Baca juga: Diskriminasi dan Eufemisme Terkait dengan Pelacuran Dorong Penyebaran HIV/AIDS di Indonesia (Kompasiana, 7 Januari 2019)
Pengaitan 'seks bebas' dengan penularan HIV juga mengaburkan cara-cara penularan HIV/AIDS yang faktual. Penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual penetrasi (oral, vaginal atau anal) bukan karena sifat hubungan seksual (zina dalam hal ini seks bebas), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom.
Baca juga: Kapan Penularan HIV/AIDS Bisa Terjadi pada Seks Bebas? (Kompasiana, 2 Mei 2024)
Kalau benar seks bebas (baca: zina) menyebabkan penularan HIV/AIDS tentulah semua pasangan suami-istri yang menikah karena hamil duluan sudah mengidap HIV/AIDS.
Faktanya: Tidak!
Maka, mengaitkan seks bebas dengan penularan HIV/AIDS adalah hoaks (informasi bohong) yang justru bisa dibawa ke ranah pidana karena merupakan perbuatan melawan hukum seperti diatur di UU ITE.
Di sisi lain istilah seks bebas justru dipakai banyak kalangan untuk menohok remaja yang justru menguntungkan kalangan dewasa karena dikesankan seks bebas (baca: zina) hanya dilakukan oleh remaja.
Di platform Kompasiana dengan kompasianer yang belia dan berpendidikan justru mengumbar artikel dengan tema seks bebas tapi hanya menyasar remaja.
Baca juga: Artikel di Kompasiana yang Kaitkan Seks Bebas Hanya dengan Remaja (Kompasiana, 20 November 2024)
Celakanya, di era media sosial ini tidak ada lagi kode etik sebagai self-cencorship sebagai 'rem' untuk menilai berita, reportase atau artikel yang akan dipublikasi atau ditayangkan di media online dan media sosial.
Baca juga: Remaja Selalu Jadi Korban Kalangan Dewasa Terkait dengan Perilaku Seksual (Kompasiana, 10 September 2010)