Mohon tunggu...
Y. B. Inocenty Loe
Y. B. Inocenty Loe Mohon Tunggu... Guru - Instruktur Pembelajaran Kreatif, Penulis, Kandidat Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Yohanes Baptista Inocenty Loe, Saat ini menjadi kandidat Magister Teknologi Pendidikan di Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Ia bekerja sebagai pendidik di salah satu sekolah swasta di kota Kupang, sekaligus menjadi instruktur pelatihan menulis dan pembelajaran kreatif berbasis digital di NTT. Sebagai seorang instruktur menulis, karya-karyanya telah diterbitkan di media massa cetak maupun online. Ia telah menerbitkan tiga buku yaitu Kisah Para Pelukis Wajah Bangsa, Literasi di Atas Awan dan buku terbarunya berjudul Prinsip-Prinsip Demokrasi John Rawls (Menguak Kebebasan dan Kesetaraan). Selain itu, ia juga adalah editor yang telah mengedit puluhan buku dan membantu banyak pihak untuk menerbitkan bukunya. Sebagai pelatih pembelajaran kreatif berbasis digital, ia banyak kali diundang ke berbagai kesempatan di wilayah NTT untuk berbagi inspirasi dan motivasi. Kemampuannya ini telah dibuktikan dengan berbagai pencapaian dan penghargaan yang diraihnya. Pada 2021, dinobatkan sebagai penulis aktif tingkat Nasional dan guru aktif literasi tingkat nasional. Di bidang pembelajran kreatif berbasis digital, seluruh karya dan inovasinya pernah ditanyakan di TVRI Nasional pada program Inspirasi Indonesia, akhir 2022 lalu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Nilai atau Belajar?

21 Februari 2024   21:17 Diperbarui: 21 Februari 2024   21:22 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Y. B. Inocenty Loe

"Tugas utama guru bukan membuat siswa mencapai nilai sempurna tetapi memastikan bahwa ia harus belajar terus-menerus," demikian penegasan Dr. Sri Yamtinah, dosen Universitas Sebelas Maret dalam sebuah perkuliahan. 

Gagasan ini cenderung bertolak belakang dengan praktik kebanyakan lembaga pendidikan formal di Indonesia yang berfokus pada pencapaian nilai. 

Siswa yang berhasil adalah siswa yang mampu mendapatkan nilai sempurna. Sebaliknya, siswa yang mendapat nilai rendah dianggap belum mampu atau bahkan bermasalah. Gagasan yang terlalu fokus pada pencapaian nilai bisa saja terjerumus pada pendekatan Teacher Centered Learning.

TCL menunjukkan peran guru sebagai segala-galanya dalam proses pencapaian siswa. Boleh dikatakan, guru akan semakin dominan memberikan materi dan sedapat mungkin membuat pengulangan agar siswa memperoleh nilai sempurna. 

Tugas siswa adalah mendengarkan, mencatat, berusaha memahami dan sedapat mungkin menghafal materi, sehingga bisa menjawab soal dan mendapatkan nilai sempurna. 

Bukan tidak penting tetapi, model ini mendepak kemampuan eksplorasi, menganalisis, praktik, menciptakan dan menemukan sesuatu. Nilai harusnya menggambarkan proses siswa bukan proses guru.

Melampaui pencapaian nilai, ketika muncul keprihatinan bahwa apa yang diajarkan di sekolah sering kali tidak relevan dengan dunia kerja. Di tambah lagi, banyak lulusan bekerja tidak sesuai bidangnya. 

Sebut saja, Sarjana Kimia murni bekerja di lembaga koperasi kredit, yang mana debt collectornya berasal dari lulusan keguruan. Dalam situasi seperti ini, pencapaian nilai sempurna saat sekolah menjadi hampa.

Fakta ini membuktikan bahwa belajar menjadi prioritas dalam dunia pendidikan. Nilai memang penting tetapi melampaui nilai, harus ada kesadaaran dan kebiasaan siswa untuk terus belajar. Bukan hanya mempelajari materi yang diajarkan guru tetapi apa yang yang penting bagi kehidupan. 

Mempertegas  maksud  kalimat pembuka tulisan ini bahwa tugas guru tidak boleh jatuh pada pilihan agar siswa mendapatkan nilai sempurna tetapi memastikan bahwa ia memiliki kesadaraan dan kebiasaan untuk belajar. Bukan belajar untuk mengikuti tes semata tetapi belajar untuk memperoleh sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan. 

Jika gagasan ini mendapat kepercayaan, maka dapat dipastikan bahwa belajar mendiri ataupun belajar di sekolah akan menjadi habitus dan jati diri seorang siswa. Nilai yang sempurna hanyalah satu bagian dari berbagai hal yang akan dicapai oleh siswa karena proses belajar.  

Bukan nilai untuk segala-galanya tetapi belajar untuk sesuatu apapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun