Sore itu aku tidak akan pernah lupa, ketika Om Abi datang ke kios ayah, bercakap cakap dengan ayahku. Ayah memanggilku, aku menatap ayah heran karena untuk kedua kalinya aku melihat ayah menangis, sejak kematian ibu. Aku bertanya kepada ayah "Kenapa yah?" Ayah menjawab "jadilah orang yang berilmu, tuntutlah ilmu setinggi bintang di langit. Ibumu menamakan Cahya, karena engkaulah cahaya hatinya. Ibumu yakin kau akan jadi penerang bagi sekelilingmu". Â Aku semakin heran dengan jawaban ayah. Om Abi memanggilku lalu memelukku dan berkata "Cahya, kamu akan meneruskan belajar Manga di Jepang".
Merekalah yang selama ini mengunggah karya karyaku ke media social. Kata tante Yusna "sayang sekali bila karya sebagus ini tidak dinikmati banyak orang". Â Sungguh aku tidak tahu sama sekali, om dan tanteku ini sangat mengapresiasi karya karyaku. Â Bagiku dengan menggambar aku bisa bertemu ibu kapan saja, itu yang membuatku tidak pernah berhenti menggambar.
Begitulah kisahku, kini aku pulang setelah sepuluh tahun belajar dan bekerja di Jepang. Mencium Balikpapan sekaligus merangkulnya. Betapa aku rindu sekali dengan kota ini, setiap sudut dari kota ini menjadi kisah dalam karya mangaku. Â Tujuanku pertama kali tentu saja Pasar Klandasan, tempat dimana kios ayah, kedai Kopi Sahabat dan ruang baca Pena dan Buku. Melepas rindu dengan mereka, keluarga yang sengaja diberikan Tuhan kepadaku. Â
Balikpapan, 23 Desember 2016 & 4 September 2017