jelas meninggal dunia. Coba bayangkan, aneh kan? Pokoknya, baginya, pertanyaan apa kabar ibumu, adalah pertanyaan wajib dan pertanyaan pertama. Bahkan ada teman lain yang sengaja, mengajukan lebih dahulu pertanyaan apa kabar ibumu kembali kepadanya, sebelum dia mengajukan pertanyaan itu. 

Setelah memahami peran ibu jari yang berkaitan langsung dengan kehadiran dan peran sang ibu dalam rumah tangga, maka saya pikir perlu merumuskan secara lebih jelas apa sih peran ibu yang berkaitan langsung dengan cerita di atas. 

Ada 2 peran yang bisa direfleksikan. Tentu tidak menutup kemungkinan peran ibu yang sudah bisa diketahui semua orang. Dalam tulisan ini, saya hanya melukiskan peran ibu sesuai perumpamaan menggenggam botol tanpa ibu jari.

1. Ibu berperan sebagai Pelindung

Suatu genggaman yang sangat kuat, kalau posisi ibu jari berada di luar dan menutupi semua jari-jari lainnya. Silahkan dicoba sendiri. Dalam hal ini, bisa dimengerti kekuatan pertanyaan tentang kapan punya anak harus didiskusikan dengan baik bersama dengan  pasangan cewek, karena nanti dialah yang akan menjadi ibu. 

Ya, ibu yang bisa melindungi semua. Mampukah ia melindungi suami dan anak? Sayang sekali ya, kenapa tidak ada bapak jari. Tapi kalau dilihat bapa jari bisa juga ada, cuma kalau ketika suasana lagi kacau, bapa marah-marah dan menunjukkan jari, maka perannya berubah jadi bapak jari. Kalau ada kenyataan seperti ini, sebetulnya itu bukan merupakan contoh yang baik. Lebih baik tidak perlu ada bapak jari.

2. Ibu memiliki peran ganda: Mencintai dan mencari uang

Filosofi peran ganda ibu jari itu, saya temukan setelah saya bercerita tentang ibu jari dengan seorang teman dari Korea Selatan yang sedang mengambil program doktoratnya di Mainz. Menarik sekali katanya hubungan ibu jari dengan kehidupan. Ada dua peran:

a. Cinta

Orang Korea Selatan punya filosofi simbol terkait ibu jari. Katanya, "Jika ibu jari bersilang dengan jari telunjuk (bapak), maka itu namanya CINTA. Dalam ibu ilmu biologi orang mengenal istilah persilangan sama dengan perkawinan. Tapi bisa juga persilangan pendapat antara ibu dan bapak atau suami dan istri adalah cinta. Tentu berat banget bukan. Beruntunglah kalau sampai bisa mengalami dan memaknai persilangan pendapat itu sebagai bagian dari CINTA. 

Benar juga sih, mana ada cinta, tanpa ada persilangan? Realistis bukan? Cinta itu hasil dari persilangan ibu jari dan jari telunjuk, namun persilangan itu harus statis, agar persilangan itu tetap dikenal sebagai CINTA. Mengapa statis? Tentu dimaksudkan untuk suatu kesetiaan dan keikhlasan. Dan bukan berarti bahwa mereka dilarang untuk berdinamika.

b. Uang

Orang Korea Selatan menamakan dinamika persilangan antara ibu jari dan jari telunjuk itu sebagai UANG. Nah, Cinta itu tidak saja berurusan dengan hal yang statis, tetapi juga berurusan dengan gesekan-gesekan antara ibu jari dan jari telunjuk. Gesekan itu yang mereka namakan UANG. Artinya, pergulatan ibu dan bapa yang realistis adalah bagaimana menghidupkan rumah tangga mereka. 

Dinamika tidak boleh hanya untuk suatu perselisihan, tetapi untuk kehidupan, ya untuk menghasilkan uang. Cinta tanpa ditopang dengan ekonomi (uang) yang cukup, maka akan rawan pecah. Ini logika orang Korea lho. Jelas bahwa di Korea, peran untuk mencari uang itu bukan saja sang suami, tetapi juga isteri. Dinamika yang hidup, sama-sama aktif bekerja. 

Pertanyaannya, bagaimana mereka mengurus anak mereka? Tema itu bisa hadir pada kesempatan lainnya. Sebagai suatu kesimpulan, saya hanya ingin mengatakan bahwa ibu itu sangat berperan besar dalam kehidupan manusia, bahkan ada sebutan ibu bumi. Kata Ibu Jari disebut agar orang tidak melupakan tentang makna perlindungan, pegangan dan kekuatan hidup, makna cinta dan dinamika hidup. 

Sebenarnya, masih ingin membahas ini, tapi saya juga perlu menelepon ibuku untuk bertanya: apa kabarmu ibu di tempat jauh di sana. Saya titipkan pesan sederhana untuk pembaca, tanyakan apa kabar ibumu hari ini. Katakan maaf pada ibu, jika hari-hari yang lalu, kamu tidak peduli pada ibumu. Ingat, tanpa ibu, peganganmu tidak kuat lho. Cium dan sayang untuk sang Ibu. Salam berbagi.

Ino, 15.03.2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun