Pembahasan mengenai mudharabah sebagaimana yang dipraktikkan dalam bank syariah menunjukkan bahwa kebanyakan mudharabah digunakan untuk tuuan jangka pendek dan hasilnya hampir pasti dapat ditentukan. Tidak ada transfer modal yang nyata kepada mudharib untuk dipakai berdagang secara bebas. Bank secara mendetail menetapkan bagaimana ia hasus menjual barang. Segala bentuk pelanggaran terhadap kontrak bisa menjadikan mudharib bertanggung jawab terhadap semua resiko. Bank juga menentukan jangka waktu kontrak. Dalam pembagian laba rugi, secara teori bank menanggung semua resiko, akan tetapi dalam praktiknya dikarenakan sifat kontrak mudharabah bank Syariah dan syarat-syarat yang ada di dalamnya, kerugian akan jarang terjadi.
Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, mudharabah diterapkan pada :
A.Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, Seperti tabugan haji, tabungan kurban, deposito biasa dan sebagainya.
B.Deposito spesial, dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah saja.
Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk:
a.Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.
b.Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, di mana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.
Dengan demikian, pembiayaan mudharabah bukan hanya menjadi instrumen keuangan yang penting dalam bank syariah, tetapi juga menjadi model yang mendukung pembangunan ekonomi yang beretika dan berkelanjutan. Melalui penerapan mudharabah, bank syariah dapat berperan lebih aktif dalam menggerakkan sektor riil, meningkatkan inklusi keuangan, dan memberikan kontribusi positif terhadap kesejahteraan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H