Mohon tunggu...
Innaka Dwi Citra
Innaka Dwi Citra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Muda Inspiratif Indonesia
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Muliakan Masa Mudamu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Pemuda dalam Merajut Bhinneka Tunggal Ika

19 Oktober 2021   18:01 Diperbarui: 19 Oktober 2021   18:08 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kajian Teori Sosiologi Pemuda dalam Perspektif Teori Struktural Fungsional


Ketika kita mendengar Bhinneka Tunggal Ika, siapa yang tak kenal dengan semboyan bangsa kita ini? Sebuah frasa semboyan bangsa yang  jelas telah mendarah daging dalam benak sanubari setiap masyarakat Indonesia.

Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan Sebuah semboyan yang digunakan untuk mempersatukan bangsa Indonesia dari berbagai pulau suku dan budaya. Semboyan dengan berlandaskan konsep keberaagaman ini lahir dari bahasa sangsekerta pada masa Kerajaan Majapahit dan dengan jelas semboyan yang digunakan untuk mempersatukan nusantara.

Akan tetapi, bagaimana nasib semboyan Bhinneka Tunggal Ika di zaman dan era  yang semakin majemuk dan milenia ini.  Negara kita   bukan lagi didiami oleh satu atau dua agama, kelompok, ras, etnik atau suku saja seperti pada masa lahirnya "Bhineka Tunggal Ika tan Hana Dharma Mangrwa" pada masa itu? Masihkah kita  mempertahankannya? 

Tentunya tidak hanya sebatas lisan semata,  tetapi dihayati, diresapi, dan diimplementasikan dalam tindakan kita sehari-hari. Terlebih kita tahu bahwa  tahun 2019 lalu kita sebut sebagai tahun politik. Isu agama, suku, ras, agama mewarnai panggung politik negeri.

Ini mungkin sebuah pertanyaan retoris yang menjemukan. Sudah sering kita mendengarkan bahkan kita pun sampai bosan. Tapi,  apakah kita pantas merasa bosan bila jawaban konkretnya yang  terjadi di lapangan untuk saat ini, tentu saja Tidak.

Karena setiap hari ada saja tersiar kabar konflik saling menyerang antaragama, kelompok-kelompok radikal yang terus mengehembuskan teror-teror mengadu domba untuk saling menyerang. Ekspolitasi isu terkait agama, ras, suku dan antar golongan (SARA) tak menjadi sarapan di pagi hari.

Seringkali kita mendengar berita terjadi Konflik kesukuan diberbagai daerah, tentu hal ini merupakan persoalan yang sangat mengkhawatirkan di Indonesia. 

Keharmonisan dalam masyarakat seakan-akan terancam oleh keberagaman budaya yang dimiliki oleh Indonesia, hal yang seharusnya menjadi kebanggaan berubah menjadi sesuatu yang membahayakan, terutama bagi masyarakat multikultural (masyarakat majemuk) di negeri ini.
Seperti pepatah yang mengatakan "berdiri sama tinggi, duduk sama rendah". 

Penulis sangat yakin,  tidak ada satupun  golongan yang paling indah di antara suku, agama, bahasa, maupun ras. Karena semua itu sejatinya adalah kekayaan bangsa yang luhur  dan adi luhung. 

Penulis meyakini bahwa  semuanya menjadi paling  indah  jikalau adanya kehidupan yang  harmonis dan sikap tolerasi di tengah perbedaan dan keberagaman bangsa ini.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Toleransi Yang Tertanam


Sejatinya, sikap toleransi potensi sikap toleransi sudah ada sejak bangsa ini lahir dan hidup mengakar  pada masyarakat indonesia. Sayangnya, potensi tersebut kerap menyusut dan terjadi pasang surut saat provokasi  disulut oleh oknum oknum  yang tidak bertanggung jawab juga suara yang tidak terjaga.


Toleransi dikemas dalam peradaban budaya. Toleransi dibina dan diperkuat dalam bingkai persamaan dan persatuan bangsa. Karakter ini sangat cerdas dibiasakan, terlebih dalam lingkungan pendidikan.

Pendidikan merupakan sektor penting dalam usaha-usaha konservasi nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika pada generasi muda yang sangat fenomenal ini. Sebab, dengan adanya implementasi nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika pada generasi muda melalui pendidikan sejatinya kita telah mempersiapkan generasi penerus bangsa yang jauh lebih kompeten  untuk terjun dalam kehidupan  bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang plural ini.

Jika kita ingat kembali bagaimana Teori Struktural Fungsional mengkaji suatu masyarakat, Dalam perspektif teori fungsional struktural ini masyarakat dipandang sebagai suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. 

Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Pendekatan fungsional menganggap masyarakat terintregrasi atas dasar kata sepakat anggota anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu. Masyarakat sebagai sistem sosial, secara fungsional terintregrasi ke dalam suatu bentuk ekuilibrium.

Begitupun dengan peran pemuda di Indonesia, Sudah seharusnya setiap dari pemuda diharapkan  memilki imunitas dan pengetahuan serta wawasan yang luas tentang kebhinekaan sehingga tidak mudah goyah, dan tersulut oleh isu-isu  yang berbau provokasi dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Di sisi lain, implementasi  nilai nilai Bhineka Tunggal Ika melalui pemuda juga dapat menumbuhkembangkan sikap dan arti pentingnya nasionalisme dibandingkan sikap egoisme kelompok yang selama ini dibungkus atas dasar "solidaritas".  Solidaritas melahirkan persatuan.

Kata solidaritas yang selama ini telah membius sebagian masyarakat Indonesia  untuk berbuat lebih nekat ketika sebuah gesekan akibat perbedaan pendapat, pandangan, dan lain-lain yang berujung pada  konflik.

Pemuda merupakan generasi penerus bangsa, dan seiring berjalannya waktu generasi pasti akan berganti. Sehingga menjadi penting bagi seluruh pihak untuk memastikan terjaganya moralitas dan nilai-nilai pancasila dalam diri pemuda.

Peran pemuda dalam merajut bhineka tunggal ika dapat di lihat jika saat ini kaum pemuda tidak kurang kualitasnya dibangdingkan pemuda pada masa kolonial, karena pemuda saat ini memiliki buah pemikiran yang lebih matang terkait konsep-konsep ilmu pengetahuan yang terus berkembang dari seluruh dunia. Selayaknya warga negara yang berpegang teguh pada nilai-nilai sumpah pemuda dan Pancasila. Kaum pemuda dapat menginisiasi gerakan-gerakan untuk memperkuat nilai-nilai kebangsaan sebagaimana pencapaian pendahulu mereka. Memahami kondisi sosial masyarakat yang haus akan nilai-nilai moral dan persatuan.

Generasi muda memiliki semangat yang besar, pemikiran yang kritis, idealis, kreatif dan lebih siap bertahan dalam menghadapi perkembangan teknologi global.

Sebagai generasi yang kelahirannya bersamaan dengan perkembangan teknologi, pemuda saat ini seharusnya mampu memanfaatkan kemajuan teknologi untuk kepentingan yang membangun diantaranya menyebarkan pikiran-pikiran positif melalui media-media online dengan membuat karya tulisan yang ilmiah serta meredusir isu-isu propaganda yang berpotensi menimbulkan perpecahan.

Terlebih saat ini pemberitaan melalui media online sering dipengaruhi oleh isu-isu hoax yang belum di klarifikasi kebenarnya. Hal ini merupakan peran pemuda dalam mengkontra penyeban isu tersebut atau cukup dengan tidak menerima isu yang tidak kredibel begitu saja.

Dengan begitu pemuda memegang peran penting dalam merajut Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan bermasyarakat yang dapat diupayakan melalui kegiatan-kegiatan yang melibatkan pemuda dari berbagai daerah. Pemuda juga diharapkan tetap terus menempa dirinya menjadi pribadi-pribadi yang memiliki kematangan intelektual, kreatif, percaya diri, inovatif, dan memiliki kesetiakawanan sosial dan semangat pengabdian terhadap masyarakat, bangsa dan negara yang tinggi. 

Pemuda sebagai garda terdepan dalam proses perjuangan, pembaruan dan pembangunan bangsa, diharapkan mampu mempertahankan dan mengisi kemerdekaan yang telah di raih selama ini.

Sehingga Meskipun perkembangan zaman terus berjalan, namun Bhineka Tunggal Ika Di Indonesia Mesti harus dipegang erat makna semboyannya.

Oleh : Innaka Dwi Citra Mayshara_1405619008
(Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta)

Sumber Referensi:
Agung, D. A. G. (2018).
KEBHINEKAAN: SEBUAH
RETORIKA?. Sejarah dan
Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya,
dan Pengajarannya, 12(1), 19-29.

Maksum, H. (2016). PERAN
PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN DI
ERA GLOBALISASI DALAM
MENUMBUHKAN
SEMANGAT NASIONALISME.
PIONIR: Jurnal Pendidikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun