Seorang ibu rumah tangga di Lamaru Balikpapan, Kalimantan Timur meluangkan waktunya dari maghrib sampai isya setiap hari untuk mengajar mengaji anak anak di sekitar rumahnya tanpa dibayar sepeser pun.Â
Tidak jauh dari situ, seorang ibu rumah tangga di Samboja Kutai Kartanegara Kalimantan Timur merelakan ruang tamunya sebagai taman baca gratis untuk anak anak di desanya.Â
Kedua orang baik ini hanyalah sebagian kecil dari jutaan orang baik di dunia ini. Bila kita berselancar di media sosial, ada banyak sekali akun media sosial yang dikhususkan untuk membagikan kisah hidup seseorang yang menyentuh hati pembaca sehingga kita tergerak untuk menolongnya.Â
Keampuhan media sosial dalam menolong orang lain, sudah tidak bisa diragukan lagi bahkan di Twitter sampai ada tagar Twiter, Please Do Your Magic demi mendapat perhatian untuk memabantu kehidupan orang lain..
Bila kita merenung kembali ke kisah dua orang diatas, mungkin muncul pertanyaan bagaimana mungkin seseorang rela memberikan sebagian besar bahkan semua penghasilannya untuk orang lain? atau bagaimana mungkin ada orang yang rela berkorban menyelesaikan masalah orang lain sementara dirinya masih kekurangan?. Â
Kisah mereka tentu amatlah kontras dengan maraknya korupsi di negara ini dimana koruptor ingin memperkaya diri sendiri. Karena itu tidaklah salah dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang egois, bahkan sifat egosentrime itu sudah terlihat sejak balita. Mulai dari sikap tidak mau mengalah, tidak mau berbagi bahkan sampai memukul temannya.
Namun, benarkah demikian?
Dalam buku Why We Cooperate yang ditulis Michael Tomasello, terdapat sebuah percobaan yang  dilakukan kepada bayi berusia 18 bulan yang melihat seorang dewasa  dimana kedua tangannya penuh dengan barang ingin membuka pintu, bayi itu dengan segera berusaha ingin menolongnya. Keinginan untuk menolong orang lain bahkan sudah dimiliki pada bayi yang berusia lebih muda.Â
Pada bayi usia 12 bulan, mereka akan menunjuk benda benda yang orang dewasa pura pura kehilangan. Tingkah laku yang diperlihatkan bayi tersebut merupakan perilaku bawaan yang sudah ada dalam dirinya, bahkan sebelum diajarkan oleh orangtua.Â
Dua percobaan tersebut  telah menunjukkan bahwa perilaku menolong yang ditunjukkan oleh bayi bayi tersebut bukan dari hasil pelatihan, namun merupakan kecenderungan alami yang merdeka tanpa paksaan dari orang tua dan budaya.  Ini setidaknya menunjukkan bahwa sebenarnya dalam diri manusia sudah tertanam gen untuk menolong orang lain.
Keingintahuan peneliti mengenai perilaku menolong orang lain juga dilakukan oleh  ahli saraf Universitas Emory, yakni James Rilling dan Gregory Berns, mereka merekam aktivitas otak manusia yang sedang menolong orang lain.Â