Tak ada lagi kata sesejuk embun. Ataupun kalimat bermakna yang membelai relung. Entah menyejukkan atau menyakitkan. Biarkan kukisahkan kisahku. Dan berharap semua menjadi harapan yang mempersatukan perasaanku dan pengertiannya.
Malam itu hujan turun lagi. Gejolak perasannku, sederas hujan yang turun. Aku bertarung dengan perasaan. Malam itu, tak lupa mengukir nama dan kisah hari ini tentangmu di dalam buku harian tetapi aku selalu berharap bisa mengukir kisah tentangmu di lubuk hati.
Kegelisahan, ia tidak lagi menyapaku dalam nama cinta tetapi dalam nama malam yang membuat hatiku gelap terkungkung di dalam kesendirian hampa, penuh kgejolak. Yah, aku berharap malam itu pergi. Tetapi selalu berdoa agar persaanku mengapai hatimu.
Malam itu, kutemukan sisi sisi terdalam perasaan ini. Saat detak-detik kesungguhan rasa mulai memporak-porandakan hati. Setelah beribu permenungan, menjadi jalan ungkapan cinta.Â
Dan, saat bilur-bilur kasih yang telah menerbangkan hidup tak mampu menemui daratan. Di malam gelap, kisah yang terang itu semakin menyengat. Aku tak mampu menahan rasa jatuh cinta.
Jika semakin dalam berpikir mungkin yang ada hanyalah penyiksaan. Jatuh cinta pada akhirnya hanya membuatku tersiksa. Memilih untuk memandam atau berterus terang.Â
Memendam, bukan karena pengecut, namun takut diabaikan. Cinta yang tulus selalu mengharapkan balasan. Bukan karena penolakan itu membunuh, tetapi malam-malam indah saat memikirkan senyuman saat berdua, sepertinya akan menjadi mimpi buruk.
Seandainya saat ini, engkau mengerti dan memahami  seberapa jatuh cinta ini membunuh. Seandainya, saat ini, kau mengerti cinta tulus yang utuh kepadamu.Â
Jujur, rasa ini begitu kuat, takkan pudar walau hatimu bukan untukku. Rasaku tetap sama seperti saat angin membelaimu dalam cinta dan engkau terbuai dalam belaiannya.
Pada sudut-sudut kesendirian ini tetap saja engkau yang terbaik. Pada awal hembusan di hari ini, bayangmu nyata dalam doa dan meditasiku. Itulah dialog sepi dalam kebisuan dan sisi gelap hadirmu.Â
Takkan ada lagi kenyataan tetapi kesemuan dirimu. Nanti, tak ada lagi pengalaman tetapi hanya kisah tentangmu.Â
Engkau mungkin mungkin saja mencampakan cinta ini. Namun ingatlah bahwa aku telah melupakan diriku hanya karena jatuh cinta padamu. Itulah takdirku.
Jika malam memiliki bintang yang mengarahkan mata untuk menatap padanya, aku hanya punya ketulusan yang tak mampu meyakinkan engkau atas rasa ini. Rasa yang tak dimengerti dan dimiliki.Â
Cobalah pahami bahwa aku tak lagi menguatkan diri dalam kegelisahan dan ketakutan.
Coba mendengar pada ketakutan dan kegelisahanku. Nyanyian alam mengingatkanku akan jatuh cinta atas dirimu. Hanya dirimu mampu mengartikan ukiran kegelisahan di dalam hatiku.Â
Kesadaran hanyalah bendungan keterpaksaan antara mimpi dan kenyataan yang baru saja kurangkai. Walau telah berjuang sehabis-habisnya, tetap saja aku adalah pencinta yang rapuh.Â
Walau telah membunuh ego, tetap saja aku adalah bagian dari jiwamu. Jiwa yang paling sempurna yang senantiasa merindukan cinta dari hatimu. Jiwa yang rapuh karena kehilangan hakikat. Jiwa yang tidak lagi menjiwai. Aku adalah jiwa yang rapuh karena jatuh cinta padamu.
Saat ide terjerumus dan menjadi cacat, percayalah bahwa masih ada hati yang akan membagi rasa dan menyapamu dalam nama hari. Demikianpun ketika kata tak mampu menciptakan pemahaman, aku hanya punya keheningan yang membuatmu sedikit mengerti.Â
Kata keheningan adalah jiwa yang memisahkan keegoisan dari perhatian. Ia adalah batas antara cinta dan benci. Hanya sayap keheningan mampu menerbangkanku untuk mengerti yang tidak dimengerti dan mengatakan apa yang tak mampu dijelaskan.Â
Semoga hari tanpa kata, bukan lagi misteri yang mencuatkan ketakutan tetapi meresapkan cinta kedamaian pada sepi. Dan, percayalah bahwa waktu adalah bagian dari nyanyian hari yang mengingatkanku padamu.Â
Dalam doaku, aku berdoa, semoga hatimu memahami seberapa tulus dan besar aku mencintaimu. Jatuh cinta ini membunuh, dan aku akan tetap memperjuangkannya, meskipun ketakutan akan terus membunuhku.Â
Jika akhirnya kau membalas cinta ini,, percayalah, aku akan menjadi malaikat yang akan selalu hadir di tiap detik harimu. Tak akan kubiarkan waktu membunuh harapanmu. Itulah dialog sepi antara malam dan bumi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H