"Dia (Sekretaris KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) Kabupaten Tasikmalaya, Saeful Hidayat-Pen.) menambahkan, KPA Kabupaten Tasikmalaya akan menyasar remaja produktif untuk diberikan sosialisasi mengenai HIV-AIDS pada tahun 2024. Dimana remaja produktif merupakan kelompok yang paling rentan terhadap HIV-AIDS. Oleh karena itu, penting untuk memberikan mereka edukasi tentang bahaya HIV-AIDS dan cara pencegahannya." Ini ada dalam berita "Kasus HIV/Aids di Kabupaten Tasikmalaya Meningkat Tahun 2024" (detik.com, 20/6/2024).
Ada beberapa hal yang patut ditanggapi dalam pernyataan di atas, yaitu:
Pertama, dalam berita tidak dijelaskan proporsi usia dari 781 kasus HIV/AIDS di Kab Tasikmalaya, sehingga menyasar remaja.
Kedua, remaja bukan mata rantai penyebaran HIV/AIDS karena kasus HIV/AIDS pada remaja ada di terminal terakhir epidemi HIV/AIDS yakni karena mereka tidak mempunyai istri sehingga mereka tidak menyebarkan HIV/AIDS.
Ketiga, disebutkan 'remaja produktif merupakan kelompok yang paling rentan terhadap HIV-AIDS.' Ini tidak akurat karena kerentanan terkait dengan risiko tertular HIV/AIDS bukan karena kelompok atau usia, tapi karena perilaku seksual dan nonseksual orang per orang.
Keempat, disebutkan ' .... memberikan mereka (remaja-Pen.) edukasi tentang bahaya HIV-AIDS dan cara pencegahannya.' Persoalannya adalah sejak kasus HIV/AIDS diakui pemerintah ada di Indonesia yaitu tahun 1987, sementara epidemi global sudah ada sejak 1981, informasi tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS selalu dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga menenggelamkan fakta medis tentang HIV/AIDS dan menyuburkan mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.
Baca juga: Kasus HIV/AIDS pada Remaja Akibat Materi KIE HIV/AIDS yang Hanya Mitos
Di Indonesia memang aneh bin ajaib. Yang potensial menyebarkan HIV/AIDS adalah laki-laki heteroseksual dewasa, tapi yang dijadika objek sebagai sasaran penyuluhan dan sosialisasi justru remaja dan perempuan (padahal perempuan, dalam hal ini istri, tertular HIV/AIDS dari suaminya).
Selain itu perempuan hamil diwajibkan tes HIV, sedangkan suami mereka tidak diwajibkan menjalani tes HIV. Ini benar-benar membawa celaka karena para suami yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak tes HIV jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS secara horizontal di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.