Mohon tunggu...
Inosensia Nathania
Inosensia Nathania Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori Dibalik Seragam Sekolah

4 Juni 2022   12:41 Diperbarui: 4 Juni 2022   13:00 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kompasianer, sudah tahukah kalian jika penggunaan seragam sekolah merupakan wujud teori postmodernisme Bourdieu? Jika belum, yuk simak penjelasan terkait di bawah ini!

 

Seperti yang kita ketahui, penggunaan seragam sekolah diterapkan di Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Penerapan seragam sekolah pun sudah dilakukan sejak zaman penjajahan Jepang dengan maksud menerapkan kedisiplinan.

 

Penerapan seragam sekolah dapat dijelaskan melalui pemikiran Postmodernisme Bourdieu, yaitu melalui konsep habitus, ranah, dan modal yang dirumuskan dalam praktik sosial dengan rumusan: (Habitus x Modal) + Ranah = Praktik. 

 

Postmodernisme Bourdie berawal dari Bourdieu yang mengkritik pemikiran Marx yang dirasa terlalu berfokus pada hubungan produksi ekonomi, sehingga cenderung mengabaikan hubungan-hubungan dalam produksi budaya. Apabila Marx mengklasifikasikan masyarakat dalam kelas borjuis dan proletar, maka Bourdie membaginya ke dalam kelas dominan, borjuasi kecil, dan populer. 

 

Hal ini membuat pemikiran Bourdie mampu digunakan untuk menyingkap dominasi atau praktik kuasa beragam fenomena ranah politik, budaya, akademis, kesenian, dan lainnya. 

 

Konsep habitus Bourdie digunakan oleh subjek atau aktor untuk menghadapi kehidupan sosial dengan merasakan, memahami, menyadari, dan menilai kehidupan sosial. Dalam konsep ini, habitus menghasilkan dan dihasilkan oleh kehidupan sosial, yang artinya habitus merupakan struktur yang membentuk struktur dan juga struktur yang dibentuk oleh dunia sosial, sehingga habitus tergantung pada wujud seseorang dalam kehidupan sosial. 

 

Dalam hal ini, saya akan membahas perihal penerapan seragam sekolah. Fenomena penerapan seragam sekolah pertama kali dikenalkan pada pertengahan abad ke-17 di Inggris dan merambah hingga digunakan oleh berbagai belahan dunia, termasuk Belanda. Penerapan seragam sekolah di Indonesia pertama kali diterapkan pada masa penjajahan Belanda untuk semacam penanda akan status sosial atau golongan, yaitu sebagai batas pemisah dan pembeda antara anak-anak Eropa dengan anak-anak pribumi (Sulastri & Husin, 2017: 66). Dapat dikatakan bahwa seragam sekolah pada saat era penjajahan Belanda memiliki peran sebagai pembeda kelas sosial antara anak-anak Eropa dengan anak-anak Pribumi.

 

Pada masa penjajahan Jepang, penerapan seragam sekolah dilakukan dengan tujuan displinisasi dini yang dianggap berguna untuk masyarakat Indonesia, termasuk para pelajar. Dengan ini, Jepang membangun struktur kedisiplinan melalui penerapan seragam sekolah. 

 

Bourdie juga menyebutkan terdapat kuasa simbolik yang dimiliki oleh Belanda dan Jepang. Kuasa simbolik merupakan upaya  menciptakan realitas atau membuat cara pandang terkait persepsi dan apresiasi yang bergerak pada arah yang telah ditentukan oleh pemegang kuasa simbolik (Krisdinanto, 2014: 202). 

 

Dalam hal ini, Belanda dan Jepang pada masa penjajahan mampu untuk mengubah, bahkan menciptakan realitas yang dapat diakui, dikenali, dan mampu untuk membuat masyarakat Indonesia percaya serta mengikuti cara pandang terhadap adanya penerapan seragam sekolah. 

 

Habitus juga tidak bisa dipisahkan dengan modal. Modal pada konteks pemikiran Bourdie tidak selalu dalam bentuk materi, meski modal ekonomi yang berbentuk materi, seperti mesin, tanah, dan pendapatan merupakan jenis modal yang secara mudah untuk diberikan atau diwariskan. Bourdie juga menyebutkan terdapat aspek modal lain, seperti modal simbolik, modal kultural, dan modal sosial. 

 

Modal simbolik dalam konteks ini tidak lepas dengan adanya kekuasaan simbolik. Pada hal ini, Belanda dan Jepang tentu memiliki kekuasaan simbolik terhadap Indonesia, yang ditandai dengan penerapan seragam sekolah di Indonesia. Belanda dan Jepang memiliki modal kekuasaan yang dapat membuat Indonesia mengikuti kebijakan terkait penggunaan seragam sekolah.

 

Setelah Indonesia merdeka, penggunaan seragam tetap digunakan tetapi dengan alasan yang berbeda, yaitu untuk mengurangi kesenjangan sosial. Selain itu, pemerintah Indonesia juga memodifikasi pewarnaan seragam sekolah dengan ciri khas yang mencerminkan bangsa Indonesia.

 

Referensi

Krisdinanto, N. 2014. PIERRE BOURDIEU, SANG JURU DAMAI. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun