Baca juga: Hiperrealitas Terkait dengan Shin Tae-yong dan Pemain Naturaliasi (Kompasiana, 10 Mei 2024)
Tampaknya, kondisi itu pulalah yang dipakai STY terhadap Timnas Indonesia.
Sejatinya, keunggulan Timnas Indonesia bukan hanya mengejar kemenangan di tiap laga dengan tim negara lain, tapi menghasilkan pemain sepak bola warga pribumi yang handal. Tentu saja ini tidak seperti membalikkan telapak tangan.
Tapi, mengingat STY sudah menangani Timnas Indonesia sejak Desember 2019 yaitu hampir lima tahun seharusnya tidak perlu lagi 'membeli' pemain dengan kamuflase naturalisasi.
Apa yang terjadi kemudian?
Pemerintah, dalam hal ini PSSI, justru 'membeli' pemain asing dengan efuemisme naturalisasi. Sudah ada 14 pemain naturalisasi yang berarti tanpa pemain prubumi sudah memenuhi syarat sebagai kesebelasan.
Itu artinya STY hanya 'melatih' pemain naturalisasi yang pada akhirnya meminggirkan pemain pribumi.
Baca juga: Shin Tae-yong Hanya Sebatas Memoles Pemain Naturalisasi (Kompasiana, 21 September 2024)
Sejatinya, selama lima tahun kepelatihannya STY sudah harus menelurkan pemain pribumi yang handal sebagai barisan kesebelasan nasional (Timnas) tanpa harus berebut tempat dengan pemain naturalisasi. Â
Lagi pula, pertanyaan yang sangat mendasar adalah: Mengapa pemain-pemain yang dinaturaliasi itu lebih memilih Indonesia tinimbang klub-klub kaya di liga Eropa atau di Liga Pro Arab Saudi? <>
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H