Disusun Oleh: Innaka Dwi Citra Mayshara_1405619008_Mahasiswa Pendidikan Sosiologi
 Fakultas Ilmu Sosial_Universitas Negeri Jakarta
   Dunia masih dihantui oleh bayang bayang pandemi Covid-19. Situasi yang diharapkan berkurang, justru semakin bertambah pesat. Saat ini Kasus Covid-19 harian kembali tembus rekor setelah sebelumnya 20.000 sehari di Kamis (24/6), kini data terbaru dari Satgas Covid-19 berdasarkan rekapitulasi Kementerian Kesehatan, Sabtu (26/6/2021), mencatat kasus harian bertambah 21.095 orang.
   Dengan demikian total kasus Covid-19 di Indonesia sejak pertama kali terdeteksi Maret 2020 hingga saat ini mencapai 2.093.962 orang. Sementara Data Kementerian Kesehatan pada Sabtu, 27 Juni 2020 pukul 12.00 WIB, mencatat, data positif bertambah 21.095, kasus sembuh juga bertambah 7.396 menjadi 1.842.457 orang. Adapun kasus meninggal dunia hari ini bertambah 358 orang menjadi total 56.729 orang. Â
     Tentu Masyarakat dan Pemerintah kebingungan mengatasi lonjalan kasus Covid 19 yang bukanya menurun justru malah semakin meningkat. Padahal, berbagai upaya telah berusaha dilakukan pemerintah mulai dari kebijakan Sosial Distancing  atau pembatasan sosial. Kebijakan ini mengajak seluruh masyarakat untuk menjaga jarak dengan orang lain.
     Lalu Kebijakan kedua, mulai dari bekerja dari rumah atau work from home (WFH). Lalu, pemerintah juga meminta seluruh masyarakat untuk menggunakan masker saat berada di luar rumah. Selain itu, Kebijakan terbaru yang pengaruhnya paling besar adalah pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Dalam kebijakan ini, gerak warga sangat dibatasi dalam suatu wilayah.Â
     Sebagian besar kegiatan yang melibatkan publik dibatasi, seperti perkantoran atau instansi diliburkan, pembatasan kegiatan keagamaan dan pembatasan transportasi umum. Tentu dari setiap kebijakan akan lahir sebuah dampak besar yang dirasakan, tidak terkecuali oleh sektor Ekonomi Swasta.  Dengan segala pembatasan tersebut membuat dunia usaha melesu. Pasalnya, segala gerak dibatasi sehingga para pengusaha tidak bisa berjualan lagi. Contoh paling nyata dan langsung terlihat saat ini adalah semakin sedikitnya masyarakat yang pergi ke pusat perbelanjaan.
      Bahkan ada beberapa beberapa pusat perbelanjaan yang kemudian memilih untuk menutup operasi dan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ke karyawan. Salah satu contohnya adalah Ramayana di City Plaza Depok. Sebanyak 87 karyawan Ramayana terpaksa kena PHK karena perusahaan memutuskan tidak lagi beroperasi sejak 6 April 2020 lalu, hal ini dikarenakan perusahaan tak mampu lagi menanggung semua biaya operasional. Selain pusat perbelanjaan, sektor perhotelan dan transportasi juga langsung terpuruk. Penutupan juga terjadi untuk sektor restoran.  Sedangkan di sektor transportasi, industri penerbangan juga langsung terdampak. Beberapa maskapai penerbangan nasional sudah merumahkan pilot dan karyawannya karena pendapatan mereka menurun drastis.
     Turunnya kegiatan usaha terjadi pada sejumlah sektor ekonomi seperti sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal tersebut terutama disebabkan oleh adanya penurunan permintaan dan gangguan pasokan akibat wabah Corona. Sejalan dengan penurunan kinerja kegiatan usaha, Pasalnya, daya tahan ekonomi para pekerja di sektor swasta relatif rapuh, terutama yang bergantung pada penghasilan harian, mobilitas orang, dan aktivitas orang-orang yang bekerja di sektor ekonomi swasta.Â
     Kita bisa melihat, ternyata masih banyak pekerja yang beraktifitas baik dari daerah penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi yang berangkat ke Jakarta yang notabene masuk kategori zona merah ataupun yang tempat kerjanya di daerah demi memenuhi tanggung jawab terhadap perusahaan. Perusahaan yang terdampak COVID-19 tidak punya pilihan selain menginstruksikan sebagian karyawan tetap masuk kerja. Kondisi ini menggambarkan betapa beresikonya para pekerja yang masih beraktifitas di luar rumah dan hal ini menjadi salah satu faktor penghambat upaya memutus rantai penyebaran COVID-19. Resiko yang dihadapi para pekerja tentu tidak hanya pada diri mereka sendiri, namun juga keluarga, tetangga bahkan warga di sekitarnya ketika mereka kembali dari kantor atau lapangan.
     Berbagai himbauan supaya masyarakat tidak keluar rumah atau social distancing terus disosialisasikan oleh pemerintah pusat maupun daerah, namun himbauan ini tidak ada yang secara resmi dapat membebaskan para pekerja dari tanggung jawabnya tetap bekerja di kantor atau lapangan sesuai kebijakan perusahaan, walaupun tidak sedikit perusahaan yang dengan serius menjalankan himbauan tersebut dengan membatasi operasional dan memberlakukan metode kerja dari rumah atau WHF (Working From Home) bagi para karyawannya.Â
      Disrupsi oleh pandemic COVID-19 menjadi tantangan yang sangat berat buat dunia industri maupun perusahaan, terutama mereka yang sangat bergantung pada operasional sehari-hari ataupun perusahaan penyedia utilitas dan kebutuhan dasar masyarakat seperti air, energi dan media komunikasi, dimana mereka harus memenuhi tanggung jawab terhadap orang banyak disamping juga harus memenuhi tanggung jawab kepada para pekerja dan  stakeholder. Di tengah wabah yang semakin menyebar luas, dengan upaya-upaya terbaik yang telah dilakukan oleh semua pihak, menjaga kelangsungan perusahaan versus menjaga kesehatan dan keselamatan pekerja yang notabene sebagai asset utama perusahaan pada akhirnya berpotensi menjadi trade-off.
    Kebijakan mewajibkan sebagian pekerja tetap masuk dengan tujuan menjaga kelangsungan hidup perusahaan dan pekerja, memaksimalkan kemakmuran stockholder, serta memberi untuk mempertahankan roda perekonomian nasional. Namun, kita dapat melihat secara jelas, tentu hal ini menjadi dilema di sektor swasta. Selain bertujuan untuk meningkatkan ekonomi atau pendapatan hal ini juga berpotensi membahayakan kesehatan dan keselamatan pekerja, mengabaikan hak hidup pekerja serta tidak adil bagi pekerja yang masuk sementara yang lain diperbolehkan bekerja dari rumah Lantas jika dihadapkan pada situasi yang dihadapi oleh perusahaan saat ini, apakah perusahaan harus menghentikan operasional secara penuh atau tetap menjalankannya secara terbatas? Apa yang dapat dilakukan supaya kebijakan yang dikeluarkan tidak memunculkan isu unethical namun dapat memaksimalkan utility semua stakeholder?
    Sebagaimana yang kita ketahui, Perusahaan sebaiknya mengeluarkan kebijakan dengan didasari tindakan mitigasi yang sistematis dan menyeluruh dengan melakukan langkah-langkah meliputi koordinasi dengan semua stakeholder, mengevaluasi kondisi area kantor atau lapangan apakah termasuk zona aman atau beresiko, mengevaluasi pekerjaan yang dapat ditunda dan yang harus tetap dijalankan, mengevaluasi pekerjaan yang harus dikerjakan di kantor atau lapangan, mengevaluasi pekerjaan yang dapat dikerjakan dari rumah, membangun sistem yang mendukung pekerjaan dapat dilakukan dari rumah, memetakan resiko semua pekerja yang harus bekerja di kantor ataupun lapangan berdasarkan faktor kesehatan, usia, gender, kategori ibu hamil atau ibu yang mempunyai balita atau bayi, tempat tinggal, moda transportasi yang digunakan dan rute yang dilalui para pekerja ke tempat kerja.
     Mitigasi tersebut menjadi acuan perusahaan dalam membuat kebijakan namun dengan memegang prinsip dasar bahwa kesehatan dan keselamatan karyawan adalah yang paling utama, kebijakan harus mengandung resiko yang paling kecil bagi pekerja, perusahaan bertanggung jawab memfasilitasi dan mempersiapkan protokol, program dan fasilitas pencegahan dan penanganan COVID-19, serta alat pelindung diri yang mandatory digunakan di area kerja. Perusahaan juga bertanggung jawab memantau kondisi kesehatan setiap karyawan setiap hari dan mendukung penuh proses pengobatan ketika menemukan atau ditemukan karyawan terpapar COVID-19 hingga sembuh, menjalin komunikasi dan selalu melibatkan semua karyawan dalam menyusun dan menjalankan kebijakan, sehingga aspek justice dan fairness juga terpenuhi.
     Dengan upaya dan ikhtiar terbaik oleh semua pihak, optimis perusahaan dan karyawan dapat bahu-membahu melewati krisis dengan tetap sustain. Namun dalam kondisi dimana penyebaran virus sudah dalam tahap sangat darurat, maka kesehatan dan keselamatan pekerja harus menjadi prioritas utama perusahaan dan karyawan itu sendiri. Meskipun, sektor ekonomi swasta menjadi dilema antara harus tetap bertumbuh, bertahan atau tertekan dengan situasi pandemi Covid 19 ini. Dilema antara pendapatan omset perusahaan yang harus di dapatkan atau kesehatan kepegawaian yang harus diselamatkan. Semoga pandemi COVID-19 segera berakhir sehingga semua pihak bisa bangkit dengan cepat untuk berkontribusi dalam pemulihan semua sektor swasta dan seluruh aspek kehidupan sosial masyarakat Indonesia.
SUMBER REFERENSIÂ
Aslam, F. (2020). COVID-19 and Importance of Social Distancing. Preprints, (April). https://doi.org/10.20944/preprints202004.0078.v1
Habibi, A. (2020). Normal Baru Pasca Covid-19. Journal.Uinjkt.Ac.Id, 4(1),197202.https://doi.org/10.15408/adalah.v4i1.15809https://www.madaninews.id/11213/hcopenhagen-economics_economic-consequences-covid-19.pdf
Krishnan, S. (16 April 2020.), "A Pos Covid-19 World Order: Continuity or Break?", Modern Diplomacy. https://moderndiplomacy.eu/2020/04/16 a-post-covid-19-world-order-continuity-or-break/
Martin, Eric. Martin (2020.), "IMF Projects Deeper Global Recession on Growing Virus Threat", https://www.bloomberg.com/news/articles/2020-06-24/imf-forecasts-deeper-global-recession-from-growing-virus-threat.
Mas'udi, W dan Winanti, P. S. (eds.) Tata Kelola Penanganam Covid-19 di Indonesia: Kajian Awal. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pramisti, Nurul Qomariyah. Pramisti (6 Agustus 2020), . "Dahsyatnya Dampak Pandemi Penyebab Kontraksi Ekonomi RI"
https://tirto. id/dahsyatnya-dampa -pandemi-penyebab-kontraksi-ekonomi-ri-fVSV
Susskind, D. June 2020. "How will the world be different after COVID19?"https://www.imf.org/external/pubs/ft/fandd/2020/06/pdf/how-will-the-world-be-different-after-COVID-19.pdf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H