Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Perilaku Seksual Berisiko Jadi Penyebab Kasus HIV/AIDS di Banten Naik

4 Januari 2024   15:16 Diperbarui: 4 Januari 2024   15:38 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: thebizzellgroup.com)

"Terungkap Penyebab Penderita HIV/AIDS di Banten Naik 16.810 Kasus dalam Setahun." Ini judul berita di banten.tribunnews.com (3/8/2023).

Dalam berita disebutkan: Hingga tahun ini, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten mencatat 17.680 penderita HIV/AIDS.

Sedangkan dalam laporan Triwulan I/2023 sihakemkes.go.id menunjukkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Provinsi Banten dari tahun 1987 -- 31 Maret 2023 sebanyak 19.859 yang terdiri atas 15.859 HIV dan 4.000 AIDS.

Terlepas dari perbedaan jumlah kasus yang dipertanyakan adalah dalam berita tidak ada jawaban yang pasti terkait dengan penyebab jumlah kasus HIV/AIDS di Banten (terus) bertambah atau naik.

Disebutkan lagi: Kepala Dinkes Provinsi Banten, Ati Pramudji Hastuti, mengatakan dulu, jarum suntik pengguna narkoba sebagai faktor yang memengaruhi kasus HIV/AIDS.

Keterangan ini kurang lengkap karena risiko tertular HIV/AIDS melalui penyalahgunaan Narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) dengan jarum suntik harus ada syaratnya yaitu jarum suntik dipakai secara bersama-sama dengan bergantian. Kalau hanya dipakai sendiri saja, maka tidak ada risiko tertular HIV/AIDS.

Disebutkan lagi: Namun, sejak 2015 hingga kini, disebabkan sering berganti pasangan hingga hubungan sesama jenis.

Risiko tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual tidak semata-mata karena 'sering berganti pasangan' tapi karena dilakukan dengan seseorang, di dalam dan di luar nikah, yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom yang disebut sebagai hubungan seksual yang tidak aman.

Begitu juga dengan risiko penularan 'hubungan sesame jenis' ada risiko jika dilakukan dengan seseorang yang tidak diketahui status HIV-nya atau salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dengan kondisi yang menganal tidak memakai kondom.

Ada informasi yaitu: Bahkan, Dinkes juga menemukan 10 bayi menderita HIV.

Dalam berita tidak ada penjelasan apakah ayah bayi-bayi itu yang dalam hal ini suami ibu bayi-bayi itu menjalani tes HIV.

Kalau jawabannya tidak, maka ayah bayi-bayi itu jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah (Lihat matriks).

Matriks: Penyebaran HIV/AIDS di Masyarakat Jika Suami IRT HIV+ Tidak Jalani Tes HIV (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Penyebaran HIV/AIDS di Masyarakat Jika Suami IRT HIV+ Tidak Jalani Tes HIV (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Disebutkan pula: Ati mengaku pihaknya terus melakukan skrining kepada masyarakat yang berisiko terkena HIV.

Yang berisiko tertular HIV/AIDS bukan masyarakat, tapi orang per orang berdasarkan perilaku seksual dan nonseksual yang mereka lakukan.

Warga, laki-laki dan perempuan dewasa, yang berisiko yaitu yang pernah atau sering melakukan salah satu atau beberapa hubungan seksual berisiko, di bawah ini:

(a) Laki-laki dewasa yang sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom di dalam nikah dengan perempuan yang berganti-ganti karena bisa saja salah seorang dari perempuan tersebut mengidap HIV/AIDS,

(b) Perempuan dewasa yang sering melakukan hubungan seksual dengan laki-laki yang berganti-ganti, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, di dalam nikah karena bisa saja salah seorang laki-laki tersebut mengidap HIV/AIDS,

(c) Laki-laki dewasa yang sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom di luar nikah dengan perempuan yang berganti-ganti karena bisa saja salah seorang dari perempuan tersebut mengidap HIV/AIDS,

(d) Laki-laki dewasa yang sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom di luar nikah dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks dan cewek prostitusi online, karena bisa saja salah seorang dari perempuan tersebut mengidap HIV/AIDS,

(e) Perempuan dewasa yang sering melakukan hubungan seksual di luar nikah dengan laki-laki yang berganti-ganti tanpa kondom karena bisa saja salah seorang dari laki-laki tersebut mengidap HIV/AIDS, dan

(f) Perempuan dewasa yang sering melakukan hubungan seksual di luar nikah dengan laki-laki yang sering berganti-ganti pasangan, seperti gigolo, karena bisa saja gigolo tersebut mengidap HIV/AIDS.

Maka, yang dianjurkan mejalani tes HIV secara sukarela adalah warga yang pernah atau sering melakukan salah satu atau beberapa perilaku seksual berisiko di atas. Informasi ini yang harus disebarluaskan secara akurat dengan tidak dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama.

Soalnya, kalau materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama, maka fakta medisnya hilang sedangkan yang sampai ke masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah) yang pada akhirnya menyesatkan.

Ada lagi penjelasan: Dinkes Banten juga mewajibkan ibu hamil menjalani skrining untuk mengantisipasi penularan HIV/AIDS dari ibu pada bayi baru lahir.

Sejatinya Dinkes Banten perlu membalik paradigma berpikir yaitu yang mejalani tes duluan bukan ibu hamil, tapi suami ibu hamil. Soalnya, sering terjadi suami ibu hamil yang terdeteksi HIV-positif menolak untuk tes HIV. Bahkan, di Lebak disebutkan suami yang diberitahu istrinya yang melahirkan HIV-positif mereka akan meninggalkan istrinya di rumah sakit dan kabur meninggalkan anak-anaknya.

Baca juga: Kasus HIV/AIDS pada Ibu Rumah Tangga di Banten Tanpa Penjelasan Bagaimana Mereka Tertular

Kalau suai yang duluan jalani tes HIV mereka tidak bisa lagi kabur dan mereka dikonseling agar tidak menularkan HIV/AIDS ke orang lain jika hasil tes HIV mereka positif.

Disebukan juga: Kepala Dinkes Kota Tangerang Selatan, Allin Hendalin Mahdiar, mengatakan beberapa di antara perilaku seks menyimpang adalah hubungan seksual antara laki-laki dengan laki-laki.

Penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena 'seks menyimpang' tapi karena dilakukan dengan kondisi tidak aman yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan, dalam hal ini LSL (Lelaki Suka Seks Lelaki), yang menganal tidak memakai kondom. Ini fakta medis!

Baca juga: Kasus HIV/AIDS di Jambi Bukan Karena Perilaku Menyimpang

Terkait dengan kasus HIV/AIDS paling banyak pada 'warga luar' perlu juga diperhatikan mengapa dan bagaimana 'warga luar' lebih banyak yang terdeteksi HIV-positif?

Sudah saatnya penanggulangan HIV/AIDS dilakukan dengan cara-cara yang konkret yaitu menjalankan program pencegahan di hulu agar insisen infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa, bisa diturunkan.

Tanpa langkah yang konkret di hulu, maka penyebaran HIV/AIDS di Banten bisa jadi 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS.' *

* Syaiful W Harahap adalah penulis buku: (1) PERS meliput AIDS, Pustaka Sinar Harapan dan The Ford Foundation, Jakarta, 2000; (2) Kapan Anda Harus Tes HIV?, LSM InfoKespro, Jakarta, 2002; (3) AIDS dan Kita, Mengasah Nurani, Menumbuhkan Empati, tim editor, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2014; (4) Menggugat Peran Media dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, YPTD, Jakarta, 2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun