Sejatinya, media, dalam hal ini media massa (surat kabar, majalah, radio dan TV) serta sekarang media online/portal berita juga media sosial memegang peranan yang sangat penting dalam upaya dan usaha untuk menanggulangi epidemi HIV/AIDS.
Hal tersebut sudah terbukti di beberapa negara, seperti Thailand, yang menempatkan sosialisasi HIV/AIDS pada urutan pertama dari lima program dengan skala nasional yang dijalankan Negeri Gajah Putih itu secara serentak.
Ini program penanggulangan HIV/AIDS di Thailand (Integration of AIDS into National Development Planning, The Case of Thailand, Thamarak Karnpisit, UNAIDS, Desember 2000):
- memanfaatkan media massa sebagai media pembelajaran masyarakat Â
- pendidikan sebaya (peer educator) Â
- pendidikan HIV/AIDS di sekolah Â
- pendidikan HIV/AIDS di tempat kerja di sektor pemerintah dan swasta Â
- pemberian keterampilan Â
- promosi kondom, dan
- program kondom 100 persen di lingkungan industri seks
Celakanya, pemerintah Indonesia melalui pembuatan massal peraturan daerah (Perda) penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS justru menjadikan program terakhir (ekor) Thailand jadi program utama.
Baca juga: Program Penanggulangan AIDS di Indonesia Mengekor ke Ekor Program Thailand (Kompasiana, 25 Februari 2017)
Tapi, langkah yang dikembangkan melalui Perda di Indonesia tidak konsisten dengan yang dilakukan Thailand, yaitu:
Program kondom tidak didahului dengan sosialiasi yang massal dan masif, dalam hal ini melalui media massa, sehingga muncul penolakan besar-besaran terhadap kondom
Program kondom di Thailand diikuti dengan pemberian izin usaha bagi pelaku usaha prostitusi
Sanksi jika ada pekerja seks di satu tempat usaha terdeteksi mengidap PIMS (penyakit infeksi menularn seksual, seperti kencing nanah/GO, raja singa/sifilis, virus hepatitis B, klamidia, herpes genitalis dan lain-lain) atau HIV/AIDS maka yang diberikan sanksi adalah pemegang usaha sehingga mereka memaksa pelanggan (laki-laki) memakai kondom setiap melakukan hubungan seksual di tempat usahanya
Sedangkan di Indonesia, melalui jeratan pidana Perda, yang kena saksi adalah pekerja seks. Hal ini membuat pelanggan (laki-laki) tidak mau memakai kondom sehingga risiko penularan HIV/AIDS dari pelanggan ke pekerja seks atau sebaliknya terus terjadi.