Maka, yang perlu dilakukan oleh Pemprov Aceh adalah membuat program yang dikuatkan dengan regulasi, seperti peraturan daerah (Perda) yang disbut qanun, untuk mendeteksi warga Aceh yang pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi. Tapi, perlu diperhatikan regulasi tersebut tidak melawan hukum dan melanggar hak asasi manusia (HAM).
Selain itu Pemprov Aceh juga sudah saatnya membuat program yang mencegah insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa, melalui hubungan seksual berisiko.
Laki-laki yang tertular HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Penyebaran HIV/AIDS itu tidak mereka sadari karena warga yang mengidap HIV/AIDS tidak otomatis mengalami tanda-tanda, gejala-gejal atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan sebelum masa AIDS (secara statistik antara 5-15 tahun jika tidak menjalani terapi dengan obat antiretroviral/ART).
Penyebaran HIV/AIDS itu bagaikan 'bom waktu' yang kelak bermuara sebagai 'ledakan AIDS' di Aceh. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H