Ilustrasi, semacam karikatur, pada berita "Kemenkes galakkan edukasi HIV/AIDS tekan prevalensi pada anak muda" (m.antaranews.com, 28/11/2024) ini benar-benar informasi yang menyesatkan (hoaks).
Kalimat pada ilustrasi tersebut "STOP SEKS BEBAS Hindari risiko HIV/AIDS" adalah mitos (anggapan yang salah) terkait dengan cara penularan HIV/AIDS.
Dalam berita sama sekali tidak ada penjelasan tentang kaitan antara 'seks bebas' dengan penularan HIV/AIDS.
Jika "ANTARA" mengartikan seks bebas sebagai zina atau hubungan seksual di luar pernikahan yang sah menurut agama dan negara, maka semboyan di ilustrasi itu pun merupakan informasi bohong (hoaks) yang di dalam jurnalistik disebut misleading (menyesatkan).
Penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual penetrasi (oral, vaginal atau anal bukan karena sifat hubungan seksual (seks bebas atau zina), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom (oral dan vaginal) atau penganal tidak memakai kondom (anal).
Jika sepasang laki-laki dan perempuan keduanya HIV-negatif melakukan seks bebas dengan seks penetrai oral atau anal dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom tidak akan pernah terjadi penularan HIV/AIDS. Ini fakta!
Begitu juga pada LSL (lelaki suka seks lelaki) kalau keduanya HIV-negatif mereka melakukan seks anal tanpa kondom juga tidak akan pernah terjadi penularan HIV/AIDS. Ini juga fakta!
Sebaliknya, sepasang suami istri dalam ikatan pernikahan yang sah tapi salah satu mengidap HIV/AIDS dengan kondisi suami tidak pakai kondom ketika sanggama, maka ada risiko penularan HIV/AIDS.
Baca juga: Guru Agama Ini Kebingungan Karena Anak Keduanya Lahir dengan HIV/AIDS (Kompasiana, 18 April 2018)
Dalam berita Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Ina Agustina Isturini, mengatakan: "Untuk mencapai ketiga zero tersebut, telah ditetapkan target 95 persen ODHIV terdiagnosa, 95 persen ODHIV minum obat ARV seumur hidup, dan 95 persen ODIF mengalami supresi virus HIV sebagai bukti keberhasilan pengobatan ARV, pada tahun 2030."
Ini adalah langkah di hilir, pada saat yang sama insiden infeksi HIV baru terus terjadi di hulu, terutama pada laki-laki melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja seks komersial (PSK) langsung (kasat mata) atau PSK tidak langsung (tidak kasat mata), seperti cewek prostitusi online.
Nah, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sampai detik ini tidak mempunyai program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV pada laki-laki dewasa melalui hubungan sekual dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung.
Maka, adalah mustahil bisa nol infeksi HIV baru di Indonesia pada tahun 2030 karena pelanggan PSK banyak. Studi Kemenkes mencatat hingga akhir tahun 2012 ada 6,7 juta pria Indonesia yang menjadi pelanggan PSK, sehingga pria menjadi kelompok yang paling berisiko tinggi untuk menyebarkan HIV/AIDS (bali.antaranews.com, 9/4/2013). Yang bikin miris 4,9 juta di antara 6,7 pria itu mempunyai istri. Itu artinya ada 4,9 juta istri yang berisiko tertular HIV/AIDS dari suaminya.
Apakah Kemenkes bisa menjangkau 6,7 juta pria pelanggan PSK ini? Kalau tidak itu artinya target nol infeksi HIV baru tahun 2030 hanya bualan belaka.
HIV Senior Advisor dari Monitoring dan Evaluation USAID Bantu II Aang Sutrisna, mengatakan: .... tentang pengetahuan publik tentang HIV/AIDS serta dua perilaku yang menjadi faktor risiko, yakni hubungan seks serta penggunaan narkoba, psikotropika dan zat adiktif (napza).
Ini perlu diluruskan, hubungan seksual seperti apa yang berisiko jadi media penularan HIV/AIDS?
Apakah mengacu ke materi berita "ANTARA" ini, yaitu seks bebas?
Risiko penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik pada penyalahguna Narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) harus secara bersama dan bergantian memakai jarum suntiknya. Selain itu penyebutan 'napza' sudah ketinggalan zaman karena sudah dipisan jadi Narkoba dan Psikotropika. Tidak semua zat adiktif masuk kategori narkotika.
Sejatinya harus dipertegas pengetahuan seperti apa yang diketahui masyarakat terkait dengan HIV/AIDS?
Jangan-jangan hanya sebatas mitos, seperti informasi dalam ilustrasi berita ini yang menyebut seks bebas risiko kena HIV/AIDS.
Jutaan bahkan miliaran warga dunia melakukan seks bebas, tapi laporan UNAIDS menyebutkan sampai akhir tahun 2023 jumlah warga dunia yang hidup dengan HIV/AIDS hanya 39,9 juta. Ini membuktikan penularan HIV/AIDS bukan karena seks bebas! <>
*Â Syaiful W Harahap adalah penulis buku: (1) PERS meliput AIDS, Pustaka Sinar Harapan dan The Ford Foundation, Jakarta, 2000; (2) Kapan Anda Harus Tes HIV?, LSM InfoKespro, Jakarta, 2002; (3) AIDS dan Kita, Mengasah Nurani, Menumbuhkan Empati, tim editor, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2014; (4) Menggugat Peran Media dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, YPTD, Jakarta, 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H