"Hari AIDS Sedunia dan Edukasi tentang Bahaya Seks Bebas sebagai Penyebab Utama HIV/AIDS" Ini judul artikel di klikdokter.com (1/12/2024).
Judul artikel ini misleading (menyesatkan) karena merupakan hoaks (informasi bohong) yang merupakan perbuatan melawan hukum sesuai dengan UU ITE.
Jika seks bebas diartikan sebagai hubungan seksual di luar nikah atau zina, maka tidak ada kaitan langsung antara seks bebas dengan penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual.
Istilah 'seks bebas' adalah terjemahan bebas dari 'free sex' yang justru tidak ditemukan dalam kamus-kamus Bahasa Inggris. Yang ada adalah 'free love' = sexual relations without marriage yaitu hubungan seksual tanpa nikah (The Advanced Learner's Dictionary of Current English, A.S. Hornby, E.V. Gatenby, H. Wakefield, Second Edition, Oxford University Press, London, 1963, hal 397).
Penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual penetrasi (oral, vaginal atau anal) bukan karena sifat hubungan seksual (seks bebas, zina), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau kedunya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom ketika terjadi hubungan seksual. Ini fakta!
Seks bebas atau zina jika dilakukan oleh pasangan yang kedunya HIV-negatif berulang kali atau berkali-laki atau berulang-ulang, maka tidak akan pernah terjadi penularan HIV/AIDS biarpun laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama.
Tapi, jika seks bebas atau zina dilakukan oleh sepasang anak manusia melalui hubungan seksual penetrasi (oral, vaginal atau anal) dengan kondisi status HIV keduanya tidak diketahui dan laki-laki tidak memakai kondom, maka itulah yang disebut perilaku seksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS.
Kalau memang benar seks bebas atau zina jadi penyebab utama HIV/AIDS, seperti yang dinyatakan di judul artikel ini, maka:
- Semua pasangan 'kumpul kebo' sudah jadi Odha (Orang dengan HIV/AIDS) atau pengidap HIV/AIDS.
Faktanya? Tidak!
- Pasangan suami-istri yang hamil duluan semua sudah jadi Odha (Orang dengan HIV/AIDS) atau pengidap HIV/AIDS.
Faktanya? Tidak!
- Semua orang yang terlibat perselingkuhan sudah jadi Odha (Orang dengan HIV/AIDS) atau pengidap HIV/AIDS.
Faktanya? Tidak!
- Semua laki-laki dewasa yang pernah seks bebas atau zina dengan pekerja komersial (PSK) langsung (kasat mata) dan PSK tidak langsung (tidak kasat mata) sudah jadi Odha (Orang dengan HIV/AIDS) atau pengidap HIV/AIDS.
Faktanya? Tidak!
Yang perlu diingat PSK ada dua tipe, yaitu:
(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan. Tapi, sejak reformasi ada gerakan moral menutup semua lokalisasi pelacuran di Indonesia sehingga lokaliasi pelacuran pun sekarang pindah ke media sosial. Transaksi seks pun dilakukan melalui ponsel, sedangkan eksekuasinya dilakukan sembarang waktu dan di sembarang tempat. PSK langsung pun akhirnya 'ganti baju' jadi PSK tidak langsung.
(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, pemandu lagu, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, dan cewek PSK online. Transaksi seks terjadi melalui berbagai cara, antara lain melalui ponsel.
Itu artinya pertanyaan di judul artikel ini misleading dan merupakan hoaks yang jadi kotra produktif terhadap penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia dan perbuatan melawan hukum sesuai dengan Pasal 28 ayat (3) UU 1 UU ITE Tahun 2024.
Cara menulis Odha (Orang dengan HIV/AIDS) bukan dengan huruf kapital karena Odha bukan akronim tapi kata yang jadi padanan PLWHA (People Living with HIV/AIDS). Istilah ini diperkenalkan oleh (mendiang) Prof Dr Anton M Moeliono (Lihat: PERS meliput AIDS, Pustaka Sinar Harapan dan The Ford Foundation, Jakarta, 2000, catatan kaki di hal. 17).
Kasus HIV/AIDS pada remaja dan usia produktif adalah realitas sosial karena di rentang usia itu libido tinggi dan yang sudah bekerja punya uang membeli seks.
Persoalanya adalah: informasi HIV/AIDS yang dikemas dalam komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga menenggelamkan fakta medis tentang HIV/AIDS dan menyuburkan mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.
Contoh yang faktual judul artikel ini. Disebut: .... Seks Bebas sebagai Penyebab Utama HIV/AIDS. Ini misleading dan hoaks karena risiko penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual penetrasi (oral, vaginal atau anal) bukan karena seks bebas atau zina, tapi salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom.
Jutaan bahkan bisa puluhan atau ratusan juta warga dunia pernah melakukan seks bebas atau zina, bahkan berulang kali, tapi laporan UNAIDS, badan PBB yang menangani HIV/AIDS, menyebutkan warga dunia yang hidup dengan HIV di akhir tahun 2023 hanya 39,9 juga. Kasus HIV baru di tahun 2023 sebanyak 1,3 juta.
Dalam artikel disebutkan: Rendahnya tingkat kesadaran untuk tes HIV. Pernyataan ini tidak komprehensif karena:
- Tidak semua orang harus menjalani tes HIV
- Tes HIV adalah langkah di hilir
Terkait dengan tes HIV tidak ada penjelasan yang akurat tentang siapa (saja) yang dianjurkan menjalani tes HIV.
Ada lagi pernyataan ini dalam artikel: Seks Bebas Masih Jadi Penyebab Utama HIV/AIDS.
Ini jelas misleading dan hoaks karena penyebab penularan bukan penyebab HIV/AIDS bukan karena seks bebas atau zina.
Ada lagi pernyataan: Gen Z perlu didorong untuk melakukan tes secara sukarela tanpa rasa takut atau malu. Ini ngawur! Tidak semua Gen Z harus tes HIV. Jelaskan, dong, siapa dari Gen Z yang dianjurkan tes HIV dan apa alasan objektifnya.
Selama informasi HIV/AIDS dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama, maka salama itu pula banyak warga yang terjerumus ke perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS. <>
* Syaiful W Harahap adalah penulis buku: (1) PERS meliput AIDS, Pustaka Sinar Harapan dan The Ford Foundation, Jakarta, 2000; (2) Kapan Anda Harus Tes HIV?, LSM InfoKespro, Jakarta, 2002; (3) AIDS dan Kita, Mengasah Nurani, Menumbuhkan Empati, tim editor, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2014; (4) Menggugat Peran Media dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, YPTD, Jakarta, 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H