"Ah... Dasar manja. Kalian tidak fokus belajar karena kalian memang bodoh. Sudahlah aku mau pulang duluan saja. Dadah." Tanpa rasa bersalah sedikit pun, Jefri pergi menenteng tasnya dan bolos pelajaran.
"Hiiih... Kesel, kesel, kesel banget...." ujar Raya gemas sambil meremas-remas guling di kamarnya.
"Loh Raya, kenapa sayang? Habis pulang sekolah kok wajahnya cemberut gitu?" tanya mama yang heran melihat wajah Raya yang kelihatan sangat kesal.
"Si Jefri ma! Mentang-mentang anak kota, terus kaya, terus penampilannya lebih keren dari kami, dia jadi sombong. Gara-gara dia suasana kelas kami jadi tidak enak. Padahal sebelum dia datang kelas kami sangat nyaman dan tentram."
Mama hanya tersenyum sembari mengelus kepala Raya. "Oh begitu. Kalau Bu Ranti bagaimana? Apa yang dia lakukan ketika melihat tingkah Jefri?"
"Bu Ranti juga sudah berulang kali menegur Jefri ma. Hanya saja akhir-akhir ini Bu Ranti diam ketika Jefri ribut di kelas."
"Menurut mama mungkin menurut Bu Ranti dengan mendiamkan Jefri, dia akan lelah sendiri dan berhenti. Raya bantu doa juga ya. Semoga Jefri segera berubah menjadi lebih baik."
"Loh kok doanya begitu ma?"
"Iya sayang. Kalau kita mendoakan yang baik-baik kepada orang lain, maka nanti kebaikan itu juga akan sampai kepada kita. Bicaralah yang baik atau diam."
Meskipun tidak mengerti Raya berdoa sesuai saran mama. Dia berharap Jefri berhenti bertingkah buruk dan mau belajar menjadi teman yang baik.
Keesokan harinya, Raya pergi sekolah dengan berjalan kaki seperti biasa. Tanpa sengaja dia melihat seorang anak yang kelihatannya terluka di pinggir jalan. Segera Raya berlari mendekat untuk membantu anak itu.