Sejatinya kekerasan seksual termasuk extraordinary crime (kejahatan yang luar biasa) sehingga ada ruang untuk ancaman hukuman mati.
Jika memakai perspektif, maka hukum penjara 15 tahun bisa berkurang karena ada pengurangan hukuman, sementara korban akan menderita sepanjang hayatnya.
Apalagi di Indonesia ada fenomena yang menjungkirbalikkan akal sehat yaitu sebagian orang, bahkan perempuan, selalu menyalahkan perempuan yang jadi korban kekerasan seksual.
Kondisi itu memberikan pembelaan kepada pelaku kejahatan seksual sehingga yang jadi sasaran stigmatisasi (pemberian cap buruk atau negatif) justru korban. Ironis.
Selain itu polisi dan media juga memberikan ruang atau panggung pembelaan diri bagi pelaku kejahatan seksual yang disebarkan oleh media.
Baca juga: Menggugat Pemberian "Panggung" kepada Pelaku Kejahatan Seksual dan Inses di Lampung, Polisi dan Wartawan Berikan Panggung Pelaku Bela Diri
Di pihak lain cara-cara pemberitaan sebagai media, dalam hal ini media massa (surat kabar, majalah, radio dan TV) serta media online (portal berita) juga merupakan 'the second rape' terhadap korban kekerasan sekual.
Baca juga: Wartawan Sebagai Pelaku "The Second Rape" dalam Berita Perkosaan
Sudah saatnya memetakan jenis-jenis kejahatan atau kekerasan seksual dengan ancaman hukuman yang berbeda. Dan, ancaman pejara bukan maksimal, tapi minimal. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H