Mohon tunggu...
Rinnelya Agustien
Rinnelya Agustien Mohon Tunggu... Perawat - Pengelola TBM Pena dan Buku

seseorang yang ingin menjadi manfaat bagi sesama

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mengaktifkan Gen Welas Asih

16 Mei 2019   08:56 Diperbarui: 16 Mei 2019   09:07 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hasil rekam otak menunjukkan bahwa membantu orang lain memicu aktivitas di nucleus caudate dan cingulate anterior, bagian-bagian otak yang menyala ketika orang menerima hadiah atau mengalami kesenangan. Mereka menyimpulkan bahwa membantu orang lain membawa kesenangan yang sama dengan yang kita dapatkan dari kepuasan keinginan pribadi. Hasil penelitian ini juga sekaligus  menjawab mengapa menolong orang lain membuat kita juga bahagia.

Perilaku menolong orang lain ini dikenal dengan welas asih atau  dalam Bahasa Inggris disebut compassion. Welas asih adalah gabungan dari sikap empati dan altruism. Empati adalah kemampuan untuk membayangkan apa yang dirasakan orang lain. Dan altruism adalah tindakan sukarela untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun. 

Maka bisa disimpulkan bahwa welas asih yakni kemampuan untuk memahami perasaan orang lain dan secara spontan melakukan hal untuk menolong orang lain. Welas kasih didefinisikan sebagai respons emosional ketika merasakan penderitaan dan melibatkan keinginan yang kuat untuk membantu. Terkadang keinginan kuat untuk menolong orang lain ini menjadikan seseorang berani berkorban demi menolong orang lain.

Baik sifat egois maupun welas asih keduanya bukan sesuatu yang diturunkan, namun memang sudah melekat dalam diri manusia. Sering kali semakin banyak kita melihat atau merasakan dampak dari keegoisan seeseorang maka respon yang muncul adalah sikap welas asih. Respon ini muncul karena rasionalitas pemikiran manusia. 

Studi terbaru menunjukkan bahwa dalam 20 tahun terakhir manusia cenderung bertindak untuk membantu orang yang membutuhkan dan menegakkan keadilan daripada untuk kepentingan pribadi, meskipun banyak pengorbanan yang harus dilakukan. 

Oleh karenanya di bulan penuh mulia ini, mari kita jadikan Ramadan tidak hanya menjadi ajang untuk menahan lapar dan haus namun juga sebagai momentum untuk membangkitkan kembali sikap empati, altruism dan welas asih dalam diri kita. Karena seringkali ketiga sifat ini tereduksi dengan hawa nafsu dan obsesi pribadi.

Selama tiga puluh hari ini kita dilatih untuk merenungi hakikat manusia sesungguhnya. Menjadi manusia yang welas asih, yakni keinginan untuk selalu meringankan beban orang lain dan  melatih kita untuk kembali ke kebaikan sebagai manusia sesungguhnya. Maka Ramadan juga seharusnya mengaktifkan kembali gen menolong orang lain sampai 11 bulan yang akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun