Sejatinya, kalaulah meraka merupakan makhluk sosial tentulah mereka akan berpikir dua kali sebelum mengeraskan volume speaker Ponsel atau berbicara dengan keras melalui Ponsel di tempat-tempat umum (public sphere).
Bisa jadi karena tidak ada yang mengusik mereka justru kian merasa mereka justru terasingkan dari orang-orang yang hadir secara fisik di sekitarnya. Padahal, secara realitas mereka sema sekali tidak terasing atau terisolasi dari lingkungan sekitarnya.
Kecanduan terhadap Ponsel merupakan masalah terkait dengan kesehatan mental yang serius. Laporan State of Mobile 2024 (data.ai) menunjukkan warga Indonesia, data tahun 2023, ada di peringkat pertama kecanduan Internet di dunia yang menghabiskan waktu 6 jam 5 menit setiap hari di layar Ponsel atau tablet.
Baca juga: Candu Baru Itu Bernama Media Sosial
Aspek psikologi di balik kecanduan Ponsel terjadi karena otak menerima sensasi yang menyenangkan ketika menerima notifikasi, pesan, atau mencontreng tada suka di platform media sosial. Penelitian di Jerman menunjukkan
Kecanduan Ponsel terkait pula dengan NOMOPHOBIA yaitu NO MObile PHOne PhoBIA yaitu kondisi psikologis seseorang yang ketakutan luar biasa ketika tidak terhubung dengan konektivitas Ponsel.
Para peneliti otak membuktikan bahwa mencontreng tanda "like" dan memberikan komentar di Facebook, Instagram atau TikTok menstimulasi pusat kebahagiaan di otak, mirip seperti makan, seks atau memakai Narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) (DW, 13/10/2023).
NOMOPHOBIA bisa berdampak terhadap kadar dopamin di dalam tubuh (salah satu senyawa kimia organik berasal dari keluarga katekolamin dan fenetilamina. Dopamin berfungsi sebagai hormon dan neurotransmiter dan mempunyai peran penting di dalam tubuh dan otak-Wikipedia).
Kadar dopamin dalam tubuh terkait dengan penyakit yang bisa mengganggu kesehatan mental (dari berbagai sumber). *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H