Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Sebut Seks Bebas Penyebab HIV/AIDS adalah Hoaks Bisa Dijerat dengan UU ITE

29 Agustus 2024   09:14 Diperbarui: 29 Agustus 2024   13:28 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus-kasus infeksi HIV baru terus terjadi di Indonesia yang pada akhirnya jadi masalah kesehatan masyarakat yang jadi beban  bagi APBN karena harus memberikan obat gratis, yaitu obat antiretroviral (ARV), kepada Odha (Orang dengan HIV/AIDS, dalam terminologi internasional disebut PLWHA-People Living with HIV/AIDS) yang terdeteksi.

Dana APBN yang digelontorkan untuk ARV gratis pada tahun (Sumber: kebijakanaidsindonesia.net):

  • 2008 Rp 37,9 miliar
  • 2009 Rp 42,5 miliar
  • 2010 Rp 84,7 miliar
  • 2011 Rp 85,6 miliar
  • 2012 Rp 119 miliar
  • 2013 Rp. 260 miliar

Selain itu penanggulangan epidemi HIV/AIDS dan PIMS (penyakit infeksi menular seksual, seperti kencing nanah/GO, raja singa/sifilis, virus hepatitis B, virus kanker serviks, klamidia dan lain-lain) yang tidak komprehensif menyebabkan kasus-kasus baru, terutama pada laki-laki dewasa, yang bermuara pada istri dan anak-anak mereka.

Pada rentang waktu tahun 1987 sampai 31 Maret 2023, misalnya, sudah terdeteksi 672.266 kasus kumulatif HIV/AIDS yang terdiri atas 522.687 HIV dan 149.579 AIDS.

Yang perlu diingat jumlah kasus yang dilaporkan ini tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarkat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.

Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat Gambar).

Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/AIDS Watch Indonesia/Shyaiful W. Harahap)
Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/AIDS Watch Indonesia/Shyaiful W. Harahap)

Suami yang tularkan HIV/AIDS dan PIMS atau keduanya sekaligus bukan isapan jempol belaka, karena dalam Laporan Eksekutif Perkembangan HIV/AIDS dan Penyakit Infeksi Menular Seksual (PIMS) Triwulan I Tahun 2023 yang dipublikasikan oleh Web Site Resmi HIV/AIDS & PIMS Indonesia menunjukkan pada periode Januari -- Maret 2023 estimasi ibu hamil sebanyak 4.719.130:

  • Ibu hamil yang tes HIV sebanyak 680.270 (14,42%)
  • Ibu hamil HIV-positif sebanyak 2.133 (0,31%)
  • Dari 2.133 ibu hamil HIV-positif hanya 356 yang menjalani pengobatan dengan obat antiretroviral/ART (16,69%)
  • Bayi usia <1 tahun yang lahir dari ibu HIV-positif sebanyak 134 (6,28%)
  • Bayi usia <18 bulan yang lahir dengan HIV sebanyak 28 (1,31%)

Sedangkan terkait dengan PIMS:

  • Ibu hamil yang tes sifilis 291.646 (6,18%)
  • Ibu hamil yang positif sifilis 1.755 (0,60%)
  • Ibu hamil positif sifilis yang menjalani pengobatan 818 (46,16%)
  • Bayi <18 bulan yang lahir dengan sifilis sebanyak 159 (9,06%)

Mengapa kasus infeksi HIV dan PIMS baru terus terjadi di Indonesia?

Kasus penularan HIV/AIDS dan PIMS dari suami ke istri terjadi karena studi Kemenkes mencatat hingga akhir tahun 2012 ada 6,7 juta pria Indonesia yang menjadi pelanggan PSK, sehingga pria menjadi kelompok yang paling berisiko tinggi untuk menyebarkan HIV/AIDS (bali.antaranews.com, 9/4/2013). Yang bikin miris 4,9 juta di antara 6,7 pria itu mempunyai istri. Itu artinya ada 4,9 juta istri yang berisiko tertular HIV/AIDS dari suaminya.

Salah satu penyebabnya adalah pemerintah tidak memberikan keterangan yang akurat dengan pijakan fakta medis pada konteks komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS.

Semua hal yang terkait dengan cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS serta PIMS dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga menenggelamkan fakta medis dan menyuburkan mitos (anggapan yang salah).

Misalnya, menyebut 'seks bebas' tapi tanpa penjelasan yang akurat tentang apa yang dimaksud dengan 'seks bebas.' Istilah yang rancu ini merupakan terjemahan bebas dari 'free sex' yang dalam kamus-kamus Bahasa Inggris justru tidak ada entry 'free-sex.'

Beberapa judul berita yang mengaitkan 'seks bebas' dengan HIV/AIDS:

  • Dinkes Palopo Catat 400 Orang Tertular HIV/AIDS Akibat Seks Bebas (detik.com, 21/3/2024)
  • Seks Bebas Picu Penularan HIV (rri.co.id, 7/10/2023)
  • Jangan Dek Ya, Seks Bebas itu Sebabkan HIV AIDS dan Infeksi Menular Seksual (beritasatu.com, 16/8/2024)
  • Perilaku Seks Bebas Picu Kenaikan Jumlah Kasus Kasus HIV/AIDS, Puluhan Anak di Ngawi Berstatus ODHA (radarmadiun.jawapos.com, 18/7/2024)
  • Peringati HKN Ke-59 Dan HAS, Wabup Bagus Santoso Ajak Remaja Jauhi Seks Bebas (prokopim.bengkaliskab.go.id, 16/12/2023)
  • Kasus HIV/AIDS Terus Bertambah di Lhokseumawe, Faktor Utama Akibat Seks Bebas (dialeksis.com, 7/7/2024)

Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud pemerintah dengan 'seks bebas' yang menyebabkan HIV/AIDS?

Karena tanpa penjelasan yang akurat membuat penafsiran 'seks bebas' liar yang akhirnya menyebabkan banyak orang terjerumus ke perilaku seksual yang berisiko terjadi penularan HIV/AIDS dan PIMS atau keduanya sekaligus.

Jika ‘seks bebas’ yang selalu disebutkan diartikan sebagai zina, maka menyebut zina penyebab terjadi penularan HIV/AIDS jelas misleading (menyesatkan) karena risiko penularan HIV/AIDS dan PIMS melalui hubungan seksual penetrasi (seks oral, vaginal dan anal), di dalam dan luar nikah, bukan karena sifat hubungan seksual yaitu ‘seks bebas’ atau zina, tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakain kondom selama melakukan hubungan seksual penetrasi. Ini fakta!

Matriks: Risiko Penularan HIV/ADIS pada Seks Bebas dan Pergaulan Bebas. (Foto: Dok AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Risiko Penularan HIV/ADIS pada Seks Bebas dan Pergaulan Bebas. (Foto: Dok AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)

Diskusi penulis dengan beberapa cewek di Facebook ini menggambarkan kesesatan yang terjadi karena penyebaran 'seks bebas' tanpa penjelasan.

  • Penulis: Coba bayangkan 10 teman cowokmu, berapa di antara mereka yang pernah 'seks bebas.'
  • Cewek: Maaf, ya tidak ada di antara mereka yang gituan dengan PSK di lokalisasi.
  • Penulis: Kalau dengan sesama teman apakah ada yang pernah melakukannya?
  • Cewek: .... Menghapus pertemanan ....

Nah, di benak banyak orang 'seks bebas' adalah melacur dengan PSK di lokalisasi pelacuran. Maka, membawa cewek yang ditemui di mal, bioskop, pub, diskotek, panti pijat dan prostitusi online ke kamar kos bukan 'seks bebas' sehingga tidak ada risiko penularan HIV/AIDS atau PIMS.

Lihat saja pil pahit yang dialami guru agama ini. Dia menikah dengan seorang janda tanpa menjalani tes HIV. Akibatnya dia dan istri pertamanya serta dua anaknya tertular HIV/AIDS.

Maka, mengaitkan 'seks bebas' dengan penularan HIV/AIDS dan PIMS merupakan perbuatan yang melawan hukum karena hal itu hoaks (informasi yang tidak benar) yang bisa dijerat dengan UU ITE dengan acaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar (pasal 28 ayat 3).

Ironisnya, pemerintah dan jajarannya yang terkait dengan HIV/AIDS dan PIMS serta institusi, seperti LSM, tetap saja mengumbar 'seks bebas' padahal merupakan terminologi yang menyesatkan (misleading). <>

* Syaiful W Harahap adalah penulis buku: (1) PERS meliput AIDS, Pustaka Sinar Harapan dan The Ford Foundation, Jakarta, 2000; (2) Kapan Anda Harus Tes HIV?, LSM InfoKespro, Jakarta, 2002; (3) AIDS dan Kita, Mengasah Nurani, Menumbuhkan Empati, tim editor, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2014; (4) Menggugat Peran Media dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, YPTD, Jakarta, 2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun