Lebih lagi, bagi sebagian orang yang enggan ataupun malas mengemukakan suara di forum-forum resmi, dapat dengan lantang menyuarakan apa yang ada di hati terdalamnya di Platform tersebut. Bahkan mereka di sana dapat saling berbantah-bantahan, beradu argumentasi, bertukar gagasan serta pemikiran dengan calon kandidat secara langsung, tanpa dibatasi oleh protokoler bahkan norma sekalipun
Keunggulan lain dari media sosial adalah, setiap influencer yang menjadi corong dari salah satu kandidat dapat mempengaruhi puluhan, ratusan bahkan ribuan orang sekaligus dalam waktu singkat, tanpa mengeluarkan modal untuk pasang baliho, dan banner. Dan itu bisa dikatakan sebuah keuntungan bagi kandidat yang akan bertarung, bila mereka telah mempunyai influencer yang mempunyai pengikut yang banyak dan setia. Dalam arti kata, mereka telah memenangi sebagian pertarungan di gelanggang panjang dunia politik.
Namun setelah menggunakan kampanye digital lantas kampanye tatap muka ditiadakan? Tidak juga. Kampanye tatap muka tetap harus dijalankan namun tidak se-masif yang dilakukan di dunia digital.
Kampanye tatap muka ditargetkan hanya untuk menjangkau calon pemilih yang tidak memiliki akses ke media digital, khususnya bagi usia di atas 50 tahun selain daripada masyarakat yang akses internetnya terbatas.
Namun pada prakteknya di lapangan, kampanye tatap muka adalah kampanye yang bisa disebut kampanye pamungkas, yang di dalamnya nanti kita bisa kita dapatkan berbagai macam jurus yang dilakukan Timses untuk meraih suara. ( wajib mempunyai uang tidak ber-seri) Politik uang, bagi-bagi Sembako yang diselipi stiker calon, disertai angpao sebagai tanda terimakasih, atau dengan cara yang lebih berani dan beresiko, yaitu membagikan uang  dengan nominal tertentu pada serangan fajar, misalnya.  (Di sini diperlukan Timses yang benar-benar teruji dan bisa dipercaya, karena tidak sedikit uang yang rencananya akan dibagikan pada calon pemilih, ternyata 'disikat' oleh Timsesnya sendiri.)Â
Dan yang menjadi tantangan tersendiri bagi seorang calon adalah bagaimana dia bisa memanage Timsesnya dengan baik dan benar, karena tak jarang pula ditemui para Timses tersebut bermain di dua kaki. Karena melihat banyaknya terjadi  Timses yang berubah haluan, hingga 'menggigit' tuannya sendiri, maka dari kejadian itu dapat disimpulkan  kebanyakan dari mereka ini sebetulnya adalah kaum oportunis. Bagi mereka setiap ada peluang dan kesempatan tak akan mereka lewatkan begitu  saja, yang mereka lihat hanya keuntungan semata, tanpa mempertimbangkan etika, nilai ataupun prinsip.
Maka bagi calon yang akan bertarung berhati-hatilah terhadap mereka-mereka ini,Â
Apabila anda menang, seolah-olah merekalah orang yang paling berjasa atas kemenangan tersebut. Dan apabila anda kalah, mereka akan berlalu dari hadapanmu seperti kotoran di yang mengalir di sungai, dan mereka tidak akan merasa punya andil atas kekalahan tersebut.
Maka untuk itu tempatkan kaum oportunis ini sebagai musuh kedua anda. Terlepas nantinya anda menang atupun kalah, sejatinya yang memenangi pertarungan tersebut adalah mereka ini.
Pada umumnya seperti yang banyak orang rasakan, dan tidak dapat pula untuk dipungkiri, yaitu politik itu kotor, sarat dengan tipu daya, Â manipulasi, dan intrik, yang diiringi seribu dusta. Â
Namun, semua akan berpulang pada aktor nya. Apakah dia akan memainkan peran antagonis  ataupun sebaliknya. Tetapi yang jelas, seperti yang dikatakan Najwa Shihab "Bagi rakyat, politik bukan urusan koalisi atau oposisi tetapi bagaimana kebijakan publik mengubah hidup sehari-hari"