Mohon tunggu...
Inong Islamiyati
Inong Islamiyati Mohon Tunggu... Penulis - Gadis pemimpi dan penyuka anime

See the world with a different style and finding happiness

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah tentang Sampah

17 September 2023   07:00 Diperbarui: 17 September 2023   07:05 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagaimana caramu menegur orang yang keras kepala? Dengan nada lembut, dengan nada keras atau dengan tindakan. Banyak orang yang baru menyadari dampak dari kegiatan yang dia lakukan, setelah hal itu menyebabkan kerugian baginya. Kalau dia merugi baru dia sadar bahwa tindakannya adalah sebuah kebodohan.

Aku ini hanya sebuah benda yang kotor. Kebanyakan orang pasti menghindar karena bau busuk yang menguar dari tubuhku. Aku adalah sisa dari benda yang kalian pakai. Kulit pisang, bekas botol kecap, kulit telur, atau bekas tempat minum kemasan yang kalian beli. Aku sering terabaikan dan kalian menamakan aku seenaknya dengan nama "Sampah."

Kalian sendiri membuat rumah untukku yang kalian bilang tempat sampah. Seharusnya itu rumahku, tetapi kalian sendiri yang mengingkarinya. Aku tidak selalu berada di sana. Aku bisa ada di pinggir jalan, di dalam selokan, atau di luar tempat sampah meski tempat sampah sendiri ada di dekatku. Kalian terlalu malas. Slogan yang berkata "Buanglah sampah pada tempatnya" hanya sebuah janji palsu belaka. Tidak ada artinya lagi karena kalian sendiri yang mengingkarinya.

Tetapi membuang diriku di sembarang tempat bukanlah hal yang paling parah. Ada orang, yang dengan sifat egoisnya membakar sampah di depan rumahnya. Asap hitam menyebar dan membuat para tetangga sekitar mengutuk orang ini. Aku heran. Padahal selalu aku lihat sampah-sampah lain diangkut dan dibawa oleh seseorang dengan gerobaknya. Melewati rumah ke rumah. Tetapi rumah yang satu ini, lebih suka membakar sampah karena katanya membakar sampah lebih praktis dan cepat. Memang benar, tetapi sangat merugikan orang banyak.

"Mama, kok Bu Ida tetangga sebelah rumah kita suka banget bakar sampah sih? Kata guruku di sekolah sampah itu tidak boleh dibakar. Lebih baik diberikan ke tukang sampah atau dikubur saja."

Omongan anak kecil yang aku dengar itu benar. Bahkan anak kecil saja tahu bahwa membakar sampah sangat merugikan. Banyak orang yang sudah mengeluhkan kebiasaan Bu Ida karena suka membakar sampah pada Ketua RT setempat. Tetapi ketua RT selalu pura-pura tidak mendengar. Maklum, Bu Ida adalah sahabat karib kepala RT sejak zaman SMP. Dari masa mereka masih senang bermain monopoli sampai rasanya masih senang bermain juga, mereka selalu kompak. Keluhan warga hanya ditanggapi dengan senyum dan tawa. Ketua RT hanya selalu berjanji akan menegur sembari duduk di kursi terasnya dengan perut yang semakin membuncit.

Kenapa aku yang hanya sebuah sampah bisa tahu hal semacam ini? Orang keras kepala ini, selalu menjadi bahan gosip para ibu-ibu di tukang sayur karena sifatnya. Dia menutup telinga setiap kali ada yang menasihatinya. Hanya karena dia merupakan orang yang sudah lama tinggal sejak dulu di kampung ini, dia menjadi sombong dan merasa berhak melakukan apa pun semaunya.

Sebagai sampah, aku sudah bertemu dengan berbagai macam manusia. Ada yang egois dengan membakarku sesuka hati, ada yang membuangku sembarangan. Namun, jika aku beruntung aku bisa bertemu dengan mereka, para manusia yang baik. Mereka adalah orang yang peduli dengan lingkungan terutama sampah seperti aku. Mereka membedakan kami, para sampah menjadi sampah organik, anorganik, serta Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

Sampah organik seperti sisa makanan, daun kering, sayuran, kotoran hewan, dimanfaatkan untuk bahan pembuatan pupuk tanaman, seperti pupuk kompos dan pupuk kandang. Sebagai sampah yang dulu terbuang, bisa membantu tanaman untuk tumbuh adalah hal yang membahagiakan.

Kedua sampah anorganik adalah sampah yang sukar membusuk. Sampah ini tidak bisa dijadikan kompos seperti sampah anorganik tadi. Misalnya, botol kaca, plastik kemasan, kaleng bekas, besi berkarat, dan lain sebagainya. Apabila tertimbun di tanah dalam waktu yang lama, berpotensi menyebabkan kerusakan unsur-unsur tanah tersebut. Sehingga, hewan atau tumbuhan yang notabene bertempat tinggal di dalam tanah, lama-kelamaan akan hilang. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya lapisan tanah yang gersang, bahkan tidak subur. Tetapi orang-orang baik ini, bisa menjadikan kami berguna juga. Mereka memanfaatkan sifat kami yang keras untuk diolah menjadi bahan baru. Seperti prakarya untuk anak-anak, hiasan, atau barang jadi kembali dan dimanfaatkan untuk kegiatan mereka sehari-hari. Kami tidak berakhir di tempat sampah. Kami bisa kembali menjadi barang baru dengan ide kreatif kalian. Untuk hal itu, kami para sampah sungguh berterima kasih.

Sampah terakhir adalah sampah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Jenis sampah B3 seperti cairan pembersih kaca/jendela, pembersih lantai, penggilap kayu, pengharum ruangan, pemutih pakaian, detergen pakaian, pembasmi serangga, batu baterai, dan lain-lain. B3 adalah sampah yang mengandung zat beracun. Sampah jenis ini sangat berbahaya dan secara langsung maupun tidak dapat merusak kesehatan dan lingkungan. Maaf, walau ada dari kami yang bisa bermanfaat, tetapi ada juga yang tidak. Tetapi ingat, kami para sampah hanya sisa dari kegiatan kalian.

"Ayo peduli sampah! Ayo jaga kebersihan lingkungan kita."

Para pemuda yang peduli lingkungan menyuarakan kepada setiap orang yang mereka temui untuk lebih peduli terhadap masalah sampah. Mereka berkeliling sampai akhirnya ke rumah itu. Rumah orang yang suka membakar sampah. Padahal perkataan para pemuda itu sudah lembut dan sopan. Namun, kepedulian mereka hanya dibalas dengan keangkuhan yang hakiki.

"Aku bakar sampahku di pekarangan rumahku sendiri, jadi terserah aku."

"Tapi Bu, membakar sampah itu merugikan banyak orang. Bisa masuk ke rumah para tetangga ibu dan dan mengganggu anak-anak. Ibu tega sama mereka. Kita buang sampah pada tempatnya ya Bu. Kenapa harus dibakar?"

"Malas. Sampah ini bau dan menjijikkan. Lebih baik dibakar saja supaya cepat selesai. Kalau anak tidak suka asap, tinggal suruh anak-anak pakai masker saja kan beres!"

"Tetapi Bu..."

"Oh iya saya baru ingat. Kalian ini para anak muda yang sering buat konten itu bukan? Halah kalian pasti cuma cari perhatian. Pakai slogan sok peduli lingkungan terus di pos ke sosial media supaya dilihat semua orang. Dasar munafik!" Wanita itu berlalu dan masuk kembali ke rumahnya. Para pemuda itu hanya bisa mengelus dada. Mereka lalu memadamkan sampah yang terbakar itu dan membawa sampah yang berserakan ke dalam kantong sampah yang sudah mereka bawa. Aku paham bahwa beberapa manusia angkuh dan tidak mau mendengar saran orang lain. Biarkan saja dia, nanti dia pasti akan mendapatkan karma atas tindakannya sendiri.

Karma tersebut akhirnya datang juga. Suatu malam terjadi kehebohan besar. Rumah Ibu Ida yakni orang yang suka membakar sampah itu terbakar. Bu Ida meminta tolong pada semua orang namun semuanya diam saja. Seolah inilah hal yang mereka nanti. Meski dia menangis, meraung dan marah, tidak ada seorang pun yang membantunya. Rumahnya habis terbakar dan anehnya hanya rumah dia saja. Warga lain yang juga tinggal di sekitar rumah itu sangat beruntung. Rumah mereka aman saja. Hanya sedikit asap yang menyeruak masuk ke dalam.

"Ini adalah hasil perbuatanmu sendiri karena suka membakar sampah sembarangan dan merugikan banyak orang. Sekarang kamu baru sadar bukan betapa buruknya perilakumu terhadap kami semua?"

"Iya, kalau tidak terjadi hal seperti ini kamu pasti akan terus membakar sampah. Kami semua jadi sesak napas gara-gara asapmu itu."

Aku lihat Bu Ida menunduk dan mulai menyesali perbuatannya. Dia berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi. Untuk sementara, wanita itu tinggal di kamar kecil yang ada di Musala kampung sambil berusaha belajar mengubah kebiasaan buruknya.

Apa kalian tidak penasaran kenapa aku seolah tidak pernah pergi dari kampung ini? Aku adalah sampah. Tetapi berkat ide kreatif kalian aku menjelma menjadi sebuah barang berguna. Aku adalah lampu jalan dari botol plastik yang bertengger di tiang listrik kampung ini. 

Profil penulis

Dokumen Pribadi 
Dokumen Pribadi 

Inong Islamiyati. Seorang penyuka kucing, animasi dan film. Mulai tertarik dalam dunia kepenulisan dan literasi. Berharap bisa menghasilkan tulisan yang bermanfaat dan dibaca oleh banyak orang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun