Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Yang Turun di Jakarta Selatan Bukan Jumlah Warga yang Tertular HIV/AIDS

24 September 2023   10:26 Diperbarui: 24 September 2023   10:29 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kasus HIV/AIDS di Jaksel Turun Signifikan" Ini judul berita di koranindopos.com (22/9-2023). Ada beberapa hal yang jadi tanda tanya besar pada judul berita ini, yaitu:

Pertama, apakah yang dimaksud dengan 'kasus HIV/AIDS' yang turun itu pada warga Jakarta Selatan (Jaksel)?

Disebutkan: Pada 2021 sebanyak 1.200, 2022 turun jadi 1.020, dan tahun 2023 turun jadi 900 kasus.

Tentu saja untuk mendapatkan angka atau jumlah kasus HIV/AIDS di masyarakat, maka semua warga Jaksel, terutama laki-laki dan perempuan dewasa yang aktif secara seksual, harus menjalani tes HIV.

Apakah hal ini dilakukan oleh Pemko Jaksel?

Kalau jawabannya tidak, maka pernyataan itu ngawur bin ngaco karena tidak ada data jumlah warga yang mengidap HIV/AIDS bulan per bulan atau tahun per tahun yang diperoleh melalui tes HIV. Sekali lagi tes HIV bukan survailans tes HIV!

Perlu juga diketahui bahwa jika dilakukan tes HIV massal terhadap warga Jaksel itu hanya berlaku sampai tanggal dan jam tes dilakukan. Setelah itu jumlah kasus yang diperoleh tidak lagi akurat karena bisa saja terjadi penularan HIV/AIDS yang baru setelah tes HIV massal.

Kedua, disebutkan di lead berita 'Angka kasus HV/AIDS di Jakarta Selatan mengalami penurunan signifikan.' Dalam konteks pernyataan ini angka yang dimaksud tentulah kasus yang terdeteksi bukan jumlah warga Jakselyang mengidap HIV/AIDS.

Pertanyaannya: Mengapa jumlah kasus yang terdeteksi turun?

Bisa terjadi karena jumlah warga yang berobat ke fasilitas layakan kesehatan (Fasyankes) pemerintah, seperti Puskesmas dan RSUD, dengan indikasi infeksi HIV/AIDS berdasarkan PITC juga turun.

PITC (Providere Initiated Testing and Counselling) adalah layanan tes dan konseling HIV yang terintegrasi di fasilitas kesehatan berdasarkan inisiatif dokter yang menangani pasien yang menunjukkan kaitan dengan infeksi HIV.

Selain itu penjangkauan, yang selama ini yaitu sebelum Indonesia masuk Negara G20 dijalankan oleh kalangan LSM karena ada donor. Tapi, setelah Indonesia masuk G20 tidak boleh menerima dana hibah atau grant sehingga penjangkauan tidak banyak lagi.

Menurut Ali (Sekretaris Wali Kota Jakarta Selatan Ali Murthadho-pen.), penyuluhan menjadi penting karena masih banyak masyarakat awam yang belum memahami cara penularan dan langkah-langkah pencegahan HIV.

Pertanyaan untuk Pak Ali: Apakah kasus HIV/AIDS terbanyak di Jaksel terdeteksi pada warga awam?

Sosialisasi dan penyuluhan tentang HIV/AIDS sudah dilakukan sejak 40 tahun yang lalu di awal epidemi HIV/AIDS. Tapi, hasilnya big nothing alias nol besar.

Mengapa? Ya, karena materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentan HIV/AIDS dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga fakta medis hilang yang kemudian sampai ke masyarakat hanya sebatas mitos (anggapan yang salah).

Misalnya, mengait-ngaitkan penularan HIV/AIDS dengan seks pranikah, zina, selingkuh, melacur dan homoseksual.

Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Hubungan Seksual Terkait Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Hubungan Seksual Terkait Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)

Padahal, berdasarkan fakta medis penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (seks pranikah, zina, selingkuh, melacur dan homoseksual), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom.

Disebutkan pula: Kepala Suku Dinas (Kasudin) Kesehatan Dr Rathia Ayuningtyas menambahkan, melalui penyuluhan, dapat menghilangkan stigmatisasi dan diskriminasi terhadap penderita.

Matriks: Stigma dan diskriminasi pada Odha ada di hilir. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Stigma dan diskriminasi pada Odha ada di hilir. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Stigmatisasi (pemberian cap buruk atau negatif) dan diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap Odha (Orang dengan HIV/AIDS) terjadi di hilir yaitu setelah warga yang mengalami stigma dan diskriminasi tertular HIV/AIDS.

Lagi pula mengapa identitas Odha tersebar luas ke publik? Semua jenis penyakit adalah medical record yang bersifat rahasia, maka membeberkan identitas pengidap penyakit ke publik, termasuk melalui media massa dan media online, adalah perbutan melawan hukum dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Dalam konteks penanggulangan HIV/AIDS yang diperluan adalah langkah pencegahan di hulu, antara  lain menurunkan, sekali lagi hanya menurunkan, jumlah insiden infeksi HIV baru terutama pada laki-laki melalu hubungan seksual berisiko, antara lain dengan pekerja seks komersial (PSK) yang transaksinya sekarang terjadi di media sosial.

Tanpa program penanggulangan di hulu, maka insiden infeksi HIV/AIDS akan terus terjadi. Laki-laki yang tertular HIV/AIDS yang tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Penyebaran HIV/AIDS itu bak 'bom waktu' yang kelak bermuara sebagai 'ledakan AIDS' di Jaksel. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun