Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hari AIDS Sedunia 2023 Tanpa Informasi tentang Cara Penularan dan Pencegahan HIV/AIDS

9 Desember 2023   07:08 Diperbarui: 9 Desember 2023   07:11 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Hubungan Seksual Terkait Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)

Sejatinya pada peringatan global Hari AIDS Sedunia (HAS) yang dirayakan setiap tanggal 1 Desember sejak tahun 1988 informasi tentang HIV/AIDS disampaikan secara benar, tapi yang terjadi di Indonesia justru banyak artikel dan berita yang sama sekali tanpa informasi yang akurat tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS.

Sejak dunia menghadapi kasus HIV/AIDS di tahun 1981 muncul mitos karena dikaitkan dengan norma, moral dan agama. Tapi, belakangan HIV/AIDS mulai didudukkan di ranah medis dengan informasi cara-cara penularan dan pencegahan yang realistis.

Hanya saja di Indonesia, kasus HIV/AIDS baru diakui pemerintah di tahun 1987, informasi tentang HIV/AIDS terus dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga mengaburkan fakta medis dan menyuburkan mitos.

Baca juga: Menyoal (Kapan) 'Kasus AIDS Pertama' di Indonesia

Misalnya, mengait-ngaitkan penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual dengan seks pranikah, zina, pelacuran, seks bebas, LGBT dan seterusnya.

Padahal, secara medis penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual (bisa) terjadi bukan karena sifat hubungan seksual (seks pranikah, zina, pelacuran, seks bebas, LGBT), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual di dalam dan di luar nikah (salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom). Ini fakta medis!

Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Hubungan Seksual Terkait Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Hubungan Seksual Terkait Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)

Salah satu faktor yang mendorong insiden infeksi HIV baru di Indonesia adalah mitos. Maka, ketika laki-laki, misalnya, melakukan hubungan seksual dengan cewek prostitusi online tanpa kondom mereka menganggap hal itu bukan perilaku yang bisa menyebabkan penularan HIV/AIDS.

Banyak artikel dan berita yang hanya memaparkan sejarah HAS. Padahal, saat peringatan HAS sangat tepat menyampaikan pesan untuk meningkatkan kesadaran agar menghindari perilaku seksual dan nonseksual yang berisiko terjadi penularan HIV/AIDS.

Dalam berita "Pemkab Keerom Peringati Hari AIDS Sedunia 2023, Wabup Wahfir: Jangan Kucilkan ODHA" (papua.tribunnews.com, 8/12-2023) yang dikepankan adalah stigma (cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan berbeda).

Stigma dan diskriminasi ada di hilir yaitu terhadap warga yang mengidap HIV/AIDS (Odha-Orang dengan HIV/AIDS) dan hal itu terjadi karena identitas Odha bocor atau dibocorkan.

Maka, persoalan ada pada instansi atau institusi yang membocorkan identitas Odha atau warga yang terdeteksi HIV-positif.

Yang diperlukan bukan soal stigma dan diskriminasi, tapi bagaimana langkah konkret pemerintah setempat untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada warganya. Itu artinya perlu program penanggulangan di hulu. Celakanya, hal ini tidak muncul dalam berita.

Sedangkan dalam berita "Hari AIDS Sedunia 2023, Kota Bandung Targetkan Nol Kasus dan Tanpa Stigma" (bandung.go.id, 2/12-2023) tidak ada langkah konkret yang dijalankan untuk mencapai 'nol kasus dan tanpa stigma.'

Baca juga: Mustahil Bisa Nol Kasus HIV/AIDS di Kota Bandung pada Tahun 2030

Kalau hanya menggandeng komunitas terdampak HIV/AIDS yaitu Odha itu hanya di hilir, sementara itu di hulu insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki melalui perilaku seksual berita terus terjadi.

Matriks: Stigma dan Diskriminasi Terhadap Warga Pengidap HIV/AIDS Terjadi di Hilir. (Foto: Dok/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Stigma dan Diskriminasi Terhadap Warga Pengidap HIV/AIDS Terjadi di Hilir. (Foto: Dok/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)

Laki-laki yang (baru) tertular HIV/AIDS dan belum terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, tanpa mereka sadari.

Hal itu terjadi karena tidak ada tanda-tanda, gejala-gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan sebelum masa AIDS (secara statistik antara 5-10 tahun sejak tertular HIV jika tidak menjalani pengobatan dengan obat antiretroviral/ART).

Berita "Buka Seminar Hari AIDS Sedunia 2023, Wabup Banjar Ajak Tingkatkan Kesadaran Akan Ancaman HIV" (banjarmasin.tribunnews.com, 6/12-2023) hanya menyentuh persoalan di hilir yaitu penguatan bagi warga agar menerima pengobatan dengan ARV.

Pada saat yang sama insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa, terjadi di hulu sehingga beban di hilir akan terus bertambah dan tidak akan bisa menghentikan kasus HIV baru.

Berita "Peringati Hari AIDS Sedunia 2023, Pupuk Kaltim Gencarkan Edukasi HIV/AIDS di Masyarakat" (klikkaltim.com, 5/12-2023) juga bicara di hilir yaitu mendukung Odha dan menekan jumlah kasus HIV/AIDS dan TB.

Tapi, bagaimana caranya? Tidak ada penjelasan yang bisa sampai ke masyarakat.

Berita "Peringatan Hari AIDS Sedunia 2023, Mengenal Gejala dan Berapa Lama Seseorang Dapat Hidup Jika Mengidap HIV/AIDS" (jawapos.com, 2/12-2023) memunculkan 'gejala AIDS' tapi tanpa informasi pendukung yang akurat.

Gejala-gejala, ciri-ciri atau tanda-tanda yang disebut-sebut terkait dengan HIV/AIDS tidak semerta terkait dengan infeksi HIV karena fejala-gejala, ciri-ciri atau tanda-tanda tersebut juga bisa terjadi karena infeksi penyakit lain.

Maka, harus ada syaratnya dan ini tidak disebutkan dalam berita sehingga berita itu bisa jadi misleading (menyesatkan). Bahkan, tanpa gejala-gejala, ciri-ciri atau tanda-tanda yang terkait dengan HIV/AIDS pun seseorang bisa saja mengidap HIV/AIDS.

Itulah sebabnya perlu informasi yang akurat: gejala-gejala, ciri-ciri atau tanda-tanda yang terkait dengan HIV/AIDS bisa menjadi indikasi terinfeksi HIV, jika:

  • yang bersangkutan, laki-laki dan perempuan dewasa, pernah atau sering melakukan hubungan seksual di dalam nikah dengan pasangan yang berganti-ganti,
  • yang bersangkutan, laki-laki dan perempuan dewasa, pernah atau sering melakukan hubungan seksual di di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti,
  • yang bersangkutan, laki-laki dewasa, pernah atau sering melakukan hubungan seksual seseorang yang sering ganti pasangan, seperti pekerja seks atau cewek prostitusi online.

Ketika sesorang mengalami gejala-gejala, tanda-tanda atau ciri-ciri yang terkait dengan HIV/AIDS, tapi tidak pernah melakukan perilaku seksual berisiko di atas, maka gejala-gejala, tanda-tanda atau ciri-ciri tersebut sama sekali tidak terkait dengan HIV/AIDS. Ini fakta!

Sudah saatnya pemerintah dan institusi terkait melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) mengedepankan informasi HIV/AIDS yang akurat.

Tanpa penanggulangan di hulu, maka epidemi HIV/AIDS di Indonesia bisa jadi bencana bak 'afrika kedua.' *

*Syaiful W Harahap adalah penulis buku: (1) PERS meliput AIDS, Pustaka Sinar Harapan dan The Ford Foundation, Jakarta, 2000; (2) Kapan Anda Harus Tes HIV?, LSM InfoKespro, Jakarta, 2002; (3) AIDS dan Kita, Mengasah Nurani, Menumbuhkan Empati, tim editor, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2014; (4) Menggugat Peran Media dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, YPTD, Jakarta, 2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun