Di antara gugur bunga sakura yang berwarna merah muda, aku tidak sengaja menangkap binar matamu yang cerah itu. Setelah perjalanan panjang tahun lalu, aku kini sadar bahwa cinta bisa begitu dekat dan sederhana. Semua bermula sejak aku mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program beasiswa S2 di negeri matahari terbit ini. Saat itu, aku terlambat karena lupa membawa dokumen kelengkapanku. Gara-gara semalam aku gugup mempersiapkan perkenalan dalam bahasa Jepang, aku jadi lupa membawa dokumen penting dan terlambat naik bus kota. Bisa ditebak, aku dimarahi dan malu dengan para mahasiswa lain di kampus baruku. Duh, semoga negaraku tidak ikut malu karena tingkahku yang ceroboh ini.
"Dasar Nayla. Kebiasaan di Indonesia masih dibawa-bawa juga sampai ke Jepang." Tawa Syahrir mengejekku ketika sedang makan di kantin kampus. Teman kecilku itu sangat beruntung karena termasuk dalam salah satu mahasiswa yang berhasil mendapatkan beasiswa S2 di sini.
"Huh namanya juga lupa. Sudahlah aku malu banget. Malah tadi perkenalanku jelek banget lagi."
"Kan aku sudah bilang pakai bahasa Indonesia saja. Mahasiswa di sini justru beberapa sedang giat belajar bahasa Indonesia."
Aku tidak mendengar omongan Syahrir lagi karena kini mataku menuju ke satu hal. Seorang cowok tampan berkacamata yang sedang sibuk membaca buku sambil memakan sushi roll. Dia manis sekali dan aku pun terkejut karena ternyata dia berada di satu jurusan yang sama denganku.
"Ah, kamu anak beasiswa itu ya? Kenalkan, namaku Misaki Haruno. Panggil saja Misaki."
"Nama saya Nayla Amalia. Panggil saja Nayla."
"Besok-besok supaya tidak gampang lupa, jangan lupa siapkan catatan kecil di tasmu. Tadi kamu lucu banget pas masuk kelas."
Huh bahkan kali ini senior baruku juga mengejekku. Namun entah kenapa aku tidak bisa kesal dengan kak Misaki. Aku justru menyukai tawanya yang renyah. Matanya yang menyipit nyaris tidak kelihatan membuatku menghangat. Meskipun aku bau keringat karena berlari tadi pagi, rasanya semua sudah terbayar sejak melihat senyum kak Misaki.
"Oh iya. Karena sekarang sedang musim panas jangan lupa pakai sunscreen dan bawa payung. Kamu tahu, di jepang saat musim panas begini bisa sangat berbahaya bagi kulit. Nih, aku masih ada beberapa sunscreen. Mau? Cuma 5000 ."
"Lah mau jualan ternyata? Maaf tidak dulu kak. Aku masih ada banyak stok sunscreen."
"Ahaha tidak apa-apa kok kalau tidak mau beli. Baiklah aku pergi dulu ya. Yoroshiku ne Nayra."
Nayla kak. Namaku Nayla. Aku hanya geleng-geleng kepala melihat kak Misaki dan baru sadar kalau ternyata beberapa orang jepang agak kesulitan membedakan huruf L dan R.
Semenjak hari itu, kak Misaki jadi makin perhatian padaku. Meskipun dia sering bilang aku ceroboh, malas serta sering tidak tepat waktu, dia sering memberiku banyak nasihat dan trik agar aku bisa cepat beradaptasi di Jepang. Aku pun menyadari bahwa bukan hanya aku yang diberikan perhatian seperti itu, namun juga beberapa mahasiswi baru yang sedang kesulitan dengan mata kuliah. Ah, mungkin aku ini sama sekali tidak spesial. Seharusnya aku lebih menjaga jarak dan seperlunya saja. Namun, satu sisi dalam hatiku merasa tidak terima. Sebab aku tahu bahwa sebenarnya dahulu kak Misaki tidak seperti ini. Dulu dia adalah orang yang dingin, tidak banyak bicara, kaku dan sering menyendiri. Aku pun mulai memperhatikan raut wajahnya. Dia sangat berbeda ketika bersamaku dibandingkan dengan mahasiswi lainnya.
Waktu berjalan cepat. Tak aku sangka sekarang sudah memasuki bulan September padahal aku merasa baru sebentar menikmati musim panas di bulan Juni lalu. Aku pun memakai pakaian musim gugur sambil membawa banyak kesemek untuk bekal di kampus. Tanpa sadar aku tidak memperhatikan kalau kantong plastik yang aku bawa berlubang. Beberapa kesemek pun jatuh terguling-guling di jalanan. Aku memungutnya menggunakan bajuku dan sudah bisa ditebak. Baju dan diriku sendiri penuh dengan noda dan bau kesemek.
"Ah, persimmon. Kamu suka banget kesemek ya?" seru kak Misaki
"Astaga kakak nggak bisa lihat apa! Aku dan bajuku bau begini. Lengket semua dan risih banget." Aku pun berlari meninggalkan kak Misaki yang kebingungan. Sebenarnya aku bukan kesal. Aku hanya sangat malu karena harus bertemu kak Misaki dalam keadaan seperti ini. Kalau saja bukan karena harus mengembalikan buku kak Misaki yang aku pinjam seminggu yang lalu, aku juga tidak mau pergi ke kampus.
"Nayra? Gomen ne. Maaf kakak tidak bermaksud menghinamu. Ini, kakak punya kaus panjang untukmu. Pakailah. Setidaknya kamu tidak akan terlalu bau dan lengket lagi."
"Aku malu banget kak. Maaf kalau aku bau kesemek. Kakak pasti benci karena aku sudah mempermalukan kakak."
"Bau kesemek itu enak kok. Kamu kelihatan sangat menghargai musim gugur. Aku juga suka buah kesemek. Menurut kakak kamu harum kesemek. Bukan bau kesemek."
Ah kak Misaki, kamu benar-benar cowok yang baik. Aku yang tadinya hampir menangis kini mulai tersenyum kembali. Lama kelamaan perasaan kagumku mulai berubah. Aku merasa ada suatu tunas yang sedang tumbuh dalam hatiku. Bayanganmu seolah tidak mampu aku lepaskan dari pikiranku. Mungkin inilah hal yang sering dibilang orang-orang sebagai perasaan paling indah. Perasaan jatuh cinta pertama.
Sebagai seorang gadis yang tidak pernah pacaran, aku kini merasa sangat bahagia bisa dekat dengan seorang lelaki yang baik hati, pintar dan manis. Aku semakin kagum dengan kak Misaki. Terkadang dia mentraktir aku makan dan memberikan aku hadiah kecil. Dia juga banyak bertanya tentang apa yang sebenarnya disukai oleh seorang perempuan. Aku menjadi sangat percaya diri.
"Hei Nayla! Kamu gila ya? Aku rasa kamu terlalu terburu-buru."
"Aku sudah cukup yakin Syahrir. Aku rasa aku harus bisa maju duluan. Lagipula, aku takut nanti Kak Misaki direbut perempuan lain kalau aku tidak gerak cepat."
"Kamu yakin? Nayla, Dia mungkin saja tidak sebaik yang kamu pikirkan."
"Kamu ini ya. Kak Misaki itu orang yang sangat baik."
Meskipun aku kesal, aku pun menuruti nasihat Syahrir. Sebagai sesama orang Indonesia, aku merasa nasihat Syahrir tidak ada salahnya di coba. Apalagi untuk sesama laki-laki, Syahrir pasti sangat tahu akan hal ini. Aku menahan egoku dan berusaha untuk mengenal kak Misaki kembali setidaknya sampai masuk awal musim dingin.
Semuanya sia-sia. Seandainya aku tidak pernah melakukannya aku pasti tidak akan merasa sakit hati seperti ini. Aku ini bodoh karena terlalu percaya pada diriku sendiri. Di bawah pohon bersalju, aku menyatakan perasaanku yang meluap. Yang aku dapatkan bukan pelukan hangat atau elusan lembut. Melainkan sebuah kalimat yang menghujam hatiku.
"Gomen ne Nayra. Aku sudah menganggap kamu seperti adikku sendiri. Lagipula sebentar lagi kakak akan menikah. Kakak sudah bertunangan."
"Benarkah kak Misaki? Aku... Aku yang harusnya minta maaf karena mengganggumu. Aku hanya ingin mengutarakan perasaanku. Maafkan aku kak. Semoga kakak bahagia."
Aku pun berlari. Salju yang turun dan dinginnya udara musim dingin seolah mewakili perasaanku. Seharusnya aku tidak terlalu percaya diri dan mencari tau lebih dalam. Kalau saja kita tidak pernah saling mengenal, aku pasti tidak akan sakit hati karenamu.
"Nayla?"
"Buat apa kamu ke sini? Kamu senang melihat temanmu ini terlihat sangat bodoh!"
"Padahal sudah sejak lama aku ingin bilang padamu. Kak Misaki itu sudah punya tunangan. Dia akan punya seorang adik ipar perempuan. Karena dia anak tunggal, kak Misaki jadi agak bingung bagaimana cara bersikap terhadap adik iparnya."
Jadi maksudnya selama ini aku hanya dijadikan percontohan baginya? Ah, dasar Nayla bodoh! Seharusnya aku sadar saat beberapa orang menatap kasihan padaku.
"Kenapa kamu tidak pernah bilang?"
"Kamu tahu, sangat sulit untuk menasihati orang yang sedang jatuh cinta. Apapun yang aku katakan mungkin akan kau tolak. Aku tidak mau dibenci olehmu."
Butiran salju terus turun. Kamu memayungi aku dan tersenyum tipis. Senyuman yang sangat indah. Sejenak aku mampu menghentikan tangisku. Akhir tahun ini aku mungkin kehilangan cinta. Namun perlahan aku menyadari bahwa sepertinya diriku sudah terlalu jauh berlari. Sehingga tidak sadar bahwa selama ini cinta sudah berada begitu dekat denganku.
"Maaf ya, tadi antriannya panjang banget. Nih es krim punyamu. Rasa mint cokelat kan?"
"Ah iya. Kamu rasa stroberi vanila?"
"Iya dong biar mirip bunga sakura. Coba lihat benar kataku bukan? bagus kita putuskan untuk melihat sakura hari ini."
Sakura yang berguguran di musim semi terlihat indah, cantik dan lembut. Namun aku rasa kamu yang membuatnya menjadi semakin bermakna. Terima kasih karena selalu ada untukku. Syahrir Adinata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H