Mohon tunggu...
INOCENSIUS Y. NG.
INOCENSIUS Y. NG. Mohon Tunggu... Lainnya - Bergerak menuju perubahan

Pemuda Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pilkada 2024 dalam Balutan Politik Uang

11 Agustus 2024   17:17 Diperbarui: 11 Agustus 2024   17:20 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto:penulis

Sehingga kemudian genaplah, defenisis demokrasi sebagai pemerintahan rakyat (dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat). Secara normtif, demokrasi itu terus dituntut menyerahkan kekuasaaan itu kepada rakat atau demos.

Sebagaimana disampaikan oleh Abraham Lincoln (1863) bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat,oleh rakyat dan untuk rakyat (government of the people, by the people and for the people) bahwa dalam pandangan Lincoln demokrasi melibatkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan mengutamakan kepentingan rakyat.

Joseph Schumpeter (1942) juga mendefenisikan demokrasi sebagai sebuah system pergantian kekuasaan secara damai dan berkala karena parah peserta pemilu berkompetisi untuk merebut dukungan pemilih.

Hal ini tentu saja mustahil dilakukan ketika pertarungan dalam demokrasi electoral, kompetisi politis ternayata digerakan oleh politik transaksional dengan wajib pilih dan kemudian legitimasi demokrasi kian runtuh.

FENOMENA

Masih segara dalam ingatan kita terkait kasus dikampung Rura, Desa Rura, Kecamatan Reok Barat, Kabupaten Manggarai, dimana tim sukses salah satu calon legislatif yang diduga dari partai nasdem meminta warga kembalikan babi dan uang sejumlah Rp 150.000 karena tidak ada suara caleg tersebut dikampung tersebut.

Kasus ini kemudian terungkat seusai pemilu berlangsung, saat tim sukses dan wajib pilih bersiteru. Hinggi kini, kasus itu masih diproses oleh Centra penegakan hokum terpadu (Gakumdu) Kabupaten Manggarai.

Jika dilihat menurut Nicher yang dikutip Burhanuddin Muhtaddi dalam buku Kuasa Uang: politik uang dalam pemilu pasca oer baru (Muhtadi,2020:10) salah satu kasus diatas merupakan klientelismes atau relasi kuasa electoral dimana distribusi imbalan material kepada pemilih hanya dilakukan pada saat pemilu berlangsug. Artinya hubunganitu dibangun untuk kepentingan politis selama masa pemlu.

Karena itu, hemat pemikiran saya perlu sekiranya ditelisik lebih jauh alasan yang mungkin sehingga politik uang tersebut tumbuh subur saat pemilu. Yang pertama bahwa satu kasus tersebut diatas diperilihatkan kepada public bahwa politik uang selalu beroperasi dan menyasar masyarakat menengah kebawah. Kemudian ruang-ruang tersebut akan di isi dengan upaya menawarkan sejumlah uang sebagai alat tukar ata pilihan politik disaat masyarakat dalam keadaan mendesak merasa perlu mendapatkan uang sebagai penukar suara politiknya.

Yang kedua, bahwa tingkat pendidikan yang minim adalah pintu gerbong masuknya politik uang. Kasus diatas adalah gambaran keterbatasan pengetahuan masyatakat kita tentang politik electoral. Hal yang kemudian disoroti adalah kurangnya keberpihakan partai-partai politik untuk mendorong keasadaran politis masyarakat. Justru kemudian partai-partai politik membiarkan organ-organya melakukan kecuragan ditengah kompetisi dalam partai politik untuk mendulang suara. Dan yang ketiga adalah sulitnya membangun hubungan emosional-psikologis yang menjadikannya sebagai modal social.

SARAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun