Mohon tunggu...
Rinnelya Agustien
Rinnelya Agustien Mohon Tunggu... Perawat - Pengelola TBM Pena dan Buku

seseorang yang ingin menjadi manfaat bagi sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Individual Social Responsibility

28 Agustus 2019   08:46 Diperbarui: 28 Agustus 2019   09:08 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya selalu kagum dan bertanya tanya bila berkenalan dengan seseorang yang mau berkorban untuk orang lain. Tidak main main terkadang pengorbanan yang dilakukan membutuhkan tenaga, waktu, pikiran dan materi yang tidak sedikit. 

Bahkan nyawa. Itu yang terjadi ketika ada seorang pemuda menyelamatkan seorang anak yang tenggelam di laut daerah Manggar Balikpapan. Kali ini saya mengangkat dua kisah yang membuat saya merenung "kok mereka mau sie melakukan hal itu"

Saya berkenalan dengan seorang pemuda di Selasar Pena dan Buku, sebuah forum diskusi yang diadakan rutin oleh TBM (Taman Baca Masyarakat) yang saya kelola. 

Di Kecamatan Sanga-sanga, Kutai Kartanegara Kalimantan Timur ada seorang pemuda yang merelakan waktu, tenaga dan pikirannya untuk berupaya mereklamasi lahan di desanya yang rusak akibat pertambangan.  

Meskipun itu seharusnya kewajiban perusahaan tambang, tapi kenyataannya lahan rusak itu dibiarkan saja, karena itu ia bergerak menghijaukan desanya kembali.  

Sebelumnya saya berkenalan dengan seorang ibu guru dari SD di Loa Janan, Kutai Kartanegara Kalimantan Timur yang merelakan waktu dan tenaganya menempuh perjalanan 190 km ke Balikpapan untuk mengambil sekotak buku untuk bacaan murid-muridnya. 

Dia yakin dengan banyak membaca murid muridnya akan menjadi pintar. Ia tidak menunggu bantuan datang, ia bergerak dengan sukarela. Saya terharu dibuatnya.

Dua kisah di atas hanyalah sebagian kecil dari gambaran yang mungkin bisa kita temui pada tayangan seperti Kick Andy dimana ada individu yang terpanggil melakukan dan berbuat sesuatu dengan penuh kesadaran dan sukarela, padahal disaat yang sama, dewasa ini ikatan sosial kemasyarakatan begitu renggang terasa.  Lalu bagaimana menjelaskan anomali ini?

Walstern dan Piliavin, psikolog, memberikan istilah kata altruistik, untuk tindakan yang dilakukan dua contoh di atas dimana individu menolong karena sukarela bukan karena tekanan dan mau berkorban waktu, usaha, uang tanpa imbalan materi.

Bila ditilik lebih jauh, menurut psikolog Erich Fromm terdapat 4 unsur mengapa seseorang mau berkorban untuk orang lain yakni kepedulian, tanggung jawab, sikap menghargai, dan pengetahuan. Kepedulian lahir dari kecintaan dimana seseorang memahami dan mengetahui kondisi yang dicintainya.

Sedangkan tanggung jawab bermakna siap diandalkan dengan sukarela. Rasa hormat membiarkan seseorang tumbuh dan berkembang tanpa ketakutan, dominasi dan ekploitasi. Untuk menghormati seseorang mustahil tanpa mengetahui orang tersebut. Tak kenal maka tak sayang, kepedulian  dan tanggung jawab tidak ada artinya bila kita tak memahami orang tersebut.

Tapi, apakah sifat altruistic itu sifat dasar manusia? Paham Neo Darwinism memberikan jawaban berbeda. Bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk yang egois yang bertujuan untuk bertahan hidup dan bereproduksi. 

Menurut pandangan ini, manusia mau berkorban untuk manusia lain selama itu  tidak merugikan dirinya dan bisa mempertahankan kehidupannya.

Sebuah studi di tahun 2017 yang dilakukan selama lima dekade di 78 negara menyatakan bahwa nilai nilai manusia sekarang berhubungan ke sikap individualis, dimana sikap individualis mengalami peningkatan sebesar 12% dari tahun 1960.

 Peningkatan ini dikaitkan dengan perkembangan sosial ekonomi, pendapatan meningkat, pendidikan lebih maju, urbanisasi dan pekerjaan yang melibatkan kaum profesional. 

 Tidak heran saat ini ada banyak selebgram, vlogger ternama, pejabat, hartawan yang acuh terhadap masalah sosial yang ada. Bukannya menjadi bagian dari solusi malah sibuk mencari keuntungan sendiri.

Namun di sisi lain sebuah percobaan yang  dilakukan kepada bayi berusia 18 bulan yang melihat seorang dewasa  dimana kedua tangannya penuh dengan barang ingin membuka pintu, bayi itu dengan segera berusaha ingin menolongnya. Keinginan untuk menolong orang lain bahkan sudah dimiliki pada bayi yang berusia lebih muda. 

Tingkah laku yang diperlihatkan bayi tersebut merupakan perilaku bawaan yang sudah ada dalam dirinya, bahkan sebelum diajarkan oleh orangtua.  Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya dalam diri manusia sudah tertanam gen untuk menolong orang lain. 

Kedua gen tersebut melekat dalam manusia, maka yang menjadi pembeda adalah apakah individu merasa menjadi bagian dari komunitasnya atau tidak, lalu apakah mau ikut ambil bagian mengatasi masalah dalam komunitasnya dan apakah mau berkorban untuk membantu masalah dalam komunitasnya.

Dari gen pembeda untuk menolong orang lain inilah lahirnya tanggung jawab sosial individu (Individual Social Responsibility). Bila selama ini orang hanya mengetahui bahwa tanggung jawab sosial hanya dilakukan oleh perusahaan yakni CSR (Corporate Social Responsibility) namun sebenarnya setiap individupun memiliki tanggung jawab sosial yakni ISR (Individual Social Responsibility).

Bisa dikatakan CSR adalah tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh sekelompok individu yang tergabung dalam organisasi (Global Agreement on Social Reponsibility ISO 26000).  

Bedanya CSR dilakukan karena menjadi bagian dari kewajiban organisasi/perusahaan untuk meningkatkan keuntungan sedangkan ISR dilakukan karena nilai kebaikan yang diyakini individu.

Menurut Workshop for Civic Initiatives Foundation (WCIF), 2008  Tanggung jawab sosial individu (individual social responsibility) adalah partisipasi aktif dari setiap individu  untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di tempat tinggalnya. 

Bentuk tanggung jawab sosial individu ini bisa berupa menjadi sukarelawan,  donor darah, melakukan aksi donasi amal, kampanye issue yang berkaitan dengan masalah sosial di masyarakat. Bahkan memiliki integritas, bersikap jujur dan berlaku baik kepada orang lain  juga bagian dari  tanggung jawab sosial individu.

Menurut Benabou & Tirole, 2009 terdapat 3 hal yang mendorong individu melakukan tanggung jawab sosial individu; 1) memiliki sifat altruism dalam dirinya, dimana individu peduli dengan kesejahteraan makhluk hidup lainnya baik itu manusia, hewan dan tumbuhan 2) terdapat imbalan baik itu materi atau non materi. 

Imbalan non materi bisa diartikan perasaan bahagia dan bersemangat setelah menolong orang lain 3) didorong oleh harga diri dan kepedulian sosial. Berbuat baik dan menolong orang lain adalah bagian untuk meyakinkan diri sendiri bahwa kita adalah orang baik.

Harus disadari manusia adalah makhluk sosial yang hidup bersama dalam satu komunitas maka,  individu satu dengan lainnya memiliki koneksi, saling mempengaruhi dan saling berhubungan. 

Satu individu yang melakukan tanggung jawab sosial mungkin hanya mengatasi di permukaan masalah, tapi bila dilakukan serentak oleh banyak individu maka akan mengatasi sampai ke akar permasalahannya.

Bantuan air tentu berarti bagi yang kehausan, namun jauh lebih berarti pengadaan sumber air karena bisa memberi kehidupan. Bantuan makanan berarti bagi yang kelaparan, namun jauh lebih berarti adanya pekerjaan karena dapat mengatasi kemiskinan. 

Bantuan buku menyenangkan anak anak, namun  jauh lebih berarti bila bantuan berupa sekolah lengkap dengan gurunya karena  menciptakan  manusia yang bijak dan cerdas.

Penelitian menarik dari peneliti Universitas Geneva (UNIGE) Swiss tahun 2018 bahwa individu yang mau berkorban untuk orang lain adalah orang orang yang mampu berpikir jauh ke depan. 

Hal ini dibuktikan dari aktivitas yang kuat di korteks prefrontal ventromedial (area otak di atas mata yang digunakan ketika memikirkan masa depan) pada responden yang memiliki altruism daripada responden yang memiliki sifat egois.  

Dari penelitian ini dapat dipahami mengapa ada individu yang mau melakukan seperti dua kisah di awal tulisan. Mereka lain dari kebanyakan manusia umumnya. 

Mereka adalah individu individu anomali yang memiliki tujuan jangka panjang yang mungkin tak bisa diterima oleh orang kebanyakan, padahal gen penolong ada di setiap diri manusia, hanya siapa yang sering lebih mengaktifkannya ketimbang gen individualis. Itu saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun