Pernyataan ini ngawur dan hoaks! Seks pada lesbian bukan faktor risiko penularan HIV/AIDS karena tidak ada seks penetrasi.
Baca juga: Sebut Kasus HIV/AIDS karena Lesbian dalam LBGT adalah Hoaks yang Bisa Dijerat dengan UU ITE
Selain itu pada transgender, lebih dikenal sebagai Waria, risiko penularan HIV/AIDS justru terutama dari laki-laki heteroseksual yang melakuan seks anal atau seks oral dengan transgender.
Yang juga perlu dipahami HIV/AIDS pada gay ada di terminal terakhir karena mereka tidak mempunyai istri sehingga tidak ada risiko penyebaran HIV/AIDS ke masyarakat.
Justru kasus HIV/AIDS pada laki-laki heteroseksual yang potensial menyebar karena mereka mempunyai istri, bahkan ada yang beristri lebih dari satu, selingkuhan dan juga ada yang jadi pelanggan pekerja seks komersial.
Laporan Kemenkes menunjukkan di akhir tahun 2012 ada 6,7 juta pria Indonesia yang menjadi pelanggan PSK. Ironisnya, 4,9 juta di antaranya mempunyai istri (bali.antaranews.com, 9/4/2013).
Pertanyaannya: Apakah ada program Dinkes Kota Kendari untuk mencegah insiden penularan HIV baru pada laki-laki dewasa?
Kalau jawabannya tidak ada, maka penyebaran HIV/AIDS di Kota Kendari akan terus terjadi terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Ada lagi pernyataan: Yang lebih mengkhawatirkan, Dinkes menemukan usia produktif sudah mengidap HIV/AIDS. Bahkan didapati pula bayi yang mengidap HIV/AIDS.
Kasus HIV/AIDS pada usia produktif adala realistis karena pada rentang usia tersebut libido atau dorongan seksual sangat kuat yang hanya bisa disalurkan melalui hubungan seksual. Celakanya, materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) HIV/AIDS selama ini dibalut dengan norma, moral dan agama sehingga menenggelamkan fakta medis tentang HIV/AIDS. Akibatnya, yang sampai masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah) tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS.