Siapa sih yang tidak menyukai alam Papua? Sebelum saat pertama menginjakkan kaki di tanah Papua, saya sudah jatuh cinta dengan budaya dan keindahan alam Papua. Saya juga yakin, masih ada banyak hal lainnya yang bisa menjadi alasan, mengapa orang lain juga suka Papua. Apa yang menarik dari pandangan pertama tentang Papua khususnya melalui layar kaca? Ada 3 hal yang bisa saya sebutkan di sini:
Sejauh yang pernah saya saksikan, program TV Papua sudah pasti menampilkan kekhasan Papua itu sendiri. Variasi program memperlihatkan hubungan emosional antara hidup sehari-hari dengan alam di sekitar. Panorama hutan, pantai yang indah, burung cendrawasih, siulan burung lainnya menjadikan Papua itu eksotik.
2. Gaya bicara
Gaya bicara yang bisa dilihat nyata menarik adalah dialek khas Papua. Baik penyiar atau pembicara dalam acara TV Papua berbicara dengan dialek khas Papua. Terasa begitu unik saat mendengar cara mereka berbicara. Kekhasan cara bicara menampilkan juga aspek kesederhanaan dan kejujuran kata hati mereka. Ini cuma contoh yang pernah saya dengar: Jo ade pu suara bagus e." Artinya suaramu bagus.
3. Musik dalam kehidupan orang Papua
Musik tradisional dengan gaya khas mereka selalu terlihat baru dan terasa segar dan nyaman di telinga. Perpaduan yang harmonis suara mereka rupanya tanpa kompromi. Spontan saja penyanyi waktu bernyanyi menempatkan diri sesuai karakter suara mereka masing-masing. Wah, pokoknya indah dan sungguh membuat hati tenang.
Tiga hal di atas merupakan kesan spontan cuma melalui layar kaca. Selanjutnya, bagaimana kenyataan sehari-hari ketika berada di sana?
Kisah yang tidak pernah saya lupakan bahwa saya pernah dua kali berkunjung ke Kaimana, khususnya di wilayah terjauh seperti Werafuta dan Paparao. Saya mencatat ada tiga tantangan dalam tugas pelayanan di sana:
1. Siapa pun yang ingin berpastoral di sana, haruslah orang yang memiliki iman dan keberanian
Iman dan keberanian adalah dua hal yang yang sangat penting, sekurang-kurangnya dari pengalaman saya. Inilah beberapa kisah singkat saya. Dalam suatu perjalanan menuju Paparao, rombongan kami berjumlah 7 orang dalam satu Speedboat harus berhadapan dengan ganasnya gelombang laut di perairan Arafura. Waktu itu, saya hanya berpikir bahwa kematian itu sudah begitu dekat.
Gelombang laut yang begitu tinggi dan kecepatan Speedboat sendiri yang terus berusaha melintas dan melampaui terpaan gelombang, sungguh mengandaikan kepiawaian seorang driver yang tingkat dewa. Belum lagi dalam keadaan seperti itu, beberapa kali mesin Speedboat itu mati. Ya, hanya bisa menahan nafas dan dengan berani berpasrah pada Tuhan. Pada saat yang sangat menakutkan, karena gelombang tinggi menghantam kami semua, hingga basah dan bahkan berteriak ketakutan. Apakah saya juga harus larut dalam ketakutan? Tidak. Meski melawan rasa takut pada saat itu, sungguh amat berat, saya berusaha tetap tenang dan pasrah. Jika Dia menghendaki yang terbaik, maka hanya yang terbaik yang akan terjadi.
Seorang ibu perawat yang dengan suara lembut berkata seperti ini: kebahagiaan saya adalah kalau saya mati ketika dalam tugas pelayanan." Suara dan kata-kata itu perlahan-lahan menumbuhkan keberanian kami semua, ya tentunya mengobarkan iman.
2. Dilema antara apa yang dipelajari dan apa yang diimani
Masing-masing orang memiliki konsep tentang Allah sesuai dengan apa yang dipelajarinya dari bangku sekolah maupun dipelajari di Universitas. Saya mengenal gagasan tentang Allah solidaritas dari bangku kuliah. Ya, Allah yang solider dengan nasib manusia bahkan terlibat langsung dalam kehidupan manusia untuk menyelamatkan manusia. Konsep seperti itu adalah konsep indah di bangku sekolah atau kuliah, tetapi belum tentu indah saat berada di lapangan. Ya, ini tentu berangkat dari pengalaman. Ketika melintasi danau Yamor menuju Paparao kami sungguh kesulitan. Danau Yamor adalah danau berawa yang juga dikenal dengan sebutan danau Teratai. Teratai tumbuh seluas danau itu, ya merambat ke seluruh danau itu. Betapa susahnya baling-baling mesin Speedboat bisa berputar dengan baik karena dililit akar-akar Teratai. Belum lagi dibumbui cerita bahwa di danau Yamor hidup begitu banyak buaya air yang ganas. Benar-benar seram rasanya. Pertanyaan saya yang tidak terucapkan waktu itu adalah apakah mungkin saya bisa kembali ke rumah?
Seberapa besar keyakinan seseorang pada gagasan yang dipelajari tentang Allah itu, akan sungguh masuk ke dalam ruang dilema ketika dalam bahaya yang terasa sedikit harapan untuk selamat. Dilema yang tentu tidak terucap, tetapi dirasakan melalui debaran jantung yang tidak pernah berdetak nyaman dan teratur. Apakah Allah itu benar terlibat menyelamatkan manusia?
3.Di manakah tempat yang layak untuk suatu doa
Di bangku kuliah saya belajar dan mengenal sebutan ini: Ekaristi kerinduan." Wah terdengar keren dan enak banget. Nah, bagaimana Ekaristi kerinduan itu bisa benar-benar dirayakan di pedalaman Papua? Wow sungguh tidak mudah Bung. Jam 8.00 pagi kami berangkat meninggalkan rumah penginapan karena perhitungan air danau Paparao masih penuh dan kami bisa berusaha melalui itu dengan Speedboat tanpa harus berjalan pada rawa-rawa. Setengah jam perjalanan jauhnya kami meninggalkan rumah penginapan, persisnya kami sudah berada di atas jembatan kayu, bahkan hendak memasuki Speedboat untuk berlayar pulang ke Kaimana, tiba-tiba berlari seorang ibu dan bapak ke arah kami, minta tunggu, katanya spontan: Bapa pastor, kami minta misa? Oh ampun....mula-mula saya menjawab, kami sudah tidak punya cukup waktu, dan harus segera berangkat karena sebentar lagi air akan surut. Opsi lain saya tawarkan: Apakah mungkin kita berdoa dan Anda semua menerima berkat di tempat ini? Keduanya sama sekali tidak mau, kata ibu itu: " kami ada lima orang, tiga anak saya masih dari belakang dan kami sudah berjalan melampaui tujuh bukit ke tempat ini."
Suara itu sungguh menerpa jantung dan pikiran saya. Suara murni dari hati yang penuh rindu untuk mengalami Firman dan kekuatan Ekaristi. Hati saya luluh, namun lagi-lagi campur dilema. Apakah mungkin saya merayakan misteri cinta-Nya di tempat ini? Saya memejamkan mata sendiri dan berdoa, ampunilah saya Tuhan, seandainya keputusan saya ini keliru. Semuanya karena kerinduan umat-Mu.
Waktu itu, kami berdiri di atas jembatan kayu Paparao, kami merayakan untuk Saudara-saudari kami satu keluarga yang datang penuh rindu itu. Saya ingat, yang membantu dalam perayaan itu ada juga saudara saudari yang tidak seiman dengan saya. Atas nama kemanusiaan mereka menolong saya menghapus kerinduan jiwa orang kecil dan sederhana di wilayah terpencil dari kota Kaimana, Papua. Betapa indahnya, jika kita hidup sebagai saudara, kita bisa saling menolong dan menopang.
Tiga perawat yang bersama-sama dalam rombongan kami juga akhirnya masih sempat melayani mereka berlima. Kami sungguh bersyukur bahwa semestinya pada jam 9.30 pagi air danau Paparou mulai surut, namun waktu itu kami seakan masih diberi kesempatan untuk berlayar meski perlahan-lahan karena tersangkut akar-akar Teratai bercampur lumpur rawa di sana.
Melalui kisah dan suara-suara orang sederhana itu, saya kadang berdebat dengan teman-teman saya di Jerman yang memiliki gagasan bagus-bagus. Saya biasa bilang, Jika Anda ke Papua, Anda akan mengerti kesulitan di lapangan itu, tidak semudah menghafal satu dalil teologi."
Refleksi tentang suara dan tantangan pelayanan pastoral di Papua seperti kisah-kisah di atas, sangat mungkin akan
mengubah cara kita melayani dan apa gagasan kita tentang Allah. Kita akan melayani tanpa banyak syarat dan tuntutan, karena semuanya berada dalam keterbatasan.
Penting bahwa pelayanan itu bukan hanya pelayanan spiritual, tetapi juga pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. Oleh karena ragam pelayanan itu dibutuhkan di sana, maka kita perlu bergandeng tangan untuk membangun dan mendukung pelayanan di wilayah Papua. Bagaimana kita bisa membantu mereka di sana? Pertanyaan ini tetap menjadi tugas dan tanggung jawab semua rakyat Indonesia.
Bukan cuma tantangan, tapi mata kita kita juga dimanja
Aku cinta Papua, aku Indonesia.
24.02.2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H