Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menurunkan Jumlah Kasus Infeksi HIV Baru Jadi PeeR Menteri Kesehatan di Kabinet Merah Putih

25 November 2024   13:32 Diperbarui: 30 November 2024   09:46 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: paho.org)

Persoalan besar di Indonesia media massa, sekarang ditambah dengan media online/portal berita serta media sosial justru banyak yang menyebarkan informasi HIV/AIDS yang tidak berpijak pada fakta medis.

Baca juga: Hari Pers Nasional: Menagih Peran Aktif Media dalam Penanggulangan AIDS (Kompasiana, 9 Februari 2019)

Misalnya, baik pemerintah maupun kalangan yang terkait dengan HIV/AIDS mengumbar 'seks bebas' yang justru tidak jelas juntrungannya sebagai penyebab HIV/AIDS. Ini menyesatkan karena jika 'seks bebas' diartikan sebagai hubungan seksual di luar nikah (baca: zina), maka itu adalah mitos (anggapan yang salah) karena penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (zina), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom.

Baca juga: Mengapa Sebaiknya Kemenkes Tidak Lagi Menggunakan "Seks Bebas" terkait Penularan HIV/AIDS (Kompasiana, 17 Mei 2022)

Program 'wajib kondom 100 persen bagi laki-laki pada hubungan seksual dengan PSK' di industri seks, menurunkan jumlah kasus infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa di Thailand. Ini bisa dilakukan karena praktek PSK dilokalisir dan diatur langsung oleh pemerintah.

Matriks. Perilaku seksual laki-laki berisiko tertular HIV/AIDS yang tidak terjangkau. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks. Perilaku seksual laki-laki berisiko tertular HIV/AIDS yang tidak terjangkau. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Langkah itu tidak bisa dilakukan di Indonesia karena sejak reformasi 1988 semua tempat (lokalisasi) pelacuran ditutup. Akibatnya, lokalisasi pelacuran pindah ke media sosial dengan transaksi daring (dalam jaringan) melalui Ponsel. Ini tidak bisa diintervensi karena eksekusi terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.

Epidemi HIV/AIDS tidak mengenal batas daerah dan negara secara fisik dan administrasi sehingga penanggulangan HIV/AIDS tergantung pada perilaku seksual dan nonseksual berisiko warga, terutama laki-laki dewasa.

Baca juga: Hanya Orang per Orang yang Bisa Memutus Mata Rantai Penularan HIV/AIDS Melalui Hubungan Seksual (Kompasiana, 3 Juni 2024)

Maka, program penanggulangan HIV/AIDS yang dijalankan ole pemerintah, dalam hal ini Kemenkes dan jajarannya serta institusi yang terkait harus berpijak pada fakta medis agar informasi tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS akurat tidak lagi sebatas orasi moral yang berbuah mitos belaka.

Jika tidak ada program penanggulangan yang komprehensif, dengan pertambahan kasus HIV baru 57.299 per tahun, maka pada tahun 2045 yaitu 'Indonesia Emas' kasus baru HIV sebanyak 1.203.279. Sehingga jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS pada tahun 2045 akan terus bertambah dengan penemuan kasus AIDS yang juga ribuan per tahun.  <>

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun