Mohon tunggu...
Innnayah
Innnayah Mohon Tunggu... Insinyur - Calon Sinematografer

www.innnayah.com | www.cinematic.id | www.pekalonganku.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama FEATURED

Pantai yang Hilang dan Desa Tenggelam Akibat Banjir Rob

15 Desember 2020   04:52 Diperbarui: 25 Mei 2022   06:01 1136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menembus banjir rob (Dokumentasi pribadi)

"Pintunya pendek sekali" celetuk saya ketika melihat rumah-rumah di sepanjang pesisir pantai Pekalongan.

Desa-desa di sini tenggelam perlahan-lahan, kadang mengganas kadang tanpa terasa. Memaksa penghuninya tetap bertahan dengan meninggikan rumah atau hengkang dari tanah kelahiran.

Ketika saya masih kecil, pedesaan tersebut adalah tambak dan sawah. Namun sekarang, yang tersisa rumah-rumah dengan bentuk tak biasa atau malah ambruk kosong ditinggal penghuninya.

Narasi mengenai banjir rob seringkali disertai dengan kata 'bencana'. Sehingga seolah kita cukup berserah saja. Padahal fenomena lingkungan hidup ini sebenarnya bukan hanya karena kehendak alam, namun ada campur tangan manusia di dalamnya.

Apa sih banjir rob?

Banjir rob merupakan genangan air pada bagian daratan pantai yang terjadi pada saat air laut pasang. Banjir rob menggenangi bagian daratan pantai atau tempat yang lebih rendah dari muka air laut.

Banjir rob menjadi ancaman yang terjadi pada hampir setiap datangnya musim penghujan di daerah pesisir pantai. Tidak hanya berdampak pada kerusakan infrastruktur dan sarana wilayah, namun juga pada sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Pola hidup sehat warga masyarakat di sana juga perlu mendapatkan perhatian. 

Banjir Rob di Pekalongan

Kampung halaman saya Pekalongan, daerah yang memiliki permasalahan banjir rob. Pekalongan merupakan waterfront city yang berhadapan langsung dengan Laut Jawa dengan penduduk yang padat.

Penggenangan banjir rob yang terjadi hampir setiap hari dengan durasi waktu genangan 3-5 jam. Bencana banjir rob yang diikuti dengan fenomena kenaikan muka air laut dan penurunan muka tanah berpotensi memperluas daerah tergenang banjir rob.

Umumnya wilayah pesisir Pekalongan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lahan budidaya tambak. Namun genangan banjir mengakibatkan lahan tambak mengalami kerusakan dan penurunan produktivitas. Kondisi perairan di muara sungai menjadi tercemar akibat adanya genangan banjir. 

Saya tidak akan cerita dengan Bahasa yang sulit dimengerti, sebab yang saya inginkan kalian yang membaca tulisan ini paham dengan apa yang sebenarnya terjadi. Kenaikan muka air laut mungkin memang susah kita kendalikan, namun bagaimana dengan penurunan muka tanah? Bukankah ini sebenarnya ada campur tangan manusia secara langsung?

Penurunan Muka Tanah

Menurut jurnal yang saya baca, hasil penelitian terbaru pada tahun 2020 menunjukan rata-rata penurunan muka tanah di kecamatan Pekalongan Utara, Pekalongan Barat, Pekalongan Timur, dan Pekalongan Selatan secara berurutan sebesar 24,13 cm/tahun, 22,83 cm/tahun, 21,94 cm/tahun, dan 20,40 cm/tahun.

Semakin mendekati pantai laju penurunan tanah semakin besar karena lapisan tanah di daerah pantai merupakan lapisan tanah yang terus mengalami konsolidasi/pemampatan. Laju penurunan tanah tertinggi adalah pada kelas penggunaan lahan untuk pemukiman dengan persentase 50,53%. 

Kondisi gang di Pekalongan Utara sata rob (Dokumentasi pribadi)
Kondisi gang di Pekalongan Utara sata rob (Dokumentasi pribadi)

Angka yang cukup mengerikan. Bahkan ada kalimat jokes yang menyatakan "Harga tanah di Pekalongan semakin tinggi. Sebab tanahnya makin lama makin engga ada".

Dengan permodelan, pada tahun 2020 ini sekitar 7.771 rumah terdampak banjir rob. Diperkirakan 29.808 rumah akan terdampak pada dekade mendatang.

Solusi

Saya mengamati apa yang terjadi, bagaimana di beberapa titik ada mangrove maupun pohon cemara. Orang awam mungkin mengira itu hanya buat adem-adem saja atau malahan untuk berwisata.

Perlindungan akan bahaya banjir pesisir secara alami dapat dilakukan dengan melakukan penanaman kembali vegetasi mangrove. Mangrove secara alami dapat melindungi pantai dari abrasi dan banjir pesisir.

Bagaimana dengan pembuatan tanggul yang konon menyedot dana besar? Hasil penelitian yang dilakukan para ahli menunjukan bahwa tanggul bukanlah solusi utama. Tanggul dapat mengalami penurunan muka tanah juga, sehingga air laut bisa melewati tanggul (overtopping). Selain itu, potensi tanggul bocor dan jebol bisa terjadi.

Membiarkan alam bekerja tanpa menyadari kita punya andil dalam kerusakan bukanlah keputusan yang baik, apalagi kita bersembunyi di balik kata "bencana".

Semoga tulisan ini menyadarkan saya, yang masih banyak egoisnya ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun