Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Cara Maaf Kita Berbeda-beda?

22 Februari 2021   15:37 Diperbarui: 22 Februari 2021   15:53 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oh ampun, santunnya orang itu. Mbak, orang mana? Tanya saya lagi. Jawabnya, " orang Malang Mas" lho koq malang sih?

Dia tersenyum sipu, "aku gak Malang Mas, aku berasal dari kota Malang." Okeee, interessant, sekarang saya mengerti. Oh dari Malang....itu awal cerita kami dan seterusnya sampai berdiskusi tentang banyak hal. Bla..bla..bla...

3. Kata maaf memang sangat kuat dimaknai sesuai budaya seseorang, dari mana ia berasal

Budaya yang santun di Indonesia, begitu santunnya, sampai ketika seseorang pada posisi benar pun, dia juga meminta maaf. Ya, meminta maaf dengan sangat santun. Coba bayangkan hal seperti itu, rasanya tidak ada di seluruh dunia, kecuali bisa ditemukan dengan mudah di Indonesia.

Berbeda lagi di tempat lain, orang tidak meminta maaf dengan santun misalnya ketika kakinya diinjak atau kabel casnya diinjak, tetapi bisa langsung dengan menolak atau menampar. Wah kejam bukan? Apalagi kalau benar-benar orang lain melakukan kesalahan, sudah bisa dibayangkan apa yang akan terjadi. Terlihat bahwa budaya meminta maaf di Indonesia sudah berbeda-beda makna dan cara prakteknya, bahkan bisa berbanding terbalik antara satu daerah dengan daerah lainnya. Nah, inilah kekayaan budaya dan pemahaman kita tentang suatu kata seperti kata maaf.

4. Peran rasa bahasa ibu untuk suatu maaf

Oleh karena beda pemahaman tentang kata maaf, sebetulnya ada juga kata kunci yang mengalahkan keras dan kejamnya karakter seseorang, dan kata itu tentu terhubung erat dengan budaya seseorang. Contohnya dari daerah saya. Kalau saya melakukan kesalahan, saya bisa menjadi lebih santun dan meluluhkan hati orang yang benar dengan bahasa setempat: Eja, mae gera ko, jao saza tu mbee ka." Artinya, saudara, jangan marah ya, saya sudah benar-benar bersalah". 

Dari formulasi itu, terlihat tidak ada kata maaf, namun itu akan paling mudah memperoleh maaf. Mengapa? Tentu karena segi rasa bahasa ibu. Jadi, kita tentu bangga dengan bahasa dan budaya kita yang berbeda-beda di Indonesia, dan kita tentu tahu apa kata kunci yang bisa mempersatukan kita, bahkan bisa mengubah suasana hidup kita.

Nah, sering teman-teman saya yang dari Jerman, Belanda, India, Polandia dan Italia bertanya apa bahasa ibu saya, saya kadang sulit menjawab. Bahasa Indonesia? Bahasa ibu adalah bahasa yang mempersatukan kami semua, ya tentu bahasa Indonesia. Akan tetapi, jika Anda bertanya bahasa ibu, oh Tuhan, ada begitu banyak bahasa ibu di Indonesia. Jadi, itulah uniknya Indonesia. Bahasa Indonesia bisa mempersatukan semua, tanpa harus menghapus bahasa daerah dari masing-masing daerah. Inilah suatu kekayaan yang tidak pernah ada di Eropa.

5. Permohonan maaf itu tidak hanya menunjukkan kebesaran manusia, tetapi juga usaha untuk pemulihan hubungan (bdk. karrierebibel.de) Dari beberapa pengalaman yang sudah diceritakan di atas, terlihat jelas bahwa beberapa tips untuk permohonan maaf:

  1. Jangan menunda permohonan maaf itu sampai sebelum matahari terbenam
  2. Lakukan permohonan maaf itu secara langsung empat mata
  3. Hindari fokus pada diri sendiri
  4. Mengatakan kesalahan dengan sejujur-jujurnya
  5. Meminta kesempatan untuk memperbaiki diri sendiri
  6. Membangun niat untuk lebih baik lagi di waktu akan datang

Cara kita meminta maaf tentu boleh berbeda, tetapi tujuan kita meminta maaf pasti sama: Damai dan kembali bersaudara"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun