Dalam kelamnya malam,Â
Kau biaskan penuh cahaya kegelapan, Bahkan tatapan rembulan menjadi malu kala memandang.Â
Di tengah malam padang rembulan, aku sempatkan waktu untuk mempertanyakan Indahkah rembulan kala dalamnya malam? Ucapku penuh kehangatan ditengah dingin yang mencekam,Â
tanpa kau sadari atau mungkin kau sadari ucapanmu membuatku tercengang Rembulan malam ini begitu dalam layaknya hitam,Â
hitam matamu, hitam rambutmu, hitam bajumu, dan hitam yang mengelilingi bintang dan rembulan itu ucapmu penuh senang.Â
Tak sadarkah kita tengah berada di alam perbukitan, dikelilingi rasi bintang dan orbitan rembulan yang gemilang,Â
langit mendung sebelum kita datang tapi ia lari karena kukabarkan bahwa kedatanganku adalah bersamamu.Â
Aduhai pemilik hatiku yang gemilang mencerminkan dalamnya kelam malam yang penuh tenang,Â
aku hanya ingin memandangmu yang merebut keindahan cahaya bintang, dan merangkul penuh cahaya rembulan,
 menjadikanmu ada dalam tiadaku yang penuh hasrat untuk mencinta.Â
Ditengah suasana amis kala gulita yang berisik menghampiri, malam malam di kota kata ini masihlah terasa sunyi,
 mungkin karena cinta telah terpaku diujung hilir mata air yang menyatu dengan pantai bibir mesra.Â
Dahimu berasa melekat dengan kulit ruh jiwaku, hidungmu yang pesek itu terasa melekat dekat dengan aroma kopi yang kuhirup,Â
serasa bibirmu menciumku kala ku teguk secangkir kopi yang dipenuhi kenangan kelam itu.
Wayang WongÂ
Ambon, 16 Desember 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H