Mohon tunggu...
Iman Nimatullah
Iman Nimatullah Mohon Tunggu... Bankir - Fulltime father

Pelayan Jemaah Haji

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Si Kokom Naik Haji

16 Juli 2019   22:38 Diperbarui: 16 Juli 2019   22:39 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Betapa gembiranya hati Komariyah, alias Kokom alias Marry, begitu ia keluar dari ruangan dingin kantor Bank Syariah. Ia baru saja membayar setoran pelunasan haji. Diletakkannya bukti lunas itu dengan hati-hati sekali ke dalam map plastik lalu dimasukkannya ke dalam tas. Kokom ingin segera sampai rumah. Ia ingin memberikan kejutan kepada Babehnya, Kokom yang hanya seorang receptionist di perusahaan pelayaran, bakal naik haji !

"Babeh, Kokom mau kasih kejutan", Kokom memulai pembicaraan sambil mengaduk teh manis panas untuk Babehnya.

"Wah, kejutan apa Kom?"

"Kokom mau berangkat haji"

Lelaki Betawi separuh abad yang setiap jumat dan sabtu melatih Silat Beksi ini tentu saja kaget bercampur bangga. Tangan kekarnya memeluk anak perempuannya dengan penuh cinta.

"Kokom hebat, Babeh bangga banget. Bagaimana caranya?"

Terus terang, Babeh tidak menyangka kalau anaknya bisa berangkat haji. Belum lama Babeh baca berita kalau naik haji itu antrinya lama sekali. Sekarang ini antrian di Jakarta sudah sampai 18 tahun. Sementara yang berangkat tahun ini adalah mereka yang sudah mendaftar 10 tahun yang lalu.

"Gaji pertama Kokom dipakai untuk buka tabungan haji di Bank Syariah. Selanjutnya setiap bulan Kokom sisihkan untuk menambah saldonya. Kata Ustadzah Rohimah, niat itu kudu dibarengin ama tindakan. Yang penting siapin wadahnya dulu, entar Allah yang penuhin. Alhamdulillah, tiap kali dapat THR, uang cuti, bonus, Kokom pasti pisahin buat nabung haji" Demikian penjelasan Kokom menirukan apa yang ia dapatkan dari Ustadzah pengajian Jumat sore di masjid dekat rumah.

Mata Babeh berkaca-kaca. Terharu karena anaknya yang dahulu begitu manja tak lama lagi akan menjejakkan kakinya di tanah suci. Tergugu malu karena dirinya hingga seusia ini belum jua berkesempatan menyentuh kiswah selimut ka'bah yang selama ini hanya bisa ditatapnya dalam rajutan sajadah. Mungkinkah dirinya masih kotor penuh debu keangkuhan hingga Sang Pemilik Tanah Suci tak sudi menerimanya? Ataukah karena syaitan yang lebih dominan menahan hatinya untuk tidak segera bergerak menunaikan panggilan suci Tuhan?.

"Babeh kenapa?"
Kokom menyadarkan lamunannya. Tangannya menutup mata yang sudah mulai rabun. Lelaki biasanya menangis dengan menutup matanya karena pangkal dosa lelaki cenderung berasal dari mata. Sedangkan kaum hawa biasa menutup mulutnya saat menangis karena mulut mereka cenderung lebih banyak keluar kata mengandung dosa. Demikian kata sebagian ahli jiwa.

"Malam Jum'at nanti Babeh mau undang warga ke rumah"
"acara apa Beh"
"Tahlilan sekalian walimatussafar, mendoakan Kokom dilancarin ibadah hajinya"

===========================
Malam itu Emak dan Babeh masak besar. Nasi uduk, Ikan bandeng pesmol, tempe bacem, dan semur jengkol menjadi hidangan utama di atas meja yang dirapatkan di dinding ruangan tengah. Jamaah shalat Isya Masjid Al-Muhajirin diundang Babeh ke rumah untuk bersama sama mendoakan Kokom yang akan naik haji. Tak lupa kue-kue macam gandasturi dan nagasari ditemani kopi membuat suasana malam itu sangat akrab.

"Babeh Hardi, emang berapa biaya naik haji si Kokom?" Kata Pak Fajri sambil membuka bungkus daun pisang kue Nagasari. Hap! Tangannya cekatan memasukkan perpaduan tepung beras dan pisang kepok ke dalam mulutnya.

"Katanya sih tiga puluh lima juta"
"Murah apa mahal tuh?"
"Wah, kagak tahu gua, yang jelas duit segitu buat gua gede banget" Babehnya Kokom menjawab. Kopi di gelasnya sudah dingin. Tapi diseruputnya juga.

"Itu murah sekali" kata Pak Qohar yang duduk di sebelah Babeh.
"Biaya haji sebetulnya sampai tujuh puluh jutaan" sambung Pak Qohar. "Ongkos pesawatnya aja udah tiga puluh jutaan. Belum lagi nanti pas di Pondok Gede bakal dibalikin lagi seribu lima ratus reyal ke Jamaah. Istilahnya Living Cost, biaya hidup selama di Saudi".

"Berarti biaya haji yang katanya tujuh puluh jutaan itu, selain untuk pesawat ama living cost, juga dipake untuk biaya buat hotel, makan, mobil angkutan di sana, Begitu ya Pak Qohar" kata Pak Eko, Pak RT yang juga kolektor burung perkutut. Memang Pak Eko ini cukup encer otaknya, karena itu warga sepakat memilihnya bertahun-tahun jadi Pak RT.

"Selisihnya darimana Pak?" Pak Eko kembali mengkritisi.

"Dari nilai manfaat hasil pengembangan uang setoran awal jemaah haji sebesar dua puluh lima juta yang mengendap selama masa tunggu"

"Siapa yang mengelolanya? Aman gak tuh?" Pak Eko makin penasaran, terus bertanya meski mulutnya penuh kacang ijo dari kue gandasturi. Untung saja tidak sampai berhamburan dari mulutnya.

"Undang-Undang No. 34 tahun 2014 mengamanatkan Badan Pengelola Keuangan Haji untuk mengelola dana haji dengan prinsip Syariah, prinsip kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan, akuntabel"

"Pinter juga lho, Qohar" kata Babeh Hardi, "Ayo Pak Ustadz Awaluddin, silakan dimulai tahlilannya"

Ustadz Awaluddin langsung memimpin tahlilan. Dimulai dengan mengirimkan surat alfatihah kepada Nabi Muhammad, para guru dan orang tua yang sudah mendahului ke alam barzah. Dilanjutkan dengan pembacaan surat yasin dan doa. Malam itu, Babeh dan para tetangganya mendapatkan pencerahan dari Pak Qohar yang belakangan mengaku baru diterima kerja di Badan Pengelola Keuangan Haji.

==================
Komariyah bergegas meninggalkan hotel. Ia mengenakan mukena putih yang baru dibelikan Emak di Tanah Abang khusus untuk dipakai di Mekkah. Mulutnya terus melafalkan talbiyah sebagai simbol jawaban atas panggilan suci Tuhan.

"Labbaika Allaahumma Labbaika... Aku penuhi panggilanMu ya Allaah... Innal Hamda Wanni'mata laka wal mulka laa syariika laka..Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan, dan kerajaan hanya milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu ya Allaah" bibir Komariyah terus bergerak bersama kakinya yang melangkah menuju Masjidil Haram. Begitu Ia tapaki lantai pualam masjid, hatinya berdesir. Dadanya bergemuruh. Ia amat merindu. Ia juga dirindu. Asyiq Masyuq, Allah rindu kepada hamba-Nya yang juga merindukan-Nya.

Kakinya merangsek menuju satu titik energi yang terus menarik berjuta manusia mendekat kepadanya. Tak dihiraukannya jejalan Jemaah yang menghalangi. Ia tetap bergerak maju. Matanya mulai memanas, mulutnya tak henti berzikir. Komariyah tengah merasakan transendensi yang maha dahsyat.

Tangisnya pecah, saat matanya memandang kiswah hitam yang menyelimuti ka'bah. Berjuta manusia tak henti memutarinya. Bak pusat energi dikelililingi oleh partikel-partikel atom yang menimbulkan gelombang elektromagnetik. Matanya sembab. Inilah benda suci yang dibangun oleh kekasih Allah yang amat mulia, Ibrahim namanya. Ia begitu merasakan sebuah getaran yang mampu memaksanya untuk berkorban, menabung, dan menahan rindu bertahun-tahun. Kini Ia berdiri di hadapannya.

Kokom sedang menikmati gaya sentripetal yang terus menariknya mendekat ke pusat lingkaran. Demikianlah hukum alam yang diciptakan sang Khaliq. Siapa yang terus berniat dan bergerak menuju Allah maka Ia akan terus ditarik mendekat menuju sang pencipta alam dan segala kekuatannya. Namun siapa saja yang mencoba menjauh, ia akan merasakan gaya sentrifugal yang melemparkannya semakin menjauh dari pusat lingkaran, terpental ke jurang kelam kemaksiatan. Duhai Rabbi, ampuni kami.

=====Bersambung=========

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun