Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kata Cinta Saat Ini

30 Januari 2021   01:41 Diperbarui: 30 Januari 2021   01:48 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasa iba berlalu tanpa sapaan

Covid-19 menyeret hati masuk dalam dilema sepanjang hari. Ingin sekali menolong dan menyapa, namun rasa curiga tak bisa jauh dari pikiran.

Nenek tua renta sempoyongan berjalan

Dituntun gadis muda entah siapa. Keduanya berjalan tanpa bincang-bincang, apalagi mengeluh dan saling menatap.

Pergi entah ke mana dengan langkah gemetar.

Rasa haru dan iba menyobek kalbu

Tak bisa elakan ragu, ingin menolong, namun takut ditolak. Sore itu gerimis kecil tanpa salju.

Dilema antara cinta dan benci. Dilema antara rasa iba dan harus terpisah. Tersenyum meski harus tertutup. Tertawa pun mesti tetap dibungkus.

Hilang rasa, namun harus percaya. Hati terdalam jauh mendamba meski tak pernah terlihat. Sekarang bukan cuma hati yang sulit dilihat, tetapi juga mulut dan ekspresi wajah hilang ronanya.

Ekspresi wajah sirna bersama bencana korona.

Entahkah kejujuran hati jauh lebih penting daripada wajah tersenyum namun sakit hati? Mati ekspresi wajah, agar hati lebih bicara. Hentikan mulut yang suka menertawakan, agar ibamu sungguh berwujud cinta yang tulus dan sahaja.

Menolong sesama tak selamanya harus banyak bicara. Diam dan berjalan bersamanya jauh lebih berarti dari rasa curiga. Menaruh harapan bahwa semuanya akan berubah itu rahasia agar hari esok bisa diterima dengan riang.

Korona terus menabur duka, tapi cintaku tetap membara. Membara dalam kata-kata yang menguatkan. Hidup boleh terpisah, namun kataku bisa melampaui segalanya. Untukmu pembaca, kutitipkan kata cinta yang tidak boleh pudar bagi sesama. Jangan pandang agamanya, karena "cinta" itu untuk semua dan "kata" itu milik manusia.

Bagikan kata cinta, maka wajah dunia akan berubah jadi ramah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun