Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Serial Santet #48 Kawat Seperti Kail Dikirim untuk Menjepit Otot

7 Januari 2024   16:38 Diperbarui: 7 Januari 2024   16:39 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan: Dengan segala hormat dan kerendahan hati, pengalaman ini saya tulis sebagai gambaran bagi yang pernah mengalami sendiri atau keluarga agar bisa dapat bantuan. Simpanlah ejekan, hinaan dan cacian. Jika merasa tidak akan pernah kena santet, silakan bersyukur sehingga tidak perlu menghina. Sudah beberapa yang mengontak saya minta bantuan setelah membaca pengalaman saya di Kompasiana. Penulis.

Kesemutan di tangan kiri sudah tidak terasa setelah menjalani rangkaian fisioterapi* di sebuah RSUD di Jakarta Timur.

Tapi, tiba-tiba tangan kiri kembali kesemutan awal pekan lalu.

Kalau saya kembali ke dokter tentulah mulai lagi dari awal dan itu artinya perjalanan untuk bisa fisioterapi akan panjang.

"Ya, Pak, ada lagi benda kiriman di bahu kiri." Ini jawaban Pak Ajie di Cilegon, Banten, via WA.

Memang, awal pekan ada bau menyengat, seperti bau rokok, obat nyamuk bakar dan wewangian yang aneh di hidung di depan rumah.

Itu biasanya salah satu pertanda ada 'kiriman' tapi bukan dibawa kurir. Yang datang dengan bau-bauan itu berupa makhluk halus yang disuruh penyantet dengan bayaran tertentu berkisar antara Rp 2,5 -- Rp 3,5 juta ditambah 'uang jasa' bagi penyantet.

Tidak ada pilihan lain selain ke rumah Pak Ajie agar benda ditarik. Bisa juga ditarik langsung dari Cilegon, tapi biaya agak besar dan tidak puas rasanya karena tidak melihat benda ditarik dari badan.

Persoalan muncul karena keterbatasan 'amunisi' berupa ongkos. Syukurlah, ada teman yang mengulurkan tangan.

Akhir pekan lalu saya ke rumah Pak Ajie. Syukurlah dia ada di rumah sehingga saya tidak harus menunggu lama.

Dengan 'umpan' dedaunan, seperti cocor bebek, yang dipetik di tepi jalan Pak Ajie menarik benda di bahu kiri dengan ujung keris kecil.

Kreeeekkkk .... Benda yang semula berupa jelly di badan berubah ke wujud semula yaitu kawat yang dibengkokkan seperti mata pancing atau kail.

Itu yang menyebabkan kesemutan dan nyeri ke kepala karena benda itu menjepit urat atau otot di badan.

Itulah salah satu beda antara sulap, sihir dan santet. Kalau sulap atau sihir, misalnya, sapu tangan jadi kembang atau merpati jika disimpan di toplet semalaman merpati akan berubah wujud jadi sapu tangan lagi.

Sebaliknya, pada santet benda padat diubah jadi jelly yang dikenal sebagai dematerialisasi. Tapi, setelah 'dipegang' Pak Ajie jelly di badan berubah ke wujud semula yaitu kawat.

Rasanya ringan setelah benda ditarik dari bahu. Setiap benda ditarik dari badan saya selalu berdoa agar tidak ada lagi kiriman yang diaminkan Pak Ajie.

Tapi, orang-orang yang berhubungan dengan penyantet tidak akan pernah berhenti sebelum tujuannya tercapai karena penyantet akan 'memaksa' yang membeli agar terus mengirim santet.

Celakanya, orang-orang yang membayar penyantet akan menyebar kabar bahwa yang salah adalah korban karena percaya ada santet. Ini memang ironis.

Anak saya, misalnya, menuduh saya musyrik karena percaya ada santet, sementara orang-orang yang membayar penyantet justru lolos dari tudingan sebagai seorang musyrik.

Yang lebih konyol, seperti yang saya alami, kalangan keluarga sendiri juga sudah termakan 'hoaks' dari orang yang bayar penyantet dan menuduh saya yang salah karena pergi ke Banten untuk berobat. Lagi-lagi ironis!

Makanya, tidak sedikit teman yang saya kabari untuk sekedar minta bantuan justru berbalik menuding saya sebagai pihak yang bersalah karena percaya ada santet.

Seorang adik 'menghardik' saya: "Jangan pergi lagi ke Banten!" Rupanya, adik ini sudah termakan 'hoaks' dari orang yang bayar penyantet yang menyantet saya.

Ada lagi adik yang mengatakan ini: "Mereka itu, maksudnya orang yang membantu saya di Banten, cari uang itu!" Padahal, sering saya hanya ucapkan terima kasih setelah berobat karena uang di kantong hanya cukup untuk ongkos.

Ada lagi saudara yang mengatakan ini: "Tidak ada semua itu!" Sejatinya mereka bersyukur tidak jadi korban santet bukan mengejek, mencaci dan menghina.

Saya bersyukur kepada-Nya karena sudah belasan yang saya bantu dari dalam dan luar negeri karena mereka sudah habis-habisan tapi tidak ada hasil. Bahkan, ada yang terpaksa menyerahkan kehormatannya karena kata Si Penyantet obat harus dimasukkan melalui hubungan suami-istri.

Saya hanya bisa berdoa sambil berserah diri kepada-Nya agar dilindungi karena mereka, penyantet, tidak akan berhenti sebelum apa yang mereka harapkan terjadi. *

*Fisioterapi merupakan bentuk pengobatan medis dengan bantuan alat-alat yang ditangani dokter untuk mengatasi keluhan kesehatan yang terkait dengan aspek medis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun