Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Media Merusak Penanggulangan Epidemi HIV/AIDS di Indonesia

21 Desember 2024   10:26 Diperbarui: 21 Desember 2024   10:38 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: nacc.gov.tt)

Sejatinya, media, dalam hal ini media massa (surat kabar, majalah, radio dan TV) serta sekarang media online/portal berita juga media sosial memegang peranan yang sangat penting dalam upaya dan usaha untuk menanggulangi epidemi HIV/AIDS.

Hal tersebut sudah terbukti di beberapa negara, seperti Thailand, yang menempatkan sosialisasi HIV/AIDS pada urutan pertama dari lima program dengan skala nasional yang dijalankan Negeri Gajah Putih itu secara serentak.

Ini program penanggulangan HIV/AIDS di Thailand (Integration of AIDS into National Development Planning, The Case of Thailand, Thamarak Karnpisit, UNAIDS, Desember 2000):

  • memanfaatkan media massa sebagai media pembelajaran masyarakat  
  • pendidikan sebaya (peer educator)  
  • pendidikan HIV/AIDS di sekolah  
  • pendidikan HIV/AIDS di tempat kerja di sektor pemerintah dan swasta  
  • pemberian keterampilan  
  • promosi kondom, dan
  • program kondom 100 persen di lingkungan industri seks

Celakanya, pemerintah Indonesia melalui pembuatan massal peraturan daerah (Perda) penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS justru menjadikan program terakhir (ekor) Thailand jadi program utama.

Baca juga: Program Penanggulangan AIDS di Indonesia Mengekor ke Ekor Program Thailand (Kompasiana, 25 Februari 2017)

Tapi, langkah yang dikembangkan melalui Perda di Indonesia tidak konsisten dengan yang dilakukan Thailand, yaitu:

Program kondom tidak didahului dengan sosialiasi yang massal dan masif, dalam hal ini melalui media massa, sehingga muncul penolakan besar-besaran terhadap kondom

Program kondom di Thailand diikuti dengan pemberian izin usaha bagi pelaku usaha prostitusi

Sanksi jika ada pekerja seks di satu tempat usaha terdeteksi mengidap PIMS (penyakit infeksi menularn seksual, seperti kencing nanah/GO, raja singa/sifilis, virus hepatitis B, klamidia, herpes genitalis dan lain-lain) atau HIV/AIDS maka yang diberikan sanksi adalah pemegang usaha sehingga mereka memaksa pelanggan (laki-laki) memakai kondom setiap melakukan hubungan seksual di tempat usahanya

Sedangkan di Indonesia, melalui jeratan pidana Perda, yang kena saksi adalah pekerja seks. Hal ini membuat pelanggan (laki-laki) tidak mau memakai kondom sehingga risiko penularan HIV/AIDS dari pelanggan ke pekerja seks atau sebaliknya terus terjadi.

Program kondom di tempat pelacuran di Thailand berhasil menurunkan insiden infeksi HIV baru pada kalangan laki-laki dewasa dengan indikator jumlah calon taruna militer yang terdeteksi HIV-positif menurun.

Baca juga: Menggugat Peran Pers Nasional dalam Penanggulangan AIDS di Indonesia (Kompasiana, 9 Februari 2018)

Di era sebelum ada media online dan media sosial informasi HIV/AIDS yang disebarkan media massa juga banyak yang tidak akurat sehingga tidak memberikan pengetahuan dengan pencerahan kepada masyarakat. Selisik media (media watch) terhadap ratusan berita menunjukkan informasi HIV/AIDS dibalut dengan norma, moral dan agama sehingga mengaburkan fakta medis dan menyuburkan mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS (Syaiful W. Harahap, PERS meliput AIDS, Pustaka Sinar Harapan dan The Ford Foundation, Jakarta, 2000).

Kondisinya kian runyam ketika ada media online dan media sosial yang sama sekali tidak bisa dikontrol, sementara media sosial sudah menjelma jadi 'pers bebas' (free press). Padahal, media sejatinya ada di koridor 'freedom of the press' (kebebasan pers) dengan pijakan hukum.

Pada Hari AIDS Sedunia 1 Desember 2024, misalnya, berita di media online dan media sosial tentang HIV/AIDS sama sekali tidak mencerahkan karena hanya sebatas 'talking news' serta mengumbar mitos yang justru mendorong stigmatisasi terhadap Odha di Indonsia.

Baca juga: Berita HIV/AIDS pada Hari AIDS Sedunia 1 Desember 2024 Hanya Talking News Tak Memberikan Pencerahan (Kompasiana, 2 Desember 2024)

Akhir tahun 1990-an sampai awal 2000-an masih ada program pelatihan bagi wartawan untuk menulis berita HIV/AIDS dengan empati agar berita bisa memberikan pencerahan. Ketika itu dimotori oleh LP3Y Yogyakarta yang dijalankan oleh Bang Hadi (dulu dosen di UGM dan novelis trilogi Cintaku di Kampus Biru: Ashadi Siregar) dengan dukungan Ford Foundation. Selain itu ada juga pelatihan yang didanai AusAID serta beberapa donor lain.

Tapi, belakangan ini tidak ada lagi kegiatan untuk melatih wartawan atau pengguna media sosial, sepeti influencer, agar bisa menulis berita HIV/AIDS dengan empati (compassion).

Jika pemerintah membiarkan media terus-menerus menulis berita HIV/AIDS dengan tipe 'talking news' yang tidak dibalut dengan empati dan hanya mekakai sudut pandang (angle) serta membalut beita dengan moral, maka penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia justru akan mundur.

Dengan kondisi Indonesia sebagai negara keempat tercepat pertambahan kasus baru HIV setelah China, India dan Rusia (aidsmap.com), maka tidak ada pilihan lain bagi pemerintah selain meningkatkan sosialisasi HIV/AIDS melalui media, tapi dengan informasi yang berpijak pada fakta medis dan memakai perspektif untuk menjaga agar Indonesia tidak jadi 'afrika kedua.' <>

* Syaiful W Harahap adalah penulis buku: (1) PERS meliput AIDS, Pustaka Sinar Harapan dan The Ford Foundation, Jakarta, 2000; (2) Kapan Anda Harus Tes HIV?, LSM InfoKespro, Jakarta, 2002; (3) AIDS dan Kita, Mengasah Nurani, Menumbuhkan Empati, tim editor, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2014; (4) Menggugat Peran Media dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, YPTD, Jakarta, 2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun