Secara de jure benar karena sejak reformasi (1998) semua tempat pelacurn ditutup.
Tapi, secara de facto apakah Pemkot Palu dan KPAK Palu bisa menjamin di Kota Palu tidak ada praktek pelacuran?
Tentu saja tidak bisa karena tempat pelacuran dan lokalisasi pelacuran sudah pindah ke media sosial dengan transaksi seks melalui ponsel.
(b) Melakukan konseling dan tes HIV terhadap suami dari ibu rumah tangga yang hamil. Jika suami positif barulah istrinya yang hamil menjalani tes HIV.
Celakanya, Pemkot Palu dan KPAK Palu tidak bisa melakukan intervensi agar laki-laki memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual berisiko karena praktek pelacuran tidak dilokalisir.
Itu artinya insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa, akan terus terjadi karena praktek pelacuran juga terjadi terus.
Laki-laki dewasa yang tertular HIV dan tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah.
Penyebaran itu terjadi secara diam-diam yang jadi 'bom waktu' yang kelak jadi 'ledakan AIDS' di Kota Palu. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H