Takkan ada lagi kenyataan tetapi kesemuan dirimu. Nanti, tak ada lagi pengalaman tetapi hanya kisah tentangmu.Â
Engkau mungkin mungkin saja mencampakan cinta ini. Namun ingatlah bahwa aku telah melupakan diriku hanya karena jatuh cinta padamu. Itulah takdirku.
Jika malam memiliki bintang yang mengarahkan mata untuk menatap padanya, aku hanya punya ketulusan yang tak mampu meyakinkan engkau atas rasa ini. Rasa yang tak dimengerti dan dimiliki.Â
Cobalah pahami bahwa aku tak lagi menguatkan diri dalam kegelisahan dan ketakutan.
Coba mendengar pada ketakutan dan kegelisahanku. Nyanyian alam mengingatkanku akan jatuh cinta atas dirimu. Hanya dirimu mampu mengartikan ukiran kegelisahan di dalam hatiku.Â
Kesadaran hanyalah bendungan keterpaksaan antara mimpi dan kenyataan yang baru saja kurangkai. Walau telah berjuang sehabis-habisnya, tetap saja aku adalah pencinta yang rapuh.Â
Walau telah membunuh ego, tetap saja aku adalah bagian dari jiwamu. Jiwa yang paling sempurna yang senantiasa merindukan cinta dari hatimu. Jiwa yang rapuh karena kehilangan hakikat. Jiwa yang tidak lagi menjiwai. Aku adalah jiwa yang rapuh karena jatuh cinta padamu.
Saat ide terjerumus dan menjadi cacat, percayalah bahwa masih ada hati yang akan membagi rasa dan menyapamu dalam nama hari. Demikianpun ketika kata tak mampu menciptakan pemahaman, aku hanya punya keheningan yang membuatmu sedikit mengerti.Â
Kata keheningan adalah jiwa yang memisahkan keegoisan dari perhatian. Ia adalah batas antara cinta dan benci. Hanya sayap keheningan mampu menerbangkanku untuk mengerti yang tidak dimengerti dan mengatakan apa yang tak mampu dijelaskan.Â
Semoga hari tanpa kata, bukan lagi misteri yang mencuatkan ketakutan tetapi meresapkan cinta kedamaian pada sepi. Dan, percayalah bahwa waktu adalah bagian dari nyanyian hari yang mengingatkanku padamu.Â
Dalam doaku, aku berdoa, semoga hatimu memahami seberapa tulus dan besar aku mencintaimu. Jatuh cinta ini membunuh, dan aku akan tetap memperjuangkannya, meskipun ketakutan akan terus membunuhku.Â