Mohon tunggu...
Rinnelya Agustien
Rinnelya Agustien Mohon Tunggu... Perawat - Pengelola TBM Pena dan Buku

seseorang yang ingin menjadi manfaat bagi sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membantu Pengungsi Palu Pulang Kampung

5 Oktober 2018   23:36 Diperbarui: 5 Oktober 2018   23:42 1061
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kabar baik dari Mba Yani (dokpri)

Tampak beberapa pengungsi tiduran menunggu jadwal penerbangan. Harga tiket masih di angka 765 ribu, sedangkan kalau kami pesan di Traveloka saat itu sudah tidak tersedia lagi. Pembayaran harus tunai sehingga aku lari ke ATM untuk ambil uang. Saat itu waktu sudah menunjukkan jam 4 sore, dan penerbangan ke Jakarta jam 6 sore. Alhamdulillah kami dapat titipan donasi 1 juta. akhirnya 5 tiket bisa terbeli. 

Setelah membayar tiket, kami menuju counter check in. Sambil menunggu aku bercakap cakap dengan Pak Topik "rumah bapak dekat dengan pantai Talise ?" tanyaku. "dari rumah saya, pantai sudah kelihatan mba" jawabnya. "saat kejadian gempa saya sekeluarga di dalam rumah, rencananya habis isya mau ke pantai lihat festival. Anak saya yang laki laki bilang temannya sudah sejak sore ada di pantai. 

Pas gempa saya sekeluarga lari keluar rumah. Itu tsunami jaraknya tinggal 15 rumah lagi dari rumah saya. Saya gak ngebayangin kalau tsunaminya lebih besar lagi, habis saya sekeluarga" cerita Pak Topik. Mereka mengungsi ke gunung, dua hari kemudian mereka turun dan bertemu dengan kakaknya Pak Topik. "Yang paling parah itu di daerah yang tanahnya lunak mba. jadi semua rumah hilang masuk ke dalam bumi, seperti ada lubang besar terus lubang itu tertutup lagi. Banyak yang jadi korban di daerah itu " kata Pak Topik. Mereka sekeluarga tinggal di daerah Kampung Baru. Rumah kontrakan mereka tidak hancur, dindingnya saja pada retak retak. Namun rumah di sekitarnya ada yang hancur. 

Gempa dan tsunami Palu tidak lagi membuat rumah hancur namun lebih parah  lagi yakni hilang. Cerita dari seorang bapak di posko "rumah saya  hilang mba bukan hancur. Kalo hancur masih ada puing-puingnya namun  kalau hilang sama sekali tidak ada bekasnya".

Pak Topik dan keluarga sudah merantau 11 tahun di Palu, sehari harinya dia  jualan ayam goreng. "Sudah 3 tahun kami belum pulang ke Cirebon, rencana tahun ini. Dan ternyata beneran pulang tahun ini, namun dalam keadaan sedih" tutur Pak Topik lirih.  "Bapak nunggu berapa hari untuk bisa naik Hercules ?" tanyaku. "tidak lama kok mba, pas saya sampai di bandara sudah banyak orang mba. Ada ribuan orang yang mau naik Hercules. Ada yang ke Makassar, ke Menado dan Balikpapan. Saya waktu itu bawa anak saya yang kecil ke depan pagar, trus saya tunjukin ke petugas. 

Saya bilang saya ada anak kecil, lalu saya ditunjuk sama petugas. Iya kamu masuk kata petugasnya. Ya sudah kami naik ke Hercules" cerita Pak Topik. "Orang orang yang mau naik hercules itu tidak mau antre mba, semua ingin segera naik. Padahal kalo antre saja pasti keangkut juga" tambahnya. Mereka ke luar rumah tidak membawa apa apa hanya dompet berisi ktp dan uang seadanya. 

Sampai di posko mereka mengumpulkan baju baju dan makanan. akhirnya terkumpullah dua karung, dua kardus, dan dua koper. Untungnya tidak sampai 100 kilo jadi bisa masuk semua ke bagasi.

Kami mendampingi keluarga Pak Topik sampai masuk ke ruang tunggu keberangkatan. Dalam situasi kalut dan sedih seperti ini, memang harus ada yang pendamping supaya tidak terkena bujuk rayu nakal.  Pak Topik dan kakaknya membawa barang barang mereka menuju counter check in, lalu mereka dicegat oleh para sales jasa bungkus plastik tas. 

"Kalau mau masuk bagasi dibungkus dulu pak tasnya" kata sales itu. Hampir saja tas tas mereka dibungkus plastik, aku melihatnya "gak usah pak, langsung aja" kataku sambil mendorong troley mereka. 

Seenaknya saja para sales ini, tidak diinfokan terlebih dulu bahwa bungkus plastik itu berbayar. Duit mereka tinggal 300 ribu bisa habis untuk hal hal seperti itu. Sampai di Jakarta mereka harus naik Damri ke Kampung Rambutan untuk melanjutkan lagi naik bis ke Cirebon.

Total biaya yang dibutuhkan per orang sekitar 200ribu, setidaknya mereka harus menyiapkan 1juta untuk sampai ke kampung halaman. Aku bersyukur banyak teman teman yang mau donasi uang saku untuk mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun