Saya termasuk ibu-ibu yang suka ngirit. Termasuk juga dalam hal memilih alat transportasi. So, kereta api sering jadi pilihan saya, karena murahnya.
Seperti kemarin, saat saya harus menuju ke Surabaya, maka sebuah kereta api bertenaga diesel yang bernama KOMUTER, jadi pilihan. Tarifnya murah abis. Hanya Rp.3.500,- jauh dekat. Dari kota saya, Mojokerto, sampai ke Surabaya, ya hanya keluar duit Rp. 3.500,- itu.
Tapi, yang memilih untuk beririt-irit ria ternyata tidak hanya saya. Ditambah saat ini sedang dalam masa liburan sekolah, maka penumpang kereta KOMUTER kemarin sangaaaatt... banyak. Sementara tentu saja kapasitas tempat duduk di kereta tersebut terbatas.
Jadilah, banyak sekali terlihat penumpang yang harus berdiri, atau duduk bergerombol di pintu masuk otomatis yang rusak dan tidak dapat lagi ditutup. Termasuk saya, yang harus berdiri selama perjalanan karena tidak kebagian kursi.
Sebenarnya ini bukan pengalaman pertama saya, tidak kebagian tempat duduk di kereta api.
Dulu, saat saya masih tinggal di ibukota, kejadian seperti ini sering sekali saya alami di KRL. Kereta listrik yang jadi langganan jika harus kemana-mana. Alasannya ya, sama juga. Ngirit dan cepat.
Cuma memang kalau hari libur atau saat pekerja pulang dan pergi kerja, KRL jadi sangaaat... sangaaat sesak.
Belum lagi kalau harus mudik ke Jawa (padahal Jakarta juga di Jawa, ya?) naik kereta api ekonomi. Oh Em Ji... meranaaa... rasanya T_T. Melihat orang-orang yang memenuhi seluruh gerbong hingga ke WC yang super duper bau. Hampir tidak ada celah sedikit pun di kereta api ekonomi, saat waktu mudik lebaran tiba.
Bahkan, di bawah kursi sekali pun, ada manusia yang menggelar koran dan tidur, atau sekedar tidur-tiduran, membunuh waktu biar tidak terasa lamanya perjalanan ke kampung halaman.
Hebatnya lagi, dalam situasi penuh sesak yang amat sangat seperti itu, yang namanya penjaja asongan tidak menyerah untuk mondar-mandir melangkahi manusia-manusia di dalam gerbong untuk menawarkan barang dagangan mereka. Memang SUPEEERR.... sekali alat transportasi yang namanya Kereta Api di Indonesia ini.
Hmm... Kadang sempat terpikir juga. Apa kereta api tidak mempunyai batas maksimal penumpang, ya? sehingga tiket terus saja dijual, walaupun jumlah penumpang sudah membludak.
Atau karena harga tiket yang murah, hingga membuat biaya operasional kereta api tidak mungkin ter-cover, kecuali dengan menerima penumpang sebanyak mungkin? serta tidak memikirkan kenyamanan (boro-boro nyaman) dan keselamatan penumpangnya?
Ataukah penumpang-seperti saya-yang bandel? sudah tahu batas maksimal penumpang kereta sudah limit, masih nekat maksa-maksa petugas tiket untuk menjual tiket pada mereka? (keknya agak nggak mungkin, ya?)
Ya, bagaimana pun, kereta api tetap jadi transportasi yang saya pilih. Juga sebagian besar masyarakat Indonesia. Tentu karena murah, dan praktisnya.
Apapun keadaannya... Apapun resikonya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H