Memang, benar tes HIV pada ibu hamil merupakan pintu masuk mencegah penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya.
Tapi, itu artinya Dinkes Kota Tasikmalaya membiarkan perempuan dan istri tertular HIV/AIDS dari suami ibu hamil yang positif HIV. Soalnya, suami dari ibu-ibu hamil yang terdeteksi HIV-positif tidak menjalani tes HIV.
Celakanya, suami-suami ibu hamil yang HIV-positif menolak untuk tes HIV. Maka, sebaiknya Dinkes Kota Tasikmalaya mengubah paradigm berpikir: yang jadi fokus terkait HIV/AIDS bukan ibu-ibu hamil, tapi suami dari ibu-ibu yang hamil!
Mereka, suami dari ibu-ibu yang hamil, yang pertama menjalani tes HIV sehingga mereka tidak bisa menolak. Buatlah regulasi melalui peraturan wali kota (Perwali) atau peraturan daerah (Perda) yang mewajibkan suami dari ibu hamil menjalani tes HIV.
Tanpa langkah ini kasus HIV/AIDS di Kota Tasikmalaya akan terus bertambah antara lain disebarkan oleh suami-suami ibu hamil yang HIV-positif.
Selain itu terjadi juga insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui perilaku seksual berisiko, antara lain hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung.
Sekretaris KPA Kota Tasikmalaya, Tarlan, mengatakan, kasus HIV/AIDS di Kota Tasikmalaya  hingga Juni 2023 capai 1.154 dengan hampir 600 kematian.
Yang perlu diingat jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS yang terdeteksi (1.154) tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya karena sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.
Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi (1.154) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat matriks).