Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kegagalan Dunia Capai Nol Infeksi HIV Baru Tahun 2030 Bukan Karena Stigma dan Diskriminasi

25 Juli 2024   08:31 Diperbarui: 8 Agustus 2024   08:07 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konferensi AIDS Sedunia ke-25 di München, Jerman | Foto: Sabine Dobel/dpa/picture alliance

Soalnya, stigma dan diskriminasi terjadi di hilir pada epidemi HIV/AIDS yaitu terhadap orang-orang yang terdeteksi HIV karena identitasnya mereka bocor atau dibocorkan ke publik.

Matriks: Stigma dan Diskriminasi Terhadap Warga Pengidap HIV/AIDS Terjadi di Hilir. (Foto: Dok/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Stigma dan Diskriminasi Terhadap Warga Pengidap HIV/AIDS Terjadi di Hilir. (Foto: Dok/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)

Disebutkan juga oleh UNAIDS bahwa "Stigmatisasi dan diskriminasi khususnya menghalangi mereka yang terkena dampak untuk menerima pengobatan." Ini juga tidak tepat karena orang-orang yang terdeteksi HIV-positif melalui tes HIV yang baku, seperti VCT (voluntary counseling test yaitu tes HIV secara sukarela dengan konseling) di sarana kesehatan pemerintah otomatis menerima pengobatan dengan obat antiretroviral (ART -- antiretroviral therapy).

Lagi pula infeksi HIV baru tidak hanya ditularkan oleh orang-orang yang HIV-positif yang tidak menerima ART, tapi justru terjadi pada orang-orang yang belum tertular yaitu melalui perilaku seksual berisiko.

Seperti di Indonesia sejak reformasi di tahun 1988 semua lokalisasi pelacuran ditutup sehingga tidak bisa dilakukan penjangkauan untuk menerapkan seks aman yaitu memaksa laki-laki selalu memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK).

Praktek pelacuran yang semula dilokalisir di lokalisasi pelacuran dan di jalanan sekarang justru pindah ke media sosial. Ini membuat penjangkauan jadi mustahil karena transaksi dan eksekusi hubungan seksual terjadi di sembarang waktu dan sembarang tempat.

Baca juga: Pelacuran dari Lokalisasi dan Jalanan Pindah ke Media Sosial

Cewek yang sebelumnya dikenal sebagai PSK langsung (yang praktek di lokalisasi) dan PSK tidak langsung (yang praktek melalui kegiatan hiburan malam dan pijat plus) kini jadi cewek prostitusi online yang dijangkau dengan telepon seluler (Ponsel) secara Daring (dalam jaringan).

Disebutkan oleh UNAIDS, meskipun ada kemajuan besar dalam memerangi HIV/AIDS, tapi sekitar seperempat dari semua orang dengan HIV di seluruh dunia tidak memiliki akses terhadap pengobatan yang bisa menyelamatkan nyawa.

Ini tantangan besar bagi dunia yaitu menjalankan program penanggulangan di hulu yaitu mencegah agar tidak semakin banyak orang, terutama laki-laki dewasa, yang tertular HIV melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK dan cewek prostitusi online.

Selama penanggulangan epidemi HIV/AIDS hanya dilakukan di hilir, seperti tes HIV yang dilanjutkan dengan program ART, maka dunia tidak akan pernah mencapai nol infeksi HIV baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun