Mohon tunggu...
Ingrid Jiu
Ingrid Jiu Mohon Tunggu... -

I want to be a Great Writer.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pulau Lemukutan, Pulaunya Lay Muk Tan, Benarkah?

8 Agustus 2016   12:04 Diperbarui: 8 Agustus 2016   23:53 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku tiba-tiba teringat dengan apa yang dikatakan oleh Trinity dalam bukunya TNT. Bahwa ia paling pantang untuk mengajak teman seperjalanan dengan tiga profesi. Yakni photographer, penyuka make-up dan selfie, juga kutu buku. Penjelasan nya. Yang photographer, bisa berjam-jam menunggu nya untuk mengambil sebuah objek. Utak sana, utak sini, nganuin ini, nganuin itu, tripot dipasang sana, nanti di sini, dilepas, lalu dipasang lagi, dilepas lagi, dipasang lagi.

Seorang photographer yang ahli tidak akan merasa waktu nya habis hanya untuk mengambil sebuah objek yang diingininya. Terus, bagaimana dengan penyuka make-up dan selfie. Hm.. bisa berjam-jam pula menunggu nya bermake-up dan berselfie ria. Bisa-bisa kita juga yang disuruhnya untuk mengambil gambar nya melulu. Lalu, dengan kutu buku. Lebih parah lagi. Sebab yang dipelototi adalah buku, buku dan buku. Bahkan, ransel dan tas nya pun isi nya hanya buku melulu yang jikalau dibawa pun berat nya minta ampun. Mengingat akan tulisan Trinity dalam bukunya TNT ini tak lepas membuatku tertawa sendiri.

Oke. Usai berpose, perjalanan kembali kami lanjutkan. Dalam jarak yang lumayan jauh, kami mulai memasuki desa Temiang. Kami sempat bercakap-cakap sambil bertanya kepada seorang Bapak, asal Tebas yang telah lama hijrah dan menetap di pulau Lemukutan. Ketika aku menanyakan kepadanya perihal anak-anak tangga yang dibuat dari tanah yang merupakan peninggalan orang-orang Cina jaman dahulu. Beliau mengatakan bahwa itu semua sudah tidak ada lagi. Sebab, bagian itu sudah lama tidak ditinggali dan anak-anak tangga tersebut sudah lebat dikerubungi rerumputan dan juga semak belukar. Oh, aku sedikit kecewa. Karena sudah aku bayangkan bagaimana tampang akan anak-anak tangga yang dibuat dari tanah yang menyerupai akan undakan dari bawah menuju ke atas perbukitan. Yah, imajinasiku sudah mulai bekerja sejak kali pertama aku mendengar dari penuturan Bapak itu mengenai anak-anak tangga tersebut. Namun, sayang nya kini anak-anak tangga itu sudah tidak ada. Jelas, sejarah akan pulau Lemukutan juga ikut terkubur dalam lebatnya rerumputan juga penuh nya semak belukar.

Kendati demikian, ada pula misi lain yang menjadi target kami selain anak-anak tangga itu. Yakni, Villa Pasir Putih, yang konon kata nya orang-orang indah nya selangit, dan terletak di ujung daerah Teluk Cina. Oke. Setelah berpamitan dengan Bapak asal Tebas itu, kami pun kembali melanjutkan perjalanan.

Selangkah demi selangkah kami tapaki penuh riang. Sambil bercanda, tertawa, ngobrol dan bercerita, dari topik yang satu hingga ke topik apa saja. Dari meledeki teman yang baru mendapatkan pasangan, hingga meledeki teman yang sudah lama menikah. Wah, menjadikan setiap langkah yang kami tapaki serasa ringan saja. Tanpa terasa, sekujur tubuh kami bermandikan keringat, menjadikan kaos dan baju yang kami kenakan basah dan berbau menyengat. Kulihat nyamuk-nyamuk pada berkeliaran dan mengerubungi kaos ataupun baju kami, dari bagian pelipis, leher hingga ke punggung. Duh, perjalanan mulai terasakan berat. Sudah lama kami berjalan, namun kenapa pula Teluk Cina nya belum sampai juga.

Aku kelelahan. Nafasku mulai tak beraturan. Malah aku mulai melambatkan langkah. Tapi, teman-teman kelihatan tetap bersemangat untuk menyampai Villa Pasir Putih. Harus sampai! Begitu teriak mereka dengan lantang dan tegas. Aku mengagumi akan semangat mereka, menjadikan ku juga boleh dan kembali bersemangat. Meskipun kudengar ada beberapa di antara mereka yang mulai kelelahan, ada pula yang kelaparan, ada pula yang jatuh berkali-kali, namun tetap bangkit dan berjalan kembali. Sungguh, ini suatu hal yang mengagumkan. Di mana dalam kebersamaan terdapat pula kekuatan. Yang satu mulai kelelahan, yang lain boleh menyemangati, yang satu kelaparan, yang lain boleh berbagi, yang satu lemah dan terjatuh, yang lain boleh membangkitkan.

Kami kembali menelusuri jalan. Setapak demi setapak, langkah demi langkah. Akhirnya sampailah kami di Teluk Cina. Yang oleh warga setempat disebut dengan nama Karang Utara. Yah, ini adalah daerah pulau Lemukutan bagian utara. Tepatnya berada di ujung kanan pulau. Berarti kami telah berjalan dari arah selatan menuju utara yang berjarak sekitar 5km. Para warga setempat saja terheran-heran hingga menggelengkan kepala mereka ketika mengetahui bahwa kami telah berjalan dari dusun Tanjung Jati hingga menyampai Teluk Cina ini. Bahkan, ada salah satu di antara mereka yang mengatakan seumur-umur ia belum lah pernah ke sana. Alamak!

Daerah Teluk Cina tampak lebih ramai jikalau dibandingkan dengan tiga desa yang telah kami lalui tadi. Rumah-rumah dibangun cukup rapi, berada dan terkesan bagus. Seperti nya perekonomian warga di desa ini lebih baik. Banyak rumah warga yang rajin bercocok tanam, buktinya hampir si setiap rumah terdapat tanaman dan pohon di depan rumah mereka. seperti pohon mangga, cabe, bunga-bunga, sukun, pala, cengkeh dan jenis tanaman lain nya.

Teman-teman berteriak dan berjingkrak-jingkrak penuh kegirangan. Yah, adalah sebuah kebanggaan tersendiri untuk bisa menyampai hingga ke sini. Sudah berapa langkah yang telah kami tapaki, sudah berapa energy kami yang telah terkuras, sudah berapa kalori kami yang telah terbakar, dan sudah berapa liter keringat kami yang telah tercucurkan? Duh, senangnya di kala apa yang telah kita korbankan akhirnya berhasil mencapai puncak kepuasan.

Satu hal yang kucari setiba di Villa Pasir Putih adalah minuman soda. Hm.. dalam kondisi panas dan super lelah seperti ini, hal yang paling menyenangkan adalah meneguk minuman soda dingin. Benar saja, sekali meneguk minuman tersebut rasa-rasanya segenap lelah yang ada pun hilang dan lenyap seketika. Ah, nikmatnya hidup. Tidak percaya? Boleh dicoba!

Karena hari sudah sore, sebentar lagi langit akan mulai gelap. Kami memutuskan untuk pulang ke penginapan dengan kapal. Sebab, berjalan kaki sejauh 5km lagi dengan kondisi badan kelelahan seperti nya tidak memungkinkan, apalagi ditambah dengan kondisi hari gelap, sepanjang jalanan tidak ada lampu jalan. Ingat, ini adalah kampung dan bukanlah kota. Dan kami tiba kembali di penginapan sewaktu hari telah gelap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun