Kami akhirnya berjalan menyusuri hutan ini sembari aku mencari bantuan lain melalu ponsel Prita yang ia titipkan padaku. Satu-satunya orang yang muncul dalam pikiranku adalah Pamanku yang sekarang tinggal di daerah sini.Â
Ia adalah Paman Oji yang sudah uzur namun begitu mudah dimintai bantuan. Ia juga begitu dekat denganku karena suatu alasan kekeluargaan. Ketika aku menelponnya, ia juga dengan sigap membawa mobilnya---kendati uzur, Paman Oji masih mahir mengemudikan mobil sedan miliknya---ke hutan ini. Ia berkata paling cepat sekitar 2 jam 30 menit untuk menempuh ke dalam hutan ini.
Kami memanfaatkan waktu tersebut untuk tetap berjalan, seperti petunjuk Fred. Fred berkontribusi besar dalam hal mencairkan suasana di dalam hutan yang kini sudah gelap gulita. Ia banyak bercerita mengenai jasad renik yang ia pernah pelajari sewaktu menjadi ahli biologi.Â
Atau ketika Lukman tidak mau kalah menceritakan pengalamannya saat mengikuti seminar yang pembicaranya merupakan seorang jurnalis terkenal dari platform Kompasiana dan bagaimana seminar itu mengubah hidupnya secara keseluruhan.
Malam semakin larut, dalam kerunyaman, samar-samar terlihat sinar kuning mengarah pada kami dan suara deru deram mesin mobil. Tentu saja itu Paman Oji, Sang Penyelamat! Ia datang lebih cepat dari dugaan kami semua.Â
Aku melirik jam dari layar ponsel Prita, 19.31. Belum terlalu malam dan rasanya pengalaman terjebak di dalam hutan ini begitu indah, tragis dan penuh dengan cerita dari background orang yang berbeda-beda.Â
Kami tiba di titik kumpul pada pukul 20.05, dan kami segera mencari bus untuk kembali ke kota. Terima kasih, Fred, Lukman dan yang lainnya, Paman Oji dan juga Herman, betapa hebatnya cara kalian menunjukkan, kerja sama adalah kunci kesuksesan tim, segawat apapun suasana, sehebat apapun permasalahan![*]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H