Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Antisipasi Kenaikan Tarif KRL Bikin Tarif per Zona atau Kartu Langganan dengan Potongan Tarif

21 September 2024   08:13 Diperbarui: 21 September 2024   08:24 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi -- Penumpang KRL dari Rangkasbitung turun di Stasiun Tanah Abang (Foto: Dok/Syaiful W. Harahap)

Salah satu ciri masyarakat modern adalah mengandalkan angkutan (transportasi) umum di perkotaan, dalam hal angkutan massal cepat (rapid mass transport), seperti kereta rel listrik (KRL) di permukaan tanah, MRT (mass rapid transit) atau subway di bawah permukaan tanah dan LRT (light rail transit) layang.

Tiga moda angkutan massal ini bebas dari kemacetan sehingga bisa tepat waktu dalam perjalanan dari satu titik ke titik lain. Ini jadi andalan angkutan di kota-kota besar di dunia untuk memberikan opsi (pilihan) bagi warga sehingga tidak perlu ribut soal (mengatasi) kemacetan.

Celakanya, di Indonesia yang diributkan adalah mengatasi kemacetan yang tidak berkesudahan ibarat 'seminar tikus' dan 'debat kusir.'

Stasiun-stasiun TV jadikan isu kemacetan untuk materi talkshow dengan menghadirkan pakar-pakar terkait, tapi hanya sebatas pembahasan di awang-awang karena secara nyata mustahil mencegah kemacetan di perkotaan.

Tidak ada kota besar di dunia yang bebas dari kemacetan di jalan raya, sehingga banyak negara yang memilih langkah yang realistis yaitu menyediakan angkutan massal yang bebas dari kemacetan sebagai opsi.

Maka, operasinal KRL, MRT dan LRT merupakan jawaban yang realistis untuk angkutan massal di perkotaan. Di Indonesia angkutan massal baru beroperasi secara penuh di Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Cikarang) dan Jakarta-Rangkasbitung-Merak serta Yogyakarta-Solo.

Kehadiran KRL, MRT dan LRT sangat membantu banyak warga yang selalu bepergian setiap hari untuk berbagai keperluan, mulai dari pelajar, mahasiswa, guru, dosen, pegawai dan karyawan.

Mereka merupakan kumuter atau penglaju yang setiap hari bepergian di pagi hari dari rumah ke sekolah, kampus, kantor, dan tempat-tempat kerja serta kembali pulang ke rumah di sore atau malam hari.

Angkutan massal ini jauh lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan menggunakan sepeda motor, mobil atau angkutan perkotaan (Mikrolet dan bus kota) baik dari segi biaya, waktu dan keselamatan.

Ilustrasi -- Mesin Tap In dan Tap Out di Stasiun Krenceng, Banten (Foto: Dok/Syaiful W. Harahap)
Ilustrasi -- Mesin Tap In dan Tap Out di Stasiun Krenceng, Banten (Foto: Dok/Syaiful W. Harahap)

Jadwal perjalanan KRL yang mulai dari pukul 04.00 sampai jelang tengah malam sangat membantu untuk menghindarkan keterlambatan tiba di tempat kerja. Sudah saatnya PT KCI (Kereta Commuter Indonesia) memikirkan perjalanan KRL 24 jam/7 hari.

Dari rumah penglaju ada yang naik ojek, motor dan mobil ke stasiun terdekat dengan rumahnya. Motor dan mobil di parkir di stasiun atau tempat parkir di sekitar stasiun.

Dari stasun ke tempat tujuan penglaju bisa naik ojek, bus dan jalan kaki atau naik sepeda ke sekolah, kampus, kantor dan tempat kerja.

Karyawan yang bekerja di toko atau pasar di sekitar Stasiun Angke dan Duri di Jakarta, misalnya, setelah ada KRL trayek Tanah Abang-Rangkasbitung (Banten) mereka memilih sebagai penglaju daripada kos di sekitar tempat kerja.

Biaya kos-kosan antara Rp 500.000 -- Rp 700.000 per bulan. Bandingkan dengan ongkos KRL Tanah Abang-Rangkasbitung Rp 8.000 sekali jalan sehingga pulang-pergi (pp) Rp 16.000. Jika mereka kerja setiap hari itu artinya ongkos Rp 480.000 per bulan ditambah dengan ongkos ojek atau angkot dari rumah ke stasiun atau parkir motor/mobil di statisun.

Biarpun biaya kos dan ongkos transport tidak jauh berbeda, tapi mereka bisa berkumpul dengan istri dan anak-anak setiap hari. Apalagi kalau hari Minggu kerja libur tentu keuntungan besar bagi penglaju karena mereka sudah ada di rumah.

Rencan kenaikan tarif KRL (commuter line), yang katanya hanya seribu rupiah, jadi beban bagi pengjalu. PT KCI tidak bisa mengabaikan potensi penglaju sebagai penyumbang terbesar penumpang KRL. Berita di kompas.com (17/7/2024) menunjukkan setiap hari penumpang KRL mencapai 1.149.417. Tentu saja sebagian besar dari penumpang ini adalah penglaju.

Lihat saja perbedaan jumlah penumpang di gerbong-gerbong KRL atau peron stasiun pada hari kerja dan hari libur.

Ada baiknya kalau PT KCI berpikir linear yaitu menerapkan tarif berdasarkan zona atau menyediakan kartu langganan, dulu dikenal sebagai kartu abonemen, bagi penglaju dengan potongan tarif karena mereka sebagai pengguna layanan tetap.

Secara teknis tentu tidak ada masalah dalam menerapkan tarif berdasarkan zona sehingga tercapai tarif yang adil: ongkos untuk jarak dekat berbeda dengan jarak jauh.

Jika PT KCI keberatan dengan tarif berdasarkan zona, maka sediakan kartu langganan bagi penglaju.

Agar yang menerima kartu langganan tepat sasaran, maka pembelian dengan menunjukkan kartu pegawai atau karyawan. Bisa juga dengan surat pengantar dari perusahaan agar yang menerima potongan harga tepat sasaran. <>

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun